Ekonom Sebut Family Office Tidak Cocok di Indonesia, Ini Alasannya

Carlos Fajar
Carlos Fajar
Diperbarui 11 Juli 2024 14:09 WIB
Ilustrasi Tax Heaven (istimewa)
Ilustrasi Tax Heaven (istimewa)

Jakarta, MI - Sejumlah pakar ekonomi mengungkapkan konsep Family Office kurang cocok untuk diterapkan di Indonesia dengan melihat sejumlah kondisi saat ini.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan family office tidak semudah itu masuk ke indonesia pasalnya belum memenuhi syarat. 

"Pertama, kerahasiaan data dimana orang orang super kaya menempatkan dana ke negara yang mampu menjaga privasi data," ujar Bhima, Kamis (11/7/2024) ketika dikonfirmasi.

Apalagi kata dia kebocoran Pusat Data Nasional (PDN) beberapa waktu lalu menjadi perhatian publik.

"Masalahnya Indonesia baru baru ini mengalami kebocoran data yang cukup fatal baik pusat data pemerintah maupun bank syariah," kata dia.

Persoalan lainnya disebut Bhima adalah regulasi di Indonesia sering berubah ubah sehingga menjadi persoalan utama. 

"Bayangkan family office investasi jutaan dolar kemudian regulasi tidak pasti. Pastinya mereka kalkulasi untung rugi dari risiko hukum," tambahnya.

Selain itu Bhima mengungkapkan dari hasil berbagai studi menunjukkan bahwa negara yang menjadi tempat family office adalah negara surga pajak atau mampu berikan tarif pajak super rendah. 

"Ada Gibraltar, Panama, Virgin Island misalnya. Indonesia bukan surga pajak meski ada pemberian insentif pajak khusus ke family office," lanjutnya.

Kemudian kriteria lain adalah negara dengan kedalaman pasar keuangan dan produk keuangan yang lengkap seperti Singapura, London dan Hongkong. 

"Dibanding Malaysia yang punya 256% rasio aset keuangan terhadap PDB, Indonesia yang hanya 77% terbilang rendah," pungkasnya.

Sementara itu, pakar ekonomi senior, Faisal Basri menjelaskan family office digunakan orang super kaya untuk pengelolaan aset yang tidak ingin dikelola oleh fund manager ataupun perbankan. 

"Oleh sebab itu dibuatlah family office yang hanya mengabdi pada dia, mengelola kekayaan dia, dan bertumbuh kekayaannya. Ada juga family office melayani beberapa saja tapi tidak ribuan, paling banyak empat atau lima," jelas Faisal Basri.

Ia menyebutkan sangat sulit bagi orang super kaya dari luar negeri datang ke Indonesia. Pasalnya kata Faisal Basri orang dengan kekayaan besar di Indonesia saja punya family office di luar negeri karena diduga belum percaya menaruh dananya di Indonesia. 

"Orang-orang super kaya di Indonesia apa punya family office di Indonesia? Tidak ada. Pasti di Singapura, Hongkong, dll. Jangan-jangan orang super kaya di Indonesia pengen kekebalan, pengen leluasa untuk mencuci uang nya dari bisnis ilegal yang saya sampaikan tadi. Jadi cara berpikir semakin sulit dipahami," pungkas Faisal Basri.

Sebagaimana diketahui sebelumnya, pemerintah berencana membentuk Wealth Management Consulting (WMC) atau family office untuk menghimpun dana dari investor super kaya ke Indonesia, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi negara. 

Rencana tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.

Rencana family office digagas oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan dan disetujui oleh Presiden Jokowi.

Dalam unggahan di sosial media, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan pemerintah bakal memberikan insentif pajak bagi investor yang mau menanamkan modalnya di family office. 

Hal ini seiring disetujui proyek untuk menjaring orang-orang super kaya di dunia ini oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Mereka (orang super kaya dunia) tidak dikenakan pajak, tapi harus investasi, dan investasi nanti akan kita pajaki,” ujar Luhut dalam akun resmi media sosial Instagram @luhut.pandjaitan.

Dengan fasilitas tersebut diharapkan orang-orang kaya di dunia untuk menanamkan uangnya di Indonesia tanpa terkena pajak. [CAR]