KPK Sudah Seret 12 Tersangka Korupsi Jalur Kereta Api, Menhub Budi Karya Bakal Diulik Lagi!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 14 November 2023 00:55 WIB
Menhub Budi Karya Sumadi (Foto: Ist)
Menhub Budi Karya Sumadi (Foto: Ist)
Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyeret 12 tersangka dalam kasus dugaan suap terkait proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Balai Teknik Perkereta Apian Kelas I Bandung.

Adapun kasus ini merupakan pengembangan perkara dugaan suap proyek jalur kereta api di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tahun anggaran 2018-2022

Teranyar yang diseret KPK adalah Direktur PT Putra Kharisma Sejahtera, Zulfikar Fahmi. Dia tersangka ke-12 dalam kasus yang merugikan negara Rp 14,5 miliar ini, Senin (13/11).

Zulfikar disangkakan melanggar Pasal 5 atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Terlepas dari itu, kini publik menanti KPK yang bakal mengulik lagi Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi yang sebelumnya sempat diperiksa lembaga antirasuah itu pada 26 Juli 2023 lalu.

Pasalnya, nama Menhub Budi Karya juga sempat disebut-sebut tersangka Harno Trimadi selaku Direktur Prasarana Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) saat dimejahijaukan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Kamis (3/8/2023) lalu. 

Harno mengklaim bahwa ada dugaan arahan tentang adanya kontraktor titipan tersebut disampaikan langsung oleh Menhub Budi Karya. Beberapa kontraktor itu disebut menjadi pelaksana proyek peningkatan jalur KA Lampegan-Cianjur yang terbagi dalam 4 paket.

"Disampaikan sudah ada yang dipastikan ikut di dua paket, yakni anggota DPR dan Pak Wahyu," katanya dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Gatot Sarwadi tersebut.

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak pada beberapa waktu lalu mengatakan bahwa pihaknya tidak bisa menindak pejabat ataupun pihak lain yang disebut menitipkan kontraktor dalam proyek hanya berdasarkan pada informasi sepihak.

Meski demikian, bagaimana tindak lanjut atas dugaan praktek itu bergantung pada penyidik. “Kita tidak bisa mendengar sepihak saja. Apalagi hanya berdasarkan suatu pemikiran saja,” kata Johanis Tanak.

Di lain sisi, KPK tidak segan memeriksa Menhub Budi Karya jika memang berperan dalam dugaan tindak pidana korupsi suap itu. 

“Bahkan menteri pun kita akan periksa kalau memang betul-betul di dalam peristiwa tersebut ada kontribusinya terhadap peristiwa tindak pidana korupsi,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam keterangannya kepada wartawan, Rabu (8/11). 

Menurut Asep pejabat yang diduga terkait korupsi bisa diulik mengenai dugaan tindakan atau perbuatan mereka, aliran dana, maupun perintah. Ketika seorang pejabat memberikan perintah dalam suatu kasus korupsi biasanya diikuti atau terdapat aliran dana mencurigakan. 

“Apakah menerima atau hanya memerintahkan. Karena tentunya untuk memperjelas konstruksi perkara, siapapun akan kita minta keterangan,” tandasnya. 

Peran Tersangka

Selain Zulfikar, penyidik KPK menetapkan Direktur Prasarana Perkeretaapian Harno Trimadi, PPK Balai Teknik Perkeretaapian Jawa Bagian Tengah (BTP Jabagteng) Bernard Hasibuan, Kepala BTP Jabagteng Putu Sumarjaya, PPK BPKA Sulsel Achmad Affandi.

Kemudian, PPK Perawatan Prasarana Perkeretaapian Fadliansyah, PPK BTP Jabagbar Syntho Pirjani Hutabarat, Direktur PT Istana Putra Agung Dion Renato Sugiarto, Direktur PT Dwifarita Fajarkharisma Muchamad Hikmat, Yoseph Ibrahim selaku Direktur PT KA Manajemen Properti sampai dengan Februari 2023.

Selanjutnya, Parjono selaku VP PT KA Manajemen Properti, Direktur PT Bhakti Karya Utama, Asta Danika dan Direktur PT Putra Kharisma Sejahtera, Zulfikar Fahmi.

Diketahui, bahwa Syntho Pirjani Hutabarat sebagai penanggungjawab dalam proyek peningkatan jalur kereta api R 33 menjadi R 54 KM 76+400 sampai 82+000 antara Lampegan - Cianjur tahun 2023 sampai 2024, dengan nilai paket pekerjaan Rp 41,1 miliar.

Syntho Pirjani pun mengondisikan dan memploting calon pemenang lelang atas sepengetahuan dan arahan dari tersangka Hano Trimadi. Kemudian terjadi kesepakatan antara Asta Danika dan Zulfikar Fahmi dengan Syntho Pirjani agar perusahaan keduanya dimenangkan dalam lelang proyek dengan memberikan sejumlah uang.

Besaran uang yang diberikan Asta dan Zulfikar sejumlah sekitar Rp935 juta. Uang itu dikirim beberapa kali melalui transfer antar rekening bank.

Menhub Budi Karya Saksi Penting

Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Prof Mudzakir menyatakan bahwa dalam pemeriksaan terhadap saksi harus berdasarkan alat bukti dan juga tergantung dari apa yang menjadi perbuatan dan tanggung jawabnya. 

Prof Mudazakir menilai Menhub Budi Karya sangat penting diperiksa sebab dia sebagai pihak yang bertanggung jawab atas penyelenggara pengguna anggaran dalam proyek tersebut. 

Menurut Prof Mudzakir, berakhir atau tidaknya dipenjara seseorang yang diduga melalukan tindak pidana korupsi itu juga tergantung pada apa yang dilakukannya. 

“Proses hukum harus sesuai fakta berdasarkan alat bukti tidak boleh terpengaruh faktor politik. Ya tergantung perbuatan yang dilakukan,” kata Mudzakir kepada Monitorindonesia.com, Senin (13/11).

Sementara itu, menurut pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI) Kurnia Zakaria, menegaskan bahwa tanggung jawab kementerian bila ada penyalahgunaan jabatan dan penyelewengan wewenang tetap harus di bawah komando menteri walaupun jabatan menteri dan wakil menteri bersifat politis.

“Menhub Budi Karya itu penanggung jawab koordinat vertikal kementerian. Baik yang menjabat maupun periode sebelumnya. Terlibat atau tidak terlibat perlu libatkan PPATK dan OJK serta DPR. Selain auditor negara baik BPK maupun BPKP,” kata Kurnia kepada Monitorindonesia.com, Senin (13/11). (Wan)