Berlomba-lomba dalam Kebaikan Mengusut Korupsi LPEI, KPK Jangan Baperan!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 20 Maret 2024 17:03 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI (Foto: MI/Aswan)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani melaporkan adanya empat perusahaan mengalami cicilan bermasalah dalam penerimaan fasilitas kredit Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dengan nilai Rp2,5 triliun, ke Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Senin (18/3/2024).

Keempat perusahaan itu adalah PT RII dengan dugaan fraud sebesar Rp1,8 triliun, PT SMR Rp216 miliar, PT SRI Rp1,44 miliar, dan PT PRS Rp305 miliar. 

Namun sehari setelahnya, KPK membeberkan bahwa pihaknya telah mengusut kasus ini dan sudah naik ke tingkat penyidikan. Padahal, Kemenkeu telah membentuk tim terpadu bersama LPEI, BPKP, JAMDatun dan Inspektorat Kemenkeu. Kredit-kredit bermasalah di LPEI seluruhnya akan diinvestigasi nantinya.

Menurut KPK, kasus ini melibatkan tiga debitur dari LPEI yakni PT PE, PT RII dan PT SMJL. Kerugian dari PT PE dengan nilai kerugian Rp 800 miliar, PT RII sebesar Rp 1,6 triliun, dan PT SMJL sebesar Rp 1,051 triliun. Adapun totalnya adalah Rp 3,4 triliun.

Marsyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menilai ini namanya "berlomba-lomba dalam kebaikan", ketika Kejaksaan Agung dapat laporan dari Menkeu Sri Mulyani terkait dengan dugaan korupsi LPEI, kemudian KPK juga menangani dan mengumumkan penyidikan. 

"Menurut saya ini ndak perlu rebutan. Karena masing-masing bisa berbagi, toh ini kan yang dilaporkan Menkeu Sri Mulyani. Di Kejagung itu kan 4 debitur. Yang ditangani KPK 1 debitur ,yang 3 kan bisa ditangani Kejagung dan mari cepat-cepatan kalau perlu Kejagung gas pol untuk 3 debitur. KPK gas pol 1 debitur," ujar Koordinator MAKI, Boyamin Saiman saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, Rabu (20/3/2024).

Kerugian kasus ini menurut Sri Mulyani atau Jaksa Agung ST Burhanuddin Rp 2,5 triliun lebih, sementara yang ditangani oleh KPK Rp 700 miliar. Jadi, tegas Boyamin, masih banyak peluang untuk melakukan keroyokan memberantas korupsi dan pasti juga ada debitur-debitur lain yang diduga bermasalah nanti bisa diambil oleh KPK dan Kejagung, bahkan Polri pun juga bisa ikut mengambil. 

"Karena menurut Sri Mulyani ada beberapa debitur lain yang jilid kedua. Jadi saya dorong Kejagung juga tetap menangani, KPK tetap menangani, yang sudah ditangani KPK ndak usah ditangani Kejagung. Kejagung cukup menangani yang  belum ditangani KPK, tiga debitur yang lain dan kalau perlu kita buat stap yang sama untuk cepat-cepatan, kita suruh berlomba," ungkap Boy sapaannya.

Merupakan hal yang bagus, lanjut Boy, kalau kemudian proses ini bisa menjadi lebih cepat karena "berlomba-lomba" dalam kebaikan itu lebih bagus. 

"KPK juga dulu menangani perkara yang ditangani Kejagung terkait dengan korupsi LNG Pertamina yang akhirnya tersangkanya Karen Agustiawan, sebenarnya itu dulu sudah ditangani oleh Kejagung, ketika diminta KPK ditangani, juga diberikan kok," beber Boy.

https://monitorindonesia.com/2021/04/images-9.jpeg

Jadi tidak ada rebutan, meskipun kemudian penanganannya lamban. Ketika ditangani KPK dalam kasus Karen Agustiawan yang tadinya targetnya hanya 3 bulan, tapi molor menjadi 1 tahun lebih. 

"Itu harus menjadi catatan KPK, karena dengan lambannya penanganan kasus Karen Agustiawan itu, harusnya dalam kasus LPEI ini tidak terlambat, tidak lamban, jangan mau kalah dengan Kejagung. KPK juga cepat jangan sampai lamban. Jangan kaya kasus Pertamina itu, padahal di Kejagung dulu sudah mau naik penyidikan," katanya.

Di lain sisi, Boy berharap kepada KPK agar tidak baper (bawa perasaan) bahwa Menkeu Sri Mulyani tidak percaya dengan KPK dan kemudian menyerahkan kepada Kejaksaan Agung, padahal kasus itu sebenarnya sudah ada di KPK kurang lebih satu tahun.

"Bu Menteri kan penasaran, sudah satu tahun di KPK kok belum ada tindaklanjutnya, tidak ada komunikasinya. Maka terus kemudian membawa ke Kejagung. Jadi KPK jangan baperlah".

"KPK cepat saja kalau memang sudah naik penyidikan, segera tetapkan tersangka dan diumumkan dan segera diproses hukum. Ditahan dan dibawa ke Pengadilan. Sementara yang lainnya biar ditangani Kejagung. Silakan saling bersinergi," imbuh Boyamin Saiman.