Kamaruddin Simanjuntak: Koruptor Timah dan Keluarganya Pantas Dimiskinkan!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 9 April 2024 13:32 WIB
Kamaruddin Simanjuntak, Pakar Hukum Pidana saat di Pengadilan Tipikor Jakarta (Foto: MI/Aswan)
Kamaruddin Simanjuntak, Pakar Hukum Pidana saat di Pengadilan Tipikor Jakarta (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Pakar hukum pidana, Kamaruddin Simanjuntak mengecam keras mega skandal korupsi komunitas Timah Rp 271 yang telah menyeret 16 tersangka.

Tersangka dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 itu terdiri dari perkara pokok, perintangan penyidikan (obstruction of justice) dan tindak pidan pencucian uang (TPPU).

Kamaruddin melihat betapa kontrasnya kehidupan para koruptor yang mewah, dengan nasib rakyat Indonesia yang kebanyakan masih harus berjuang untuk memenuhi kehidupan untuk keluarganya.

Oleh karena itu Kamarudin pun juga meminta Kejaksaan agar tidak hanya memiskinkan pelaku saja. Tetapi jika sudah mempunyai kekuatan hukum tetap berdasarkan putusan, pengadilan, istri, kakak, adik orang tua, keponakan pelaku korupsi itu pun sudah sepantasnya dimiskinkan dengan menyita semua milik mereka.

"Kita kerja keras setiap hari, begitu sulitnya mencari uang. Bahkan orang-orang Indonesia itu banyak saya kasih gratis di sini, tapi bagaimana orang ini kok hidupnya hura-hura. Terkesannya mewah-mewah, tapi buntut-buntutnya tidak enak. Ketahuan ditangkap korupsi, inilah yang tidak baik menurut saya," kata Kamaruddin dalam sebuah wawancara dikutip pada Selasa (9/4/2024).

"Karena dugaan saya, korupsi itu kan umumnya dialihkan kepada ayah, ibunya, suami atau istri, ponakan-ponakannya, dan kakak adiknya. Maka sudah layaknya mereka dimiskinkan," sambungnya.

Tak hanya dimiskinkan pelaku korupsi ini jika nantinya terbukti dan divonis bersalah oleh Hakim, menurut Kamarrudin bila perlu pelaku pun diganjar dengan hukum mati. Argumen tersebut dilontarkan oleh Kamarrudin Simanjuntak bertujuan untuk memberikan efek jerak kepada pelaku.

Sebab selama ini kasus korupsi di matanya ini tidak ada perubahan sama sekali. "Ini sudah benar pasal penerapan pasal 2 itu kan dan pasal 3 dan pasal 18 sama mereka. Tetapi yang saya maksudkan efek kejeraannya kok tidak ada selama ini. Oleh karena itu waktunya orang Indonesia ini menerapkan hukuman mati tidak-tidaknya dimiskinkan," tandas Kamaruddin Simanjuntak.

Dalam kasus ini, sebelumnya Kejaksaan Agung memanggil Sandra Dewi untuk menjadi saksi atas kasus dugaan tindak pidana korupsi suaminya, Harvey Moeis pada Kamis, 4 April 2024 pukul 09.25 WIB. 

Suami Sandra Dewi, Harvey Moeis, ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi dan tindakan pencucian uang pada Rabu, 27 Maret 2024.  Harvey ditetapkan sebagai tersangka dalam kapasitasnya sebagai perpanjangan tangan atau pihak yang mewakili PT RBT. 

Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Kuntadi mengatakan, Harvey bersama-sama dengan eks Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPP) alias RS mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan. 

"Sekira tahun 2018 sampai dengan 2019, saudara HM ini menghubungi Direktur Utama PT Timah yaitu Saudara MRPP atau Saudara RS alias Saudara RS dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah," kata Kuntadi di Kantor Kejagung, Jakarta, Rabu (27/3/2024).

MRPT ditetapkan tersangka lebih dahulu oleh Kejagung dalam kasus yang sama. Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, kata Kuntadi, akhirnya keduanya menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah. 

"Yang selanjutnya tersangka HM ini menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk ikut serta dalam kegiatan dimaksud," ujar dia.

Selanjutnya, tersangka Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan itu kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana coorporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Manager PT QSE, Helena Lim (HLN) yang juga menjadi tersangka.

"(Keuntungan yang disisihkan) diserahkan kepada yang bersangkutan dengan cover pembayaran dana CSR yang dikirim para pengusaha smelter ini kepada HM melalui QSE yang difasilitasi oleh TSK HLN," tandasnya.

Adapun Harvey diduga melanggar ketentuan Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi Jo Lasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

Sebelum Harvey, Kejagung telah menetapkan 15 tersangka yakni:

1. SG alias AW selaku pengusaha tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

2. MBG selaku pengusaha tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 

3. HT alias ASN selaku direktur utama CV VIP (perusahaan milik tersangka TN alias AN) 

4. MRPT alias RZ selaku direktur utama PT Timah Tbk tahun 2016-2021. 

5. EE alias EML selaku direktur keuangan PT Timah Tbk tahun 2017-2018. 

6. BY selaku mantan komisaris CV VIP 

7. RI selaku direktur utama PT SBS 

8. TN selaku beneficial ownership CV VIP dan PT MCN 

9. AA selaku manager operasional tambang CV VIP 

10. TT, tersangka kasus perintangan penyidikan perkara 

11. RL, general manager PT TIN 

12. SP selaku direktur utama PT RBT 

13. RA selaku direktur pengembangan usaha PT RBT 

14. ALW selaku direktur operasional tahun 2017, 2018, 2021 dan direktur pengembangan usaha tahun 2019-2020 PT Timah Tbk. 

15. Helena Lim alias HLN selaku Manager PT QSE (Tersangka TPPU)