Senayan Sentil Kimia Farma: Gak Ada Alasan Tutup Pabrik

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 19 Juni 2024 17:52 WIB
Komisi VI gelar RDP dengan dirut-dirut Holding Farmasi BUMN (Foto: MI/Dhanis)
Komisi VI gelar RDP dengan dirut-dirut Holding Farmasi BUMN (Foto: MI/Dhanis)

Jakarta, MI - Anggota Komisi VI DPR M Husni, menyoroti kerugian yang terus menggeorogoti perusahaan holding farmasi BUMN yang salah satunya adalah PT Kimia Farma Tbk. 

Hal itu disampaikan Husni dalam RDP Komisi VI DPR dengan Direktur Utama (Dirut) PT Bio Farma (Persero), Dirut PT Kimia Farma Tbk, Dirut PT Indofarma Tbk, dan Dirut PT Industri Nuklir Indonesia (Persero) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (19/6/2024). 

Kata Husni, industri kesehatan Indonesia saat ini sedang tidak sehat, sehingga perlu adanya perhatian khusus untuk menyembuhkannya. 

"Hari ini kita cerita tentang kesehatan, kita cerita tentang obat-obatan, yang tujuannya adalah menyehatkan bangsa dan penduduk kita. Tapi, di satu sisi yang kita hadapi adalah perusahaan-perusahan kesehatan yang tidak sehat. Mohon maaf bapak-bapak," kata Husni. 

Lebih anehnya kata Husni, 10 pabrik yang dimiliki oleh Kimia Farma justru kemudian akan ditutup. Padahal sewaktu membangun membutuhkan modal besar. 

"Hebat ini Pak, bangun pabrik itu setengah mati, tapi kalau meninggalkannya seperti tekan tombol saja," heran dia. 

Kata Husni, tak ada alasan bagi Kimia Farma untuk terus mengalami kerugian, mengingat banyaknya rujukan ke Kimia Farma terkait obat-obatan dan lain-lain. 

"Sebenarnya ndak ada alasan Kimia Farma merugi. Cuma akibat terjadi manipulasi keuangan dan lain sebagainya, inilah yang terjadi," ujarnya. 

Apalagi lanjut Husni, ketika masa pandemi COVID-19 hampir semua perusahan industri obat di seluruh dunia, mengalami keuntungan. Namun, ia heran kenapa Kimia Farma justru rugi. 

"Apalagi pada masa Covid-19, boleh dikatakan ndak ada industri farmasi yang sakit, semua untung, semua happy. Saya ndak tahu alasannya apa pabrik mau ditutup sampai lima?" kata Husni tak habis pikir. 

"Kalau inefisiensi, bikin efisiensi. Apalagi kita dengan 270 juta penduduk, industri obat ini mestinya naik, naik, dan terus meningkat. Begitu juga Bio Farma. Kenapa penjualannya naik, tapi keuntungannya menurun. Apakah disitu ada pemborosan, ada kesalahan dan lain sebagainya," tambahnya menegaskan.