BPOM Dianggap Lalai, Keluarga Korban Gagal Ginjal Akut: Tak Hargai Nyawa Anak Kami!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 23 Desember 2023 12:13 WIB
Obat sirop (Foto: MI/Repro YT)
Obat sirop (Foto: MI/Repro YT)

Jakarta, MI - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dianggap lalai dalam pengawasan bahan baku obat sirop. Obat sirop ini diduga biang kerok kasus gagal ginjal akut yang menewaskan ratusan anak. BPOM malah menerbitkan izin edarnya, namun belakangan ada sejumlah izin obat sirop dicabut.

Salah satu orang tua korban, Safitri Puspa Rani, ingin semua orang yang tersangkut dalam peredaran obat di BPOM diseret ke pengadilan. Ia menegaskan pihak yang tidak bertanggung jawab atas kasus ini seolah tidak menghargai nyawa anak-anak yang tak berdosa.

"Mereka tidak menghargai nyawa anak kami," tegasnya dalam konferensi pers dikutip pada Sabtu (23/12).

Maka dari itu, ia berharap mereka membusuk di penjara. "Hukum secara maksimal sebagai efek jera agar ke depan pembuat kebijakan sadar berharganya nyawa manusia," tegasnya.

Keluarga korban kasus gagal ginjal akut ini sudah setahun lebih terus berjuang mencari keadilan. Santunan pun sampai sekarang tidak ada.

"Kondisi ini sangat berat, mungkin orang berpikir kasus ini sudah selesai, kami sudah mendapatkan hak-hak (santunan) yang harusnya diberikan pemerintah kepada kami, tapi itu sampai sekarang tidak ada. Sampai saat ini kami hanya berjuang sendiri," ungkap ibu korban, Desi.

Diberitakan, Kasubdit I Dittipidter Bareskrim Polri, Indra Lutrianto Amstono, mengatakan pihaknya telah menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) yang artinya akan ada tersangka baru, yang diduga ada kaitannya dengan prosedur penerbitan izin edar oleh BPOM yang dinilai tidak sesuai standar.

Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipiter) Bareskrim Polri Brigjen Nunung Saifuddin mengatakan bahwa saat ini pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap 11 saksi, mulai dari pihak BPOM hingga saksi ahli. 

"Saksi bukan hanya dari BPOM saja, dari BPOM ada dari saksi ahli ada, dari PT Afifarma ada," katanya.

Meskipun pengusutan kasus ini dinilai alot dan berpotensi diintervensi, Jenderal Bintang Satu Polri itu juga menegaskan kasus ini tidak bisa diganggu pihak manapun. 

"Tidak ada intervensi saya jamin 1000% tidak ada intervensi," tegasnya. 

Sebelumnya Bareskrim telah menetapkan empat orang dan lima korporasi sebagai tersangka, di antaranya Endis (E) alias Pidit (PD) selaku Direktur Utama CV Samudera Chemical dan Andri Rukmana (AR) selaku Direktur CV Samudera Chemical. 

Dua lainnya, Direktur Utama CV Anugrah Perdana Gemilang (APG), Alvio Ignasio Gustan (AIG) dan Direktur CV APG, Aris Sanjaya (AS). Sementara, lima korporasi tersangka itu di antaranya PT Afi Farma, CV Samudera Chemical, PT Tirta Buana Kemindo, CV Anugrah Perdana Gemilang, serta PT Fari Jaya Pratama. 

BPOM sebelumnya melakukan investigasi terhadap obat sirop yang diduga menyebabkan gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA), praxion. BPOM telah menguji sampel pada 2 hingga 3 Februari 2023. 

Sampel yang diuji adalah: obat sisa obat pasien, sampel dari peredaran, sampel sirop dari tempat produksi yang merupakan retain sample dengan nomor batch yang sama dengan sampel yang dikonsumsi oleh pasien.  

Sebagai informasi, Kemensos mencatat hingga 5 Februari 2023 sebanyak 326 kasus dan satu suspek ditemukan di 27 provinsi di Indonesia. (wan)