Jenri Sinaga Minta Penikmat Uang Haram Proyek BTS Kominfo Dimiskinkan

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 17 Juli 2023 05:21 WIB
Jakarta, MI - Pemerantasan tindak pidana korupsi belum efektif memicu efek jera lantaran masih fokus pada pidana penjara dan denda. Untuk itu dibutuhkan hukuman pidana berupa perampasan aset guna memiskinkan koruptor. Demikian disampaikan oleh Ketua Umum Sahabat Banteng Indonesia, Jenri Sinaga merespons kasus mega korupsi BTS 4G Bakti Kominfo yang merugikan negara Rp 8,32 triliun. Kasus ini telah menyeret mantan Menkominfo Johnny G Plate Cs. "Korupsi BTS Kominfo adalah kejahatan luar biasa. Pemiskinan koruptor dibutuhkan agar kapok dan masyarakat umum mengambil pelajaran dengan menjauhi praktik serupa. Dan bila perlu dihukum mati, sebab korupsi ini terjadi dimasa pandemi Covid-19," ujar Jenri sapaan akrabnya kepada Monitorindonesia.com, Senin (17/7). Jenri yang juga Ketua Umum Parkindo menilia bahwa para pelaku korupsi bisa menikmati hasil kejahatannya karena uang hasil kejahatan mereka tidak dirampas untuk negara. "Dengan merampas aset dan mengungkap tindak pidana pencucian uang(follow the money) harus diterapkan terhadap pengungkapan perkara korupsi ini," tegas Jenri. "Korupsi ini mengambil sesuatu yang seharusnya bukan menjadi hak kita, dan mengambil hak orang lain yang kemudian kita akui menjadi milik kita. Karena sifatnya yang sangat merusak, korupsi telah dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa atau extraordinary crime," sambung Jenri. Dalam kasus ini, menurut Jenri, tidak ada yang istimewa terhadap dakwaan para tersangka itu. Pasalnya, teruntuk Johnny G Plate sebagai pihak yang bertanggung jawab atas penggunaan anggran proyek tersebut hanya didakwa menerima uang Rp 17,8 miliar saja. Padahal tegas Jenri, kasus ini merugikan negara yang cukup besar. "Ini sekitar 80 persen loh yang dinikmati (Dikorupsi), pada tahap pertama anggaran yang dikeluarkan sekitar Rp 10 triliun, yang dikorupi Rp 8 triliun. Lalu kalau bukan Johnny G Plate "otak" dari kasus ini siapa?," cetus Jenri. Kendati demikian, Jenri mengapresiasi dan berharap kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengembangkan kasus dugaan korupsi ini hingga pada dugaan TPPU nya. " Kabarnya Kejagung telah memeriksa lebih dari 500 saksi. Mudah-mudah saja pihak yang diduga terlibat tidak lolos dari kasus ini," harap Jenri. Kasus ini telah menyeret 8 orang yakni Johnny G Plate (JGP) mantan Menteri Komunikasi dan Informatika, Anang Achmad Latif (AAL) selaku Direktur Utama Bakti Kementerian Kominfo, Galumbang Menak S (GMS) selaku Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, dan Yohan Suryato (YS) selaku Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia (Hudev UI) Tahun 2020. Selanjutnya... Lalu, Irwan Hermawan (IH) selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergy dan Mukti Ali (MA) selaku Account Director PT Huawei Tech Investment. Tersangka Windi Purnama (orang kepercayaan tersangka Irwan Hermawan selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergi). Serta Muhammad Yusrizki Muliawan selaku Direktur PT Basis Utama Prima Johnny G Plate didakwa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 8,032 triliun. Mantan Sekjen NasDem ini juga didakwa memperkaya diri Rp 17.848.308.000. Eks Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif didakwa merugikan negara Rp 8,32 triliun dan menerima keuntungan sebesar Rp 5 miliar. Tenaga Ahli HUDEV UI, Yohan Suryanto didakwa dengan sangkaan memperkaya diri sendiri dan orang lain, serta korporasi yang membuat kerugian negara setotal Rp 8,32 triliun. Ia didakwa memperkaya diri sendiri senilai Rp 453 juta. Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak didakwa merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara sebesar Rp 8,32 triliun. Galumbang didakwa didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang atau TPPU dari hasil dugaan korupsi proye BTS. Ia disebut melakukannya bersama-sama dengan Dirut BAKTI Anang Achmad Latif, Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan dan Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera Windi Purnama. Selanjutnya... Irwan Hermawan juga didakwa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 8,32 triliun dan menerima unag Rp 119 miliar. Menurut Jaksa, Irwan Hermawan melakukan perbuatan dugaan korupsi bersama-sama Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galubang Menak Simanjuntak dan Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment Mukti Ali. Kemudian, orang kepercayaan Irwan Hermawan, yakni Windi Purnama menerima uang Rp 500.000.000, Direktur Utama PT Basis Utama Prima (BUP) Muhammad Yusrizki mendapatkan uang sebesar Rp 50.000.000.000 dan 2.500.000 dollar AS. Atas perbuatannya, para terdakwa disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Untuk terdakwa Anang Achmad Latif dan Irwan Hermawan disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Selanjutnya.... Selanjutnya, Windi Purnama disangkakan melanggar Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Adapun Dirut PT Basis Utama Prima Muhammad Yusrizki ditetapkan sebagai tersangka kedelapan dan dijerat Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kejaksaan Agung hingga saat ini masih melakukan penyidikan terhadap Windi Purnama dan Muhammad Yusrizki Sebagai informasi, pembangunan BTS 4G Bakti Kemenkominfo merupakan proyek prioritas nasional untuk pembangunan sekitar 7.000-an menara komunikasi di wilayah-wilayah terluar Indonesia. Dalam penyidikan terungkap, ada sekitar 4.200 pembangunan dan penyidikan BTS 4G Bakti dalam paket 1, 2, 3, 4, dan 5, yang terindikasi korupsi. Di antaranya, Paket 1 di tiga wilayah; Kalimantan sebanyak 269 unit, Nusa Tenggara 439 unit, dan Sumatra 17 unit. Paket 2 di dua wilayah; Maluku sebanyak 198 unit, dan Sulawesi 512 unit. Paket 3 di dua wilayah; Papua 409 unit, dan Papua Barat 545 unit. Paket 4 juga Paket 5 di wilayah; Papua 966 unit, dan Papua 845 unit. (La Aswan) #BTS Kominfo