Di hadapan Jokowi dan Menteri, Ketua KPK Ungkap Fenomena Pamer Kekayaan Pejabat

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 12 Desember 2023 11:51 WIB
Nawawi Pomolango (kiri) dan Joko Widodo (kanan) (Foto: Istimewa)
Nawawi Pomolango (kiri) dan Joko Widodo (kanan) (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Di hadapan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan beberapa menteri Kabinet Indonesia Maju dalam acara Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2023 di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (12/12), Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sementara Nawawi Pomolango mengakui bahwa pemberantasan korupsi masih tidak efektif dan efisien. Kemudian dia juga mengungkap pejabat pemerintah kerap pamer harta kekayaan atau flexing.

"Kita lihat bagaimana skor Indeks Persepsi Korupsi yang tidak meningkat secara signifikan dan stagnan dalam satu dekade ini. Indeks Perilaku Anti Korupsi atau IPAK yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik juga demikian," kata di hadapan Jokowi.

Adapun IPK Indonesia yang diterbitkan oleh Trasparency International Indonesia atau TII anjlok pada 2022 ke skor 34 dari tahun sebelumnya yakni 38. Sementara itu, BPS mencatat skor IPAK 2023 sebesar 3,92 atau turun 0,01 poin dari tahun sebelumnya yakni 3,93.  

Selain IPK dan IPAK, Nawawi turut menyinggung Survei Penilaian Integritas atau SPI yang turun pada 2023. SPI diterbitkan oleh KPK dengan mengukur integritas dan perilaku antikorupsi di seluruh kementerian/lembaga pusat dan pemerintah daerah.

Berdasarkan catatan KPK, SPI terbaru tercatat sebesar 71,9 atau turun dari tahun sebelumnya pada 2021 yakni 72,4. "Responden internal dan eksternal menyatakan bahwa korupsi masih marak yang ditunjukkan dengan skor nasional yang kian menurun," tutur Nawawi. 

Di lain sisi, Nawawi meminta Joko Widodo menegur pihak-pihak yang lambat melaporkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN).

Menurutnya, peran serta masyarakat sangat penting dalam upaya pencegahan dan penindakan di KPK. Pada beberapa kasus, pengaduan masyarakat menjadi titik tolak dimulainya penyelidikan korupsi dan berujung pada terungkapnya tindak pidana tersebut. "Beberapa berujung pada pengungkapan kasus korupsi," ujar Nawawi.

Secara empiris, sebagian besar kasus yang ditangani KPK berawal dari pengaduan masyarakat yang disampaikan secara langsung.

Sementara soal pamer kekayaan para pejabat pemerintah di media sosial di 2023 ini, kata Nawawi, direspons masyarakat dengan membandingkan LHKPN yang dapat diakses secara terbuka di laman KPK.

"Khusus untuk isu ini, kami berharap Bapak Presiden dapat memberikan teguran untuk mereka yang tidak menyampaikan LHKPN secara tepat waktu, lengkap dengan Surat Kuasa dan benar isinya," ujar Nawawi.

Dia menyebut salah satu contoh kasus yang kini tengah berjalan di KPK adalah Mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto. Perkara Eko itu bermula dari pemeriksaan LHKPN.

KPK menyebut LHKPN Eko masuk kategori outlier. Hal itu disebabkan oleh utang Eko yang cukup besar, yakni Rp9.018.740.000. Kini ia telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dan ditahan.