Pasca Karen Dijebloskan, KPK Garap Eks Dirut Gas Pertamina hingga Mantan Jenderal Bintang 2 TNI

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 21 September 2023 13:32 WIB
Jakarta, MI - Pasca menetapkan dan menahan eks Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina, Karen Agustiawan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa tiga saksi kasus dugaan korupsi terkait pengadaan gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina (Persero) tahun 2011-2021. Ketiga saksi yang dipanggil yakni mantan Direktur Gas Pertamina Hari Karyuliarto yang pernah dicegah ke luar negeri dalam kasus ini, kemudian mantan Komisaris PT Pertamina Mayjen TNI (Purn) Nurdin Zainal, dan Managing Director PPT ET Singapura 2015 - 2021 Arief Basuki. Ketiganya akan dimintai keterangan untuk melengkapi berkas penyidikan mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan. "Hari ini (21/9) bertempat di gedung Merah Putih KPK, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi sebagai berikut," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri, Kamis (21/9). Negara Rugi Rp 2,1 Triliun Sebelumnya diberitakan, KPK menetapkan mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) pada PT Pertamina (Persero) tahun 2011 hingga 2021. [caption id="attachment_567230" align="alignnone" width="696"] Karen Agustiawan, tersangka korupsi LNG Pertamina (Foto: Ist)[/caption] Karena langsung ditahan di Rutan KPK terhitung 19 September 2023 hingga 8 Oktober 2023. Ketua KPK Firli Bahuri menyebut perbuatan Karen merugikan keuangan negara sebesar Rp2,1 triliun. "Dari perbuatan GKK alias KA (Karen) menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar USD140 juta yang ekuivalen dengan Rp2,1 triliun," ujar Firli dalam jumpa pers di gedung KPK, Selasa (19/9). Karen dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Duduk Perkara Perkara ini diduga telah terjadi sekitar tahun 2012, PT Pertamina (Persero) memiliki rencana untuk mengadakan LNG sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia. Perkiraan defisit gas akan terjadi di Indonesia dikurun waktu tahun 2009 sampai dengan 2040 sehingga diperlukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN Persero, Industri Pupuk dan Industri Petrokimia lainnya di Indonesia. Karen yang diangkat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Persero periode 2009-2014 kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menialin keriasama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri. Diantaranya: CL (Corpus Christi Liquefaction) LC Amerika Serikat. Saat pengambilan kebijakan dan keputusan tersebut, Karen secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina. Selain itu pelaporan untuk menjadi bahasan dilingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam hal in Pemerintah tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan GKK alias KA tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari Pemerintah saat itu. Dalam perjalanannya, seluruh kargo LNG milik PT Pertamina Persero yang dibeli dari perusahaan CL LC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik yang berakibat kargo LNG menjadi oversupply dan tidak pernah mask ke wilayah Indonesia. Atas kondisi oversupply tersebut, berdampak nyata harus dijual dengan kondisi mergi di pasar internasional ole PT Pertamina Persero. Perbuatan GK alias KA bertentangan dengan ketentuan, diantaranya, sebagai berikut: Akta Pernyataan Keputusan RUPS tanggal 1Agustus 2012 tentang Anggaran Dasar PT Pertamina Persero. Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 tanggal 3September2008. Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-01/MB/2011 tanggal 1Agustus 2011. Permeneg BUMN Nomor PER-03/MBU/08/2017 tentang Pedoman Kerjasama BUMN. Dari Kejagung ke KPK Saat itu dua institusi penegak hukum yakni Kejagung dan KPK ternyata sama-sama tengah mengusut dugaan korupsi pembelian gas alam cair atau LNG di Pertamina ini. Namun Kejagung ‘rela’ mempersilakan KPK menangani perkara itu. Awalnya pada Senin, 4 Oktober 2021, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak menyampaikan bahwa Korps Adhyaksa sudah menyelidiki perkara itu sejak 22 Maret 2021. Dugaan perkara yang diusut terkait indikasi korupsi dan penyalahgunaan kewenangan dalam kebijakan pengelolaan LNG Portofolio di Pertamina. Penyelidikan itu disebut Leonard sudah tuntas dan segera dinaikkan ke tahap penyidikan. Namun, pada saat yang sama, lanjut Leonard, Kejagung mengetahui KPK tengah melakukan hal yang sama. “Oleh karena itu, untuk tidak terjadinya tumpang-tindih penanganan perkara, Kejaksaan Agung RI mempersilakan dan tidak keberatan untuk selanjutnya KPK dapat melakukan penyidikan terhadap perkara dugaan tindak pidana korupsi dimaksud,” kata Leonard. Menanggapi hal itu, Ketua KPK Firli Bahuri membenarkannya. Firli menyebutkan KPK dan Kejagung berkoordinasi untuk penanganan kasus itu. “KPK sudah melakukan penyelidikan atas dugaan korupsi di pengadaan LNG Pertamina tapi Kejaksaan RI juga telah melakukan hal sama, sesuai dengan UU Nomor 19 Tahun 2019, KPK diberi tugas pokok melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi,” kata Firli kepada wartawan, Selasa (5/10/2021) lalu. “Maka KPK dan kejaksaan melakukan koordinasi terkait penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi,” tambahnya. Firli pun menyambut baik niat Kejagung yang menyerahkan pengusutan perkara ke KPK. Firli memerintahkan Deputi Penindakan KPK untuk menindaklanjutinya. “KPK menyambut baik kebijakan Jaksa Agung RI bahwa perkara tersebut ditangani KPK. Selanjutnya Plt Deputi Korsup dan Deputi Penindakan KPK-lah yang menindaklanjuti. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK telah berkomunikasi dengan Jampidsus,” pungkasnya. (An)

Topik:

KPK