Bawahan Dua Kali Diperiksa KPK, Menteri Bahlil Diterpa Isu Suap IUP

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 7 Maret 2024 03:02 WIB
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia (Foto: Istimewa)
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Direktur Hilirisasi bidang Mineral dan Batubara Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Hasyim Daeng Barang pada Selasa (5/3). 

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan Hasyim diperiksa soal pesanan izin tambang oleh Gubernur Maluku Utara nonaktif Abdul Ghani Kasuba (AGK) "Yang bersangkutan hadir dan didalami kembali pengetahuannya antara lain kaitan dugaan adanya pemberian izin usaha bagi pihak swasta,” ujar Ali, Rabu (6/3/2024).

Menurut Ali salah satu pokok persoalan yang didalami KPK adalah di bidang pertambangan tanpa melalui mekanisme. Pengeluaran izin diduga dilakukan atas pesanan Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba yang kini telah menjadi tersangka KPK. 

Meski demikian Ali belum memberikan keterangan lebih detail soal temuan penyidik KPK terkait izin tambang tersebut. Tim penyidik KPK juga telah memanggil sejumlah pejabat terkait kasus dugaan korupsi izin tambang tersebut. 

Beberapa di antara yang sudah diperiksa adalah Kasubdit Perencanaan Produksi dan Pemanfaatan Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Cecep Mochamad Yasin dan Kepala Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Provinsi Maluku Utara Bambang Heryawan. 

Ali mengatakan para pihak tersebut belum memenuhi panggilan penyidik KPK untuk memberikan keterangan. 

Apa Kata Menterian Investasi/BKPM?

Juru Bicara Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Tina Talisa mengatakan proses pemeriksaan yang sedang dijalani berkaitan dengan penugasan Hasyim sebelumnya di Pemerintah Provinsi Maluku Utara.

Tina menggarisbawahi bahwa proses pemeriksaan tersebut tidak berkaitan dengan Kementerian Investasi/BKPM. Apalagi, Hasyim telah dibebastugaskan dari posisi Direktur di Kementerian Investasi/BKPM tertanggal 2 Februari 2024.

”Sebelumnya Bapak Hasyim merupakan pejabat di Pemerintah Provinsi Maluku Utara yaitu sebagai Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral kemudian menjabat sebagai Staf Ahli Gubernur,” ujar Tina dalam siaran pers, Rabu (6/3/2024). 

“Sehingga perlu kami tegaskan sekali lagi bahwa proses yang berlangsung saat ini tidak ada kaitannya dengan Kementerian Investasi/BKPM, dan kaitannya justru dengan penugasan beliau sebelumnya di Pemerintah Provinsi Maluku Utara,” ungkap Tina.

Sebelumnya, Hasyim dipanggil 2 kali pada tanggal 24 Januari 2024 dan 1 Maret 2024 oleh KPK untuk dilakukan pemeriksaan sebagai saksi atas dugaan adanya pemberian izin usaha tanpa melalui mekanisme dan atas pesanan dari Gubernur Maluku Utara Nonaktif Abdul Gani Kasuba.

Bahli Diterpa Isu Suap IUP

Sementara itu, nama Bahlil Lahadalia belakangan tengah menjadi sorotan publik lantaran dia disebut-sebut melakukan penyalahgunaan wewenang dalam mencabut dan mereaktivasi IUP serta hak guna usaha (HGU) lahan sawit di beberapa daerah. 

Bahlil diduga meminta sejumlah imbalan uang hingga miliaran rupiah dalam menjalankan tugasnya sebagai pimpinan satgas tersebut. Dia juga dikabarkan meminta porsi saham dari perusahaan-perusahaan yang dicabut dan dipulihkan lagi IUP atau HGU-nya.

Pembentukan satgas tersebut mengacu pada Peraturan Presiden No. 70/2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi.

Sepanjang 2022, pemerintah melalui Kementerian Investasi/BKPM setidaknya telah mencabut 2.078 IUP, yang terdiri dari 1.776 IUP perusahaan tambang mineral dan 302 IUP perusahaan tambang batu bara. 

Secara total, luas wilayah lahan yang dicabut izinnya itu mencapai sekitar 3,2 juta hektare (ha) yang tersebar di seluruh Indonesia. Musabab pencabutan IUP tersebut dikarenakan para pemegang IUP itu tidak pernah menyampaikan rencana kerjanya, padahal izin sudah bertahun-tahun diberikan.

KPK akan Panggil Bahlil

KPK akan meminta klarifikasi terhadap Bahlil Lahadalia terkait proses perizinan pertambangan nikel di Maluku Utara (Malut).

Hal itu buntut desakan Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto yang meminta lembaga antirasuah itu memeriksa Bahlil dalam kapasitasnya sebagai Kepala Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi.

"KPK mencermati informasi yang disampaikan masyarakat atau laporan investigasi majalah Tempo. KPK akan mempelajari informasi tersebut dan melakukan klarifikasi kepada para pihak yang dilaporkan mengetahui atau terlibat dalam proses perijinan tambang nikel," tutur Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat dikonfirmasi, Senin (4/3/2024).

Menurut Alex, rencana tersebut akan diawali dengan koordinasi antara penyidik bersama Kementerian Investasi/BKPM agar proses itu dapat terlaksana.

"KPK akan berkoordinasi dengan Kementerian Investasi/BKPM," ungkapnya.

Desakan DPR

Sebelumnya, Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mendesak KPK melakukan pemeriksaan terhadap Menteri Investasi Bahlil Lahadalia dalam kapasitasnya sebagai Kepala Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi.

Dia diduga melakukan penyalagunaan wewenang dalam mencabut dan mengaktifkan kembali Izin Usaha Pertambangan (IUP) serta Hak Guna Usaha (HGU) lahan sawit di beberapa daerah.

"Keberadaan satgas penataan penggunaan lahan dan penataan investasi juga tumpang tindih. Harusnya tugas ini menjadi domain Kementerian ESDM karena UU dan kepres terkait usaha pertambangan ada di wilayah kerja Kementerian ESDM bukan Kementerian Investasi," tutur Mulyanto.
 
Mulyanto mengaku mendengar adanya informasi, bahwa Bahlil dikabarkan meminta uang imbalan miliaran rupiah atau saham di masing-masing perusahaan untuk dapat mencabut serta memberikan kembali IUP dan HGU. Atas dasar itu, dia lantas meminta KPK untuk segera memeriksa Bahlil.

Terlebih, dia menilai keberadaan satgas yang dipimpin Bahlil sarat dengan kepentingan politik, di mana pembentukannya dilakukan jelang kampanye Pilpres 2024. Mulyanto menduga, pembentukan satgas menjadi upaya legalisasi pencarian dana pemilu untuk salah satu peserta.

"Terlepas dari urusan politik saya melihat keberadaan satgas ini akan merusak ekosistem pertambangan nasional. Pemerintah terkesan semena-mena dalam memberikan wewenang ke lembaga tertentu,” jelas dia.

Mulyanto mengatakan, urusan tambang yang seharusnya menjadi kewenangan Kementerian ESDM pun kini malah diambil alih oleh Kementerian Investasi.

“Padahal terkait pengelolaan tambang tidak melulu bisa dilihat dari sudut pandang investasi tapi juga terkait lingkungan hidup dan kedaulatan pemanfaatan sumber daya alam nasional," tandas Mulyanto.