Usai Diperiksa, Firli Bahuri Minta Maaf Kepada Wartawan

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 1 Desember 2023 20:29 WIB
Firli Bahuri usai diperiksa, Jum'at (1/12)
Firli Bahuri usai diperiksa, Jum'at (1/12)

Jakarta, MI - Usai diperiksa polisi, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Firli Bahuri meminta maaf kepada wartawan. Pasalnya, untuk ketiga kalinya Firli Bahuri diam-diam sudah tiba di Bareskrim Polri untuk menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Sikapnya ini tentunya tidak seperti saksi-saksi lainnya yang diperiksa.

“Tadi saya hadir, mohon maaf kepada rekan-rekan, lebih awal, karena saya ingin menyiapkan apa yang harus saya berikan kepada penyidik, dalam rangka memberikan keterangan saya hari ini, saya memberikan keterangan sampai malam hari ini,” ujar Firli kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jum'at (1/12) malam.

Pantauan Monitorindonesia.com, Firli menjalani pemeriksaan lebih dari 10 jam sejak pukul 09.05 WIB pagi dan keluar sekitar pukul 19.30 WIB. Meski statusnya sebagai tersangka, namun dia tidak menjalani penahanan.

Setelah jumpa dengan awak media, Firli menuju mobil dan dikawal anggota yang berjaga di Bareskrim Polri.

Sebelumnya, Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini usai gelar perkara pada Rabu, 22 November 2023. 

Firli dijerat dengan dugaan tindak pidana pemberantasan korupsi berupa pemerasan atau gratifikasi atau suap. Firli diduga melakukan pemerasan terkait dengan penanganan permasalahan hukum di Kementan RI pada kurun 2020-2023.

"Sebagaimana dimaksud Pasal 12 e atau Pasal 12 B, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Dirkrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Ade Safri Simanjuntak dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Rabu (22/11) malam.

Ade Safri menjelaskan, dalam Pasal 12 B ayat 2, disebutkan bahwa ancaman hukumannya maksimal adalah seumur hidup. Selain itu, ada pidana denda paling banyak Rp 1 miliar.

"Di ayat 2, disebutkan bahwa pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud ayat satu, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar," katanya.

Kendati, Firli tak terima dengan penetapan tersangka itu. Dia melawan, dengan mengajukan gugatan praperadilan terhadap Kapolda Metro Jaya. (LA)