Pemprov Malut Tegaskan Sebelum Jatuh Tempo THR Karyawan Wajib Dibayar, Nirwan Turuy: Jangan Dicicil

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 21 Maret 2024 18:15 WIB
Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Pengawasan Disnakertrans Malut, Nirwan Turuy (Foto: MI/Ist)
Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Pengawasan Disnakertrans Malut, Nirwan Turuy (Foto: MI/Ist)

Sofifi, MI - Pemerintah Provinsi Maluku Utara (Malut) melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) menghimbau kepada seluruh perusahaan yang beroperasi di Maluku Utara agar taat pada aturan. Terutama tanggungjawab perusahaan untuk membayar THR kepada karyawan.

“Kami berharap, sesuai arahan Ibu Menteri sebelum 7 hari lebaran Idul Fitri pihak perusahaan sudah harus bayar THR karyawan,” ucap Kabid Hubungan Industrial dan Pengawasan Disnakertrans Malut Nirwan Turuy, kepada wartawan, Kamis (21/3/2024).

Menurut dia, hal ini berdasarkan surat edaran dari Menteri Ketenagakerjaan RI Ida Fauziyah Nomor M/2/HK.04/III/2024 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2024 Bagi Pekerja atau Buruh di Perusahaan.

Selain itu, kata dia, dalam surat tersebut yang ditandatangani Menteri Ida Fauziyah pada tanggal 15 Maret tersebut yang ditujukan kepada gubernur seluruh Indonesia ini, lebih ditekankan pada pemberian THR keagamaan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pengusaha kepada pekerja atau buruh. THR keagamaan wajib dibayarkan secara penuh dan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan.

“Kami pertegas kembali bahwa THR harus dibayar penuh dan tidak boleh dicicil. Saya minta perusahaan agar memberikan perhatian dan taat terhadap ketentuan ini,” harapnya.

Dia menjelaskan, terkait THR keagamaan ini diberikan kepada pekerja atau buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih, baik yang mempunyai hubungan kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).

Tidak hanya itu, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), termasuk pekerja atau buruh harian lepas yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan wajib mendapatkan THR.

“Kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan THR sebesar 1 bulan upah. Sedangkan, bagi pekerja atau buruh dengan masa kerja 1 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional sesuai dengan perhitungan masa kerja bulan dibagi 12 bulan dikali 1 bulan upah,” jelasnya.

Sementara itu, terkait pekerja atau buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas, dia menyampaikan bahwa bagi pekerja atau buruh dengan masa kerja 12 bulan atau lebih maka upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan. Sedangkan, bagi pekerja yang masa kerjanya kurang dari 12 bulan maka upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja tersebut.

“Untuk pekerja atau buruh yang menerima upah dengan sistem satuan hasil, maka perhitungan upah 1 bulan didasarkan pada upah rata-rata 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan,” ungkap Nirwan.

Ditambahkannya, bagi perusahaan yang dalam Perjanjian Kerja (PK), Peraturan Perusahaan (PP), Perjanjian Kerja Bersama (PKB), dan atau Kebiasaan yang berlaku di perusahaan telah mengatur besaran THR lebih baik dari ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk itu, THR yang dibayarkan kepada pekerja atau buruh ini sudah sesuai dengan PK, PP, PKB, atau kebiasaan.

“Kepada perusahaan yang dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama, dan Kebiasaan yang berlaku di perusahaan telah mengatur besaran dari THR lebih baik dari ketentuan peraturan perundangan-undangan, maka THR yang dibayarkan kepada pekerja atau buruh tersebut sudah sesuai dengan PK, sesuai dengan PP, sesuai dengan PKB, maupun sesuai dengan Kebiasaan yang berlaku di perusahaan itu sendiri,” tutupnya. (RD).