Produksi Migas Kendor, DPR: Berhenti Bermimpi Target 1 Juta Barel Per Hari

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 29 Mei 2024 15:15 WIB
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto (Foto: MI/Dhanis)
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto (Foto: MI/Dhanis)

Jakarta, MI - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto, menyoroti target produksi lifting minyak dan gas bumi (Migas) di Indonesia yang dinilainya terlalu tinggi. Menurutnya target 1 juta barel per hari mustahil untuk didapat. 

"Terkait lifting migas, khususnya lifting minyak dan target 1 juta barel per hari, saya rasa kita berhenti saja bermimpi dan berhalusinasi, ini halu ini. Terus terang ini halu," tegasnya saat RDP dengan Dirjen Migas Kementerian ESDM di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (29/5/2024). 

Mulyanto yang tak lagi menjadi anggota DPR pada periode 2024-2029 pun itu mengatakan, bahwa penurunan lifting terjadi secara alamiah terhadap penyusutan perut bumi. 

"Jika kita masih berhalusinasi 1 juta barel termasuk Komisi VII semangat setiap membahas ini, nanti kita ngotot tinggi angkanya akibatnya jauh sekali dropnya setiap tahun, 2024 kan gitu angkanya kita pasang tinggi, sekarang gak usah pasang tinggi tinggi, samain aja gitu, karena percuma," bebernya 

Untuk itu kata Mulyanto, jangan heran jika kompetisi industri Migas di Indonesia mulai merosot. 

"Jadi saya melihat kalau investasi terus menurun, lalu sebagian besar perusahaan minyak Indonesia juga ya tidak memperpanjang atau dikatakan hengkang dari negeri ini, sekarang saja sudah senja kala," pungkasnya. 

Sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati, juga membenarkan bahwa produksi lifting minyak 1 juta barel per hari terbilang sulit untuk dicapai dengan aset tersedia saat ini. 

Nicke mengungkapkan, perseroan belakangan ini tengah fokus untuk menjaring lapangan-lapangan baru untuk menemukan cadangan minyak dari aset prospektif lainnya. 

"Kami memahami ini tidak mudah sehingga kalau tidak salah SKK Migas pun agak memundurkan sedikit target 1 juta barel tersebut," kata Nicke saat RDP dengan Komisi VII, kemarin.