Pejabat Kementan Buat Laporan Keuangan Fiktif Bisa Dipidana

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 24 Mei 2024 17:04 WIB
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata (Foto: Dok MI/Aswan)
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Pejabat Kementerian Pertanian (Kementan) yang membuat laporan keuangan fiktif secara normatif seharusnya dipidana. Adapun pejabat Kementan mengaku terpaksa membuat Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif untuk mendapatkan uang guna memenuhi permintaan pribadi eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). 

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan, modus korupsi seperti itu juga dilakukan banyak instansi lain dengan cara yang mirip.  

“Apakah nanti yang bersangkutan kemudian akan kita proses juga? Ya kalau kita mendasarkan pada hukum normatif harusnya kena, dia memalsukan loh, memalsukan dokumen fiktif,” kata Alex kepada wartawan, Jumat (24/5/2024). 

Kendati, penyidik juga akan mempertimbangkan aspek keterpaksaan bawahan SYL di Kementan. KPK juga membuka peluang untuk menyerahkan temuan korupsi berjenjang itu kepada pihak Inspektorat Kementan selaku pengawas internal dan mungkin tidak berakhir di persidangan. 

“Saya juga lihat, sumber daya kita terbatas menangani perkara yang seperti itu. Ada cara lainlah untuk membuat seseorang jera tanpa harus dengan memenjarakan,” tandas Alex.

Sebelumnya, sejumlah pegawai dan pejabat Kementan yang menjadi saksi dalam persidangan dugaan pemerasan dan gratifikasi SYL mengaku terpaksa harus memenuhi sejumlah permintaan SYL. 

Banyak dari permintaan tersebut merupakan kebutuhan pribadi SYL dan tidak dianggarkan dalam dana operasional menteri. Para pejabat eselon I Kementan akhirnya patungan yang kemudian disebut dengan uang sharing. 

Karena tidak memiliki uang, mereka mengaku sampai menaikkan pajak pembiayaan hingga memalsukan perjalanan dinas. 

Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Sesditjen PSP) Kementan Hermanto mengaku meminjam nama pegawai Kementan untuk membuat laporan perjalanan dinas fiktif. "Pinjam nama itu artinya dia tidak ada perjalanan dinas tapi dicairkan uangnya?" tanya Jaksa KPK, Rabu (8/5/2024). 

"Iya, untuk mengumpulkan supaya terpenuhi," kata Hermanto. 

Dalam perkara itu, Jaksa KPK menduga SYL menerima uang sebesar Rp 44,5 miliar hasil memeras anak buah dan Direktorat di Kementan untuk kepentingan pribadi dan keluarga. 

Pemerasan ini diduga dilakukan SYL dengan memerintahkan eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta; dan eks Sekjen Kementan, Kasdi Subagyono; Staf Khusus Bidang Kebijakan, Imam Mujahidin Fahmid; dan ajudannya, Panji Harjanto.

Topik:

SYL KPK Kementan