Demokrat Soroti Nasib Kesejahteraan Nelayan Lokal
![Dhanis Iswara](https://monitorindonesia.com/storage/media/user/avatar/VoNo6JTUrDAPOfAguLpW0li1Z5jIpivBSpcblvgu.jpg )
![Demokrat Soroti Nasib Kesejahteraan Nelayan Lokal Ilustrasi Nelayan (Foto: Dhanis/MI)](https://monitorindonesia.com/storage/news/image/c251ced9-171c-40a7-acbc-2dd63d3c1938.jpg)
Jakarta, MI - Anggota Dewan Pertimbangan Partai Demokrat Santoso, menyoroti soal kejelasan nasib bagi para nelayan dan kondisi laut Indonesia saat ini yang dinilai belum mensejahterakan nelayan.
"Sebagai negara yang memiliki laut yang lebih luas dari daratan serta bentang pantai 5 besar di bumi. Laut kita belum dapat mensejahterakan para nelayan yang bergantung hidup di laut," kata Santoso kepada Monitorindonesia.com, Jumat (24/11).
Anggota Komisi III DPR RI itu menilai, laut Indonesia lebih menguntungkan para pemilik modal dan nelayan asing, ketimbang nelayan lokal yang harus bersusah payah dalam mencari ikan.
Pasalnya aturan mengenai penangkapan ikan terukur berbasis kuota yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur, dianggap telah menyulitkan nelayan.
"Apalagi bagi rakyat Indonesia. Laut Indonesia saat ini hanya menguntungkan para pemilik modal dan nelayan asing yang merampok ikan-ikan kita di laut yang kita miliki," ujarnya.
"Saatnya nelayan berdaulat pada lautnya sendiri," imbuhnya.
Sementara itu, ratusan nelayan yang tergabung dalam Barisan Muda Nelayan Pantura (BMNP) menggelar aksi demonstrasi menuntut agar aturan pemerintah tidak memberatkan para nelayan.
Aksi tersebut dilakukan di depan Kantor Pendataan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di TPI Unit II Juwana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Jumat (24/11). Massa aksi juga membentangkan sebuah banner bertuliskan, 'Tolong kami nelayan Bapak Presiden', 'Harga ikan hancur'.
"Ada perbedaan pemahaman soal aturan yang dikeluarkan oleh KKP dengan kondisi ikan yang ada di lapangan, harusnya itu ada regulasi antara penetapan dari KKP dan kondisi yang ada di lapangan," kata Koordinator aksi Jaharudin.
Dalam tuntutan tersebut, para nelayan sangat menyesalkan soal aturan mengenai kapal-kapal yang tidak berlayar, tetapi dibebani PNBP dengan tarikan yang bervariasi, dan itu dinilai sangat membebani para nelayan.
"Kami para nelayan sangat keberatan. Kenapa? Kapal berlayar dan tidak berlayar masih ditarik PNBP, dan tarikannya bervariasi, Rp80 juta sampai Rp150 juta," tukasnya.
Selain itu, massa aksi lainnya juga mengeluhkan harga ikan laut saat ini yang tengah anjlok. Hal itu tak sebanding dengan pengeluaran nelayan untuk melaut. Belum lagi nelayan harus membayar pajak mencapai puluhan juta.
"Saya mohon ya Pak, Pak yang pintar-pintar kasihan kami nelayan ya Pak. Nelayan itu sejak dulu belum pulang, solarnya Rp 12 ribu, mahal Pak. Ikannya dilelang cuma Rp 5 ribu sampai Rp 6 ribu Pak, di global (normalnya) Rp 10 ribu. 50 ton itu bayar Rp 20 juta pajaknya," keluh Sumiati salahsatu peserta aksi. (DI)
Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya
![ASN Berprestasi Urus Jakarta, Demokrat Beberkan Hasil Kerja Excellence Heru Budi Ketua DPD Partai Demokrat, Mujiyono membeberkan deretan prestasi Heru Budi Hartono. [Foto: Ist]](https://monitorindonesia.com/storage/news/image/mujiyono.webp)
ASN Berprestasi Urus Jakarta, Demokrat Beberkan Hasil Kerja Excellence Heru Budi
7 jam yang lalu
![Khawatir Ada Pemanfaatan Rekening TPPU oleh Oknum APH, Legislator: PPATK Wajib Memberikan Data Itu ke Komisi III Anggota Komisi III DPR RI, Santoso (Foto: Dhanis/MI)](https://monitorindonesia.com/storage/news/image/anggota-komisi-iii-dpr-ri-santoso-foto-dhanismi.webp)
Khawatir Ada Pemanfaatan Rekening TPPU oleh Oknum APH, Legislator: PPATK Wajib Memberikan Data Itu ke Komisi III
27 Juni 2024 11:01 WIB
![KIM Buat Kesepakatan Sementara, Demokrat: Ridwan Kamil di Jakarta dan Dedi Mulyadi Jabar Ketua DPP Partai Demokrat, Herman Khaeron (Foto: MI/Dhanis)](https://monitorindonesia.com/storage/news/image/herman-khaeron.jpg)
KIM Buat Kesepakatan Sementara, Demokrat: Ridwan Kamil di Jakarta dan Dedi Mulyadi Jabar
26 Juni 2024 13:38 WIB