Siapa Lagi Penerima Uang Tutup Korupsi BTS Kominfo Menyusul ke Sel Tahanan Kejagung?

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 19 Oktober 2023 01:17 WIB
Jakarta, MI - Sebagian nama-nama yang disebut telah menerima uang dalam dugaan korupsi pembangunan menara base transceiver station atau BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah ditetapkan sebagai tersangka. Kasus ini telah merugikan negara Rp 8,032 triliun. Catatan Monitorindonesia.com, pada persidangan kasus proyek BTS 4G di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 26 September 2023 lalu, bahwa Irwan Hermawan (terdakwa) selaku mantan Komisaris PT Solitech Media Sinergy mengaku menyerahkan uang sebesar Rp 40 miliar kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melalui seseorang bernama Sadikin. Pemberian uang kepada BPK melalui Sadikin itu dilakukan Irwan atas perintah Direktur Utama Bakti Anang Achmad Latif. Selain kepada Sadikin, Irwan Hermawan juga mengungkap beberapa nama lain yang menerima aliran dana dalam dugaan korupsi ini, yakni Dito Ariotedjo yang kini menjabat Menteri Pemuda dan Olahraga sebesar Rp 27 miliar, Edward Hutahaean yang mengaku dapat mengurus kasus proyek BTS 4G sebesar Rp 15 miliar. Selanjutnya, ada orang bernama Wawan yang menawarkan bahwa atasannya yang bernama Windu Aji Sutanto bisa mengurus kasus ini. Windu kemudian menunjuk pengacara bernama Setyo, dan sekaligus meminta uang. Kepada orang itu, diserahkan uang Rp 60 miliar sebanyak dua kali, masing-masing Rp 30 miliar. Namun, di persidangan, jumlah uang yang diberikan kepada Windu dikoreksi menjadi Rp 66 miliar. Naman lain yang turut menerima aliran dana dalam korupsi ini adalah Elvano Hatorangan sebesar Rp 2,4 miliar, Feriandi Mirza Rp 300 juta, serta Berto atau Walbertus sebesar Rp 4 miliar. Dari nama-nama yang disebutkan diatas, penyidik Jampidsus Kejagung telah menetapkannya sebagai tersangka, yakni Elvano Hatorangan selaku pejabat pembuat komitmen Bakti Kemenkominfo, Muhammad Feriandi Mirza selaku Kepala Divisi Lastmile dan Backhaul Bakti Kominfo, Walbertus Natalius Wisang selaku Tenaga Ahli Kominfo, Edward Hutahaean alias Naek Parulian Washington Hutahaean selaku Komisaris Utama PT Laman Tekno Digital dan bekas Komisaris Independen PT Pupuk Indonesia Niaga serta Sadikin yang merupakan pekerja swasta dari Surabaya, Jawa Timur. Teruntuk Menpora Dito pada persidangan lalu membantah menerima uang haram itu. Kendati Kejagung akan membuktikan sosok pemilik aliran dana Rp 27 miliar yang diberikan kepada politikus muda Partai Golongan Karya (Golkar) itu mengamankan proses hukum kasus korupsi ini. “Yang jelas proses Rp 27 miliar ini kita telah melakukan penyitaan untuk perkara yang sedang berjalan, itu uangnya siapa? Nanti kita akan buktikan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, di Jakarta, Kamis (12/10) kemarin. Dia mengatakan pembuktian bakal dilakukan di persidangan. Kejagung masih melakukan proses pendalaman. "Ini masih dalam proses pengembangan yang saya bilang tadi, proses ini kemungkinan berkembang,” ungkap dia. Kejagung menghargai setiap keterangan para saksi di persidangan BTS Kominfo, termasuk kesaksian Dito. Namun, Kejagung nantinya akan membuktikan setiap dugaan yang berkembang. “Membantah sah-sah saja orang itu membantah, nanti kebenaran itu yang akan menghadirkan alat bukti lain yang bisa mengungkap semuanya,” ujar Ketut. Ketut mengemukakan tim penyidik memiliki strategi membuktikan setiap fakta-fakta baru yang muncul dalam persidangan. Terbuka juga kemungkinan tersangka baru dalam kasus korupsi BTS 4G. “Saya tidak akan menjawab, karena ini strategi penyidikan, kalau kedepan wah ternyata ada tambahan tersangka lagi kita gak tahu, kita lihat nanti kedepan yang jelas ada pengembangan perkara ini, clue nya itu ya cukup,” tandas Ketut. Terapkan Pasal Perintangan Penyidikan Kejagung bakal menerapkan pasal perintangan penyidikan (obstruction of justice) dalam perkara dugaan korupsi proyek pembangunan infrastruktur BTS 4G Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). “Cluenya mudah-mudahan ada perkembangan dalam perkara ini. Apakah nanti ke Pasal 2, Pasal 3 atau pasal lainnya terkait dengan perintangan atau juga terkait dengan Pasal 11, Pasal 5, dan Pasal 12, kami lihat semua," lanjut Ketut. Sejauh ini, tersangka obstruction of justice adalah Tenaga Ahli Kominfo, Walbertus Natalius Wisang (WNW). Alasannya karena ia diduga menghalang-halangi penyidikan kasus korupsi penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika Tahun 2020 - 2022. "WNW ditetapkan sebagai Tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-52/F.2/Fd.2/09/2023, karena diduga melakukan dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, atau menghalangi/merintangi secara langsung atau tidak langsung terkait penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan," kata Ketut, Rabu (20/9) lalu. Atas perbuatannya, Walbertus disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) subsider Pasal 3 Jo Pasal 18 atau Pasal 21 atau Pasal 22 Jo Pasal 35 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (An) #Korupsi BTS Kominfo