Soal WTP Kementan, BPK Tak Temukan Dugaan Pelanggaran Etik Auditor

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 3 Juni 2024 13:42 WIB
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI (Foto: Dok MI/Aswan)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Beredar kabar bahwa Kementerian Pertanian (Kementan) RI diduga menyuap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI agar mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap kinerja Kementan. 

Hal itu terungkap dalam persidangan dugaan kasus korupsi eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) belum lama ini. Disebutkan, bahwa ada dua oknum auditor BPK yang disebutkan saksi dalam sidang itu, yakni inisial Victor dan Herul Saleh.

Kendati, berdasarkan sumber Monitorindonesia.com di BPK RI, bahwa berdasarkan pemeriksaan BPK, tidak ditemuakan dugaan pelanggaran kode etik.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya telah memfasilitasi BPK RI memeriksa dugaan pelanggaran etik auditor BPK itu, termasuk juga SYL. Saat itu  Victor turut diperiksa. 

Sementara pada pemeriksaan internal di BPK, juga tidak ditemukan juga dugaan pelanggaran etiknya. "Sudah diperiksa keduanya, tidak ditemukan dugaan pelanggaran etiknya," kata sumber Monitorindonesia.com, Senin (3/6/2024).

Sebelumnya, BPK juga menyanggah tudingan tersebut. BPK menegaskan, dalam setiap pelaksanaan tugas pihaknya berkomitmen untuk menegakkan nilai-nilai dasar BPK yaitu independensi, integritas dan profesionalisme. 

Jika ada kasus pelanggaran integritas, hal itu disebut dilakukan oleh oknum yang telah melakukan pelanggaran kode etik.

"Pelaksanaan tugas pemeriksaan BPK dilakukan berdasarkan standar dan pedoman pemeriksaan serta dilakukan reviu mutu berjenjang (quality control dan quality assurance). Apabila ada kasus pelanggaran integritas, maka hal tersebut dilakukan oleh oknum yang akan diproses pelanggaran tersebut melalui sistem penegakan kode etik," kata BPK dalam keterangannya.

Pun, BPK menekankan bahwa pihaknya akan menghormati proses persidangan kasus hukum tersebut dan mengedepankan asas praduga tak bersalah.

"BPK mendukung upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dan tidak mentolerir tindakan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, kode etik, standar dan pedoman pemeriksaan," katanya.

Saat ini BPK telah membangun sistem penanganan atas pelaporan pelanggaran (whistleblowing system) dan program pengendalian gratifikasi untuk memitigasi risiko terjadinya pelanggaran kode etik BPK, termasuk pemrosesan dan pemberian hukuman kepada oknum di BPK yang terbukti melanggar kode etik, melalui Majelis Kehormatan Kode Etik BPK.

SYL tak pernah dengar bayar WTP
SYL membantah memerintah terkait pemberian uang sebesar Rp 12 miliar kepada BPK demi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). SYL mengaku tidak pernah mendengar perihal WTP tersebut.

Hal itu disampaikan SYL dalam sidang kasus pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian dengan terdakwa Syahrul Yasin Limpo, Muhammad Hatta, dan Kasdi Subagyono, di PN Jakarta Pusat, Senin (13/5/2024). 

SYL mengatakan dirinya hanya meminta para Dirjen untuk memberikan atensi atas temuan BPK. "Saya tidak pernah dengar ada bayar-bayar WTP, saya nggak dengar itu," kata SYL.

SYL mengatakan temuan BPK harus diatensi oleh semua Dirjen. Menurutnya, saat itu, dia hanya meminta agar para Dirjen mengkoordinir temuan BPK dengan baik.

"Kalau ada temuan dari hasil temuan paparan BPK, saya kan minta untuk diatensi, semuanya Dirjen harus melakukan untuk menyelesaikan dan ini harus terkoordinir dengan baik," katanya.

Sebagaimana diberitakan bahwa dugaan kasus jual beli status WTP itu diungkap Sekretaris Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan Hermanto saat menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi dengan terdakwa SYL selaku eks Menteri Pertanian, Rabu (8/5/2024).

Hermanto mengungkap ada beberapa program Kementan yang menjadi perhatian auditor, salah satunya program food estate. Lalu auditor BPK bernama Victor, kata Hermanto, meminta Rp12 miliar agar Kementan tetap diberikan predikat WTP meski ada temuan kejanggalan.

"Permintaan itu disampaikan untuk disampaikan kepada pimpinan, untuk nilainya kalau enggak salah, saya diminta Rp12 miliar untuk Kementan," kata Hermanto dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta kala itu.

"Enggak, kita tidak penuhi. Saya dengar tidak dipenuhi. Saya dengar mungkin enggak salah sekitar Rp5 miliar atau berapa. Yang saya dengar-dengar," imbuhnya.

Sementara itu, SYL juga membantah dugaan permainan WTP di Kementan. "Saya tidak pernah dengar ada bayar-bayar WTP. Saya enggak dengar itu," ujar SYL di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (13/5/2024).

Menurut SYL, setiap temuan BPK harus diatensi oleh setiap direktur jenderal. Ia mengaku pada saat itu hanya meminta anak buahnya mengoordinasi temuan BPK dengan baik,

Adapun dalam surat dakwaan, SYL diduga menerima gratifikasi dengan nilai mencapai Rp 44,5 miliar. Dalam sidang tersebut, sejumlah saksi menyebutkan SYL juga memerintahkan penggunaan anggaran Kementan untuk membayarkan keperluan pribadi keluarganya. Beberapa kepentingan pribadi yang diduga diambil dari APBN itu adalah untuk membayar kartu kredit, uang jajan istri, hingga pembayaran cicilan mobil.

Di waktu yang bersamaan ketika kasus korupsi ini terjadi pada 2020-2023, BPK memberikan opini WTP untuk laporan keuangan Kementerian Pertanian. Misalnya pada 2022, BPK menyebut laporan keuangan di Kementan bersih dan layak mendapatkan WTP.