Menanti Nyali BPK Audit Anggaran Sirekap KPU

Tim Redaksi
Tim Redaksi
Diperbarui 22 Februari 2024 03:45 WIB
BPK diminta audit anggaran pembuatan aplikasi SiRekap milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI (Foto: MI/Aswan)
BPK diminta audit anggaran pembuatan aplikasi SiRekap milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Pascapemungutan suara Pemilu 2024, Rabu (14/2), kejanggalan demi kejanggalan dalam Sistem Informasi Rekapitulasi atau Sirekap milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) terus bertebaran di media sosial hingga di masyarakat secara langsung.

Bagaimana tidak, perbedaan data antara hasil pemungutan suara di sejumlah tempat pemungutan suara dan data yang ditayangkan di Sirekap turut sorotan utama. 

Meski KPU sudah menjelaskan Sirekap hanya alat bantu, tidak sedikit yang tetap memercayai perbedaan data sebagai salah satu bentuk dugaan kecurangan.

Belum lagi soal anggaran pengadaan Sirekap ini kini terus menuai kritikan dari berbagai kalangan. Kemarin, pemerhati telematika Roy Suryo mempertanyakan keakurasian Sistem Informasi Rekapitulasi atau Sirekap KPU itu. 

Menurut Roy Suryo, aplikasi ini mendadak diumumkan ke publik, baru semenjak Januari 2024. "Langsung tiba-tiba bisa diunduh di PlayStore tanpa ada pengumuman uji publik dan teknis jauh hari sebelumnya," kata Roy Suryo dalam tulisan opini terbuka yang masuk ke dapur redaksi, Senin (19/2).

"Sangat bisa dipertanyakan bagaimana keakurasian sistem yang dipertaruhkan untuk data pemilu yang sangat krusial, dan menyangkut masa depan Indonesia," imbuhnya.

Roy Suryo juga menyoal anggaran yang digunakan untuk proyek Sirekap yang merupakan bagian dari nilai keseluruhan proyek Pemilu 2024 sekitar Rp 71,3 triliun lebih besar dari pemilu 2019 silam. "Data (anggaran) khusus untuk Sirekap simpang siur informasinya. Tidak transparan."

Ketidaktransparansian Sirekap ini pun diperkuat dari pernyataan KPU bahwa mereka menolak audit untuk membuka mekanisme kerja sama KPU dengan yang disebut-sebut dua kampus ternama untuk pengembangan Sirekap.

Namun hal ini, tidak membuat sorotan dari pihak lain lumpuh. Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando Emas misalnya. Dengan tegas meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit investigasi. Tujuannya, tak lain adalah agar penggunaan uang rakyat itu dilakukan secara transparan.

Saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Kamis (22/2), Fernando Emas menyatakan "BPK harus melakukan kewenangannya untuk melakukan audit secara menyeluruh atau audit investigasi terhadap anggaran Pemilu tahun 2024 yang dimiliki oleh KPU sebesar Rp71,3 triliun itu".

Dugaan tidak transparan anggaran, ujar Fernando, muncul saat pembagian uang trasnportasi bagi anggota KPPS yang dilantik saat itu. KPU harus membuka berapa sesungguhnya anggaran trasnportasi bagi anggota KPPS yang dilantik. 

"Saat ini amburadulnya sistem rekapitulasi suara pemilu atau Sirekap yang digunakan oleh KPU dalam Pemilu tahun 2024. Jadi anggaran Pemilu yang dimiliki KPU harus transparansi,” ungkapnya.

Jangan Berdalih Rahasia Anggaran

Menurut Fernando yang juga praktisi hukum, bahwa transparan dalam penggunaan anggaran bagi pemerintah dalam hal ini penyelenggaran Pemuli yakni KPU perlu dibuka ke publik. 

"Jangan berdalih, rahasia anggaran itu merupakan rahasia negara lantas KPu tidak mau membuka ke publik," tegasnya.

Anggaran Pemilu tahun 2024 ini tidak sedikit, kata Fernando, bisa dilihat anggaran Pemilu pada tahun 2019 hanya sekitar Rp 25,7 triliun. Pada Pemilu tahun 2024 ini anggaranya sebesar Rp71,3 triliun. 

"Ini terjadi kenaikan dua kali lipat. Namun, penyelenggaraan Pemilu banyak menilai kritikan dari banyak kalangan. Ini kan ada yang janggal,” ungkapnya.

Pun dia meminta KPU tak segan-segan membuka anggaran Pemilu itu ke publik. Terlebih anggaran KPU yang  digunakan untuk melakukan rekapitulasi suara.

Di lain sisi, Fernando mengaku mendapatkan informasi jika server yang digunakan KPU dalam rekapitulasi suara Pemilu tidak berada di Indonesia. 

"Berapa anggaran itu harus dibuka ke publik. Apa mungkin KPU lebih memilih server diluar negeri itu untuk kepentingan lain. Itu jadi pernyataan besar bagi kami,” jelas Fernando.

Agar tidak terjadi saling sungkawa antar pasangan calon presien sistem Sirekap yang dimiliki KPU, tegas dua, harus dilakukan audit investigatif secara menyeluruh. Dalam hal ini, dengan disaksikan perwakilan dari tiga calon presiden, pakar, KPU serta tim independen sistem Sirekap harus di audit secara menyeluruh. 

"Audit investigafif perlu dilakukan agar proses penghitungan suara berjalan transparan. Meskipun calon yang tidak puas bisa mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi,” tandasnya. 

Habiskan Anggaran, Hasil Nihil!

Sirekap dinilai sudah menghabiskan banyak anggaran, tetapi hasilnya nihil. Ketua DPP PAN Saleh Partaonan Daulay mendesak KPU untuk segera memperbaiki Sirekap agar rakyat bisa melihat langsung hasil perhitungan suara Pemilu 2024. 

Dia menegaskan bahwa KPU menyiapkan Sirekap menggunakan uang rakyat. Namun, rakyat tidak bisa mengawal semua tahapan pemilu karena teknologi Sirekap bermasalah. "Anggarannya kan lumayan besar ya. Jadi, ini sangat perlu segera diperbaiki agar masyarakat bisa berpartisipasi dalam mengawal semua tahapan pemilu," tutur Saleh di Jakarta, Senin (19/2/2024). 

Kkhusus untuk Pileg 2024, Sirekap juga sangat bermasalah karena ada banyak perbedaan jumlah perolehan suara di sistem hasil hitung web KPU pada kolom Pileg DPR dan DPRD Provinsi. 

"Seharusnya formula perhitungan adalah jumlah suara sah seluruh caleg dalam satu partai ditambah dengan jumlah suara sah partai menjadi total perolehan suara sah suatu partai. 

Namun, pada web KPU total perolehan suara suatu partai berbeda dengan yang seharusnya," katanya. 

Selain itu, menurut Saleh, kesalahan Sirekap lainnya semakin terasa ketika persentase jumlah data yang masuk meningkat, tetapi perolehan suara caleg menjadi berkurang drastis. "Ini mungkin perlu penjelasan khusus agar semua memiliki pemahaman yang sama," ujarnya. Cek Berita dan Artikel yang l

Berapa sih Anggaran Pembuatan Sirekap ini?

Rincian anggaran untuk Sirekap termuat dalam dokumen Rincian Kertas Kerja Satker KPU RI T.A 2023. Di mana, termuat beberapa mata anggaran yang terkait dengan Sirekap. 

Misalnya, terdapat mata anggaran Bimbingan Teknis Penyelenggaraan Pemungutan, Penghitungan, dan Rekapitulasi Suara, Penetapan Hasil, serta Penggunaan Teknologi Informasi sebesar Rp4,3 miliar.

Selain itu, ada Bimtek Penggunaan Teknologi Informasi dalam Tahapan Pemungutan dan Penghitungan Suara, dan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara sebesar Rp2,7 miliar. 

Ada juga mata anggaran Penyiapan Substansi dan Bisnis Proses Penggunaan Sistem Teknologi Informasi dalam Pemungutan, Penghitungan, dan Rekapitulasi Suara Rp723 juta.

Kemudian, anggaran untuk konsultan IT Rp200 juta, pembangunan/pengembangan aplikasi dan mobile di dalam dan luar negeri Rp4,8 miliar, penerapan satu data kepemiluan KPU Rp750 juta, dan anggaran data dan informasi Rp8,2 miliar. 

Adapun sisanya, terdapat anggaran layanan operasional pelayanan TI sebesar Rp3,3 miliar, pemeliharaan infrastruktur TI Rp965 juta, perpanjangan lisensi firewall Rp910 juta, perpanjangan SSL Rp50 juta, serta dukungan teknologi informasi KPU Rp3,1 miliar. 

Namun anehnya, persoalan biaya pengembangan Sirekap menjadi salah satu pertanyaan publik. KPU  enggan membuka biaya pengadaan jasa dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk mengembangkan Sirekap untuk Pemilu 2024. “Itu enggak perlu kalau soal itu ya,” kata Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari. (wan)