Kerugian Negara dari Pencurian Timah Lewati Kasus Asabri

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 30 Maret 2024 21:45 WIB
Suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis ikut ditetapkan sebagai tersangka ke-16 (Foto: Dok MI)
Suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis ikut ditetapkan sebagai tersangka ke-16 (Foto: Dok MI)
Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah membongkar dugaan korupsi timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk (TINS). Modus korupsi terjadi dengan cara yang spektakuler. 
 
Di area tambang TINS terjadi penambangan ilegal swasta dan hasil penambangan itu kemudian dijual ke TINS dengan harga yang lebih mahal dibanding jika BUMN tersebut menambangnya sendiri. Perlu diketahui, bahwa masalah pencurian timah ini sudah berlangsung lama, namun belum pernah terbongkar.
 
Dalam kasus ini, suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis ikut ditetapkan sebagai tersangka ke-16.  Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, mengungkapkan bahwa Harvey Moeis kooperatif selama proses pemeriksaan dan penangkapan. 
 
Namun, beberapa perbuatan yang disangkakan kepadanya masih membutuhkan klarifikasi yang lebih jelas. Hingga saat ini, Kejagung telah memeriksa 148 saksi terkait kasus ini. 
 
“Kalau pada saat pemeriksaan dan penangkapan yang bersangkutan adalah masih kooperatif ya, tapi memang ada beberapa perbuatan-perbuatan yang disangkakan atau yang ditanyakan, dikonfirmasi oleh teman-teman penyidik memang belum begitu dijawab dengan gamblang,” ujar Ketut, dikutip pada Sabtu (30/3/2024).
 
Harvey Moeis diduga terlibat dalam kasus ini sejak tahun 2018, di mana ia berperan sebagai penghubung antara PT RBT dengan pihak-pihak terkait di PT Timah. 
 
Bersama tersangka lainnya, MRPT, yang juga menjabat sebagai Direktur Utama PT Timah pada saat itu, mereka berusaha menghubungkan penambang ilegal di Bangka Belitung dan melakukan kesepakatan sewa-menyewa peralatan tambang serta menghubungkan penambang ilegal ke smelter.
 
“Nah dari sini mereka menghubungkan uang, ya kemudian ada uang tersebut, yang akan dilakukan ke depannya. Yang akan dilakukan ke depannya akan dilakukan untuk penyelamatan, tapi pada faktanya ternyata digunakan untuk kepentingan pribadi,” jelasnya. 
 
Uang yang terlibat dalam kesepakatan tersebut ternyata digunakan untuk kepentingan pribadi. Penindakan dalam kasus ini mencakup periode tahun 2015 hingga 2022, sedangkan keterlibatan Harvey Moeis terjadi antara tahun 2018 dan 2019. 
 
Selama hampir dua tahun, Harvey terlibat dalam kegiatan tersebut. Harvey Moeis adalah seorang pengusaha yang lahir pada 30 November 1985 dengan latar belakang Papua, Ambon, dan Makassar. 
 
Dia memiliki berbagai sumber penghasilan, terutama dari sektor pertambangan timah dan batu bara. Dalam bisnis pertambangan batu bara, Harvey menjabat sebagai Presiden Komisaris di PT Multi Harapan Utama (MHU), sebuah perusahaan tambang batu bara di Kalimantan Timur. 
 
Selain itu, Harvey juga memiliki bisnis di sektor pertambangan timah melalui perusahaan-perusahaan seperti PT Refined Bangka Tin (RBT), PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, CV Venus Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa, di mana ia menjadi pemegang saham.
 
Di PT RBT, Harvey adalah seorang pengusaha yang bertindak sebagai perwakilan. Perusahaan ini dikenal sebagai salah satu produsen Timah Murni Batangan terbesar di Indonesia, menghasilkan timah murni dengan kualitas tinggi di atas standar LME.
 
Lewati Kasus Asabri
 
Kasus ini ternyata mengakibatkan kerugian lingkungan hingga ratusan triliun rupiah. Dan, masih ada lagi kerugian negara yang sedang dihitung. Berdasarkan penghitungan ahli lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dalam jumpa pers di Kejaksaan Agung (Kejagung), setidaknya kerugian kerusakan hutan di Bangka Belitung (Babel) akibat kasus ini mencapai Rp271 triliun.
 
Jumlah itu adalah penghitungan kerugian kerusakan lingkungan dalam kawasan hutan dan nonkawasan hutan. Ahli dari IPB tersebut memerinci penghitungan kerugian dalam kawasan hutan dan nonkawasan hutan. 
 
Lebih jauh, tim ahli mendata total luas galian terkait kasus ini di Babel sekitar 170.000 hektare (10% dari luas Pulau Babel). Namun, luas galian yang memiliki IUP hanya 89.000 hektare. Kalkulasi kerugian tersebut didasarkan pada Permen LH Nomor 7 Tahun 2014.
 
“Dan, kerugian ini masih akan kita tambah dengan kerugian keuangan negara yang sampai saat ini masih berproses. Berapa hasilnya masih kita tunggu,” beber pihak Kejagung.
 
Dengan jumlah kerugian negara Rp 271 triliun itu, maka dapat dikatakan kasus korupsi timah ini adalah skandal korupsi terbesar yang pernah terjadi di Indonesia.
 
Atau melewati skandal korupsi terbesar kedua adalah Kasus BLBI tahun 2000 yang merugikan negara Rp 138,44 triliun.  Vonis perdana bagi terdakwa kasus BLBI ini terjadi pada 2003, yang menjerat oknum pejabat BI yang bersekongkol dengan para pemilik bank, seperti Hendro Budiyanto, Heru Supratomo, hingga Paul Sutopo Tjokronegoro yang dijebloskan ke penjara.
 
Sementara dari pihak penerima dana, sederet nama juga mulai diperiksa dan diadili hingga berlanjut menerima vonis bersalah. Salah satunya Sjamsul Nursalim bersama sang istri Itjih Nursalim, pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Keduanya diduga jadi pihak yang diperkaya dalam kasus BLBI, dan terindikasi merugikan keuangan negara Rp 4,58 triliun.
 
Kasus ketiga terbesar adalah penyerobotan lahan negara untuk kelapa sawit yang menyeret konglomerat Surya Darmadi pada 2023. Dalam kasus ini, negara rugi Rp 104,1 triliun.
 
Kemudian, kasus korupsi terbesar keempat terjadi di sektor minyak dan gas (migas). Yaitu, penunjukan langsung penjualan minyak mentah (kondensat) bagian negara sejak 23 Mei 2009 hingga 2 Desember 2011.
 
Kerugian negara dalam kasus ini mencapai US$ 2,7 miliar atau setara Rp35 triliun. Mereka yang dihukum dalam kasus ini, antara lain mantan Kepala BP Migas Raden Priyono, mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono, dan mantan Direktur Utama PT Trans Pacific Petrochemical Indonesia (TPPI) Honggo Wendratno.
 
Kasus korupsi terbesar keempat terjadi di sektor finansial. Yaitu, kasus penyimpangan dana investasi PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) yang merugikan negara sebesar Rp22,78 triliun.
 
Mereka yang terjerat kasus ini, antara lain kakak-beradik Benny Tjokrosaputro selaku Komisaris PT Hanson International Tbk (MYRX) dan Teddy Tjokrosaputro selaku pemilik PT Hokindo Mediatama.
 
16 Tersangka Korupsi Timah
 
1.Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT), selaku Direktur Utama (Dirut) PT Timah Tbk 2016-2021
 
2.Emil Ermindra (EE) selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk 2018
 
3.Alwin Albar (ALW) selaku direktur operasional PT Timah Tbk.
 
4.Suwito Gunawan (SG) Komisaris PT Stanindo Inti Perkasa
 
5.MB Gunawan (MBG) selaku Direktur PT Stanindo Inti Perkasa
 
6.Hasan Tjhie (HT) selaku Dirut CV Venus Inti Perkasa (VIP)
 
7.Kwang Yung alias Buyung (BY) selaku mantan komisaris CV VIP.
 
8.Robert Indarto (RI) sebagai direktur utama (Dirut) PT SBS
 
9.Tamron alias Aon (TN) sebagai pemilik manfaat atau benefit official ownership CV VIP (tersangak obstruction of jsutice)
 
10.Achmad Albani (AA) selaku manager operational CV VIP
 
11.Suparta (SP) selaku Dirut PT Refined Bangka Tin (RBT)
 
12.Reza Andriansyah (RA) selaku Direktur Pengembangan PT RBT.
 
13.Rosalina (RL) selaku General Manager PT Tinindo Inter Nusa (TIN).
 
14. Swasta Toni Tamsil
 
15. Helena Lim, Manager Marketing PT Quantum Skyline Exchange (QSE)
 
16. Harvey Moeis, perwakilan PT RBT
 
Akibat perbuatan yang merugikan negara ini, para tersangka di perkara pokok dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang  Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
 
Kemudian tersangka obstruction of justice dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (wan)