Ongkos Pilkada Mahal Alasan Gubernur DKI Ditunjuk Presiden, Pengamat: Akal-akalan Saja!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 11 Desember 2023 16:16 WIB
Pengamat Politik Fernando Emas (Foto: Dok MI)
Pengamat Politik Fernando Emas (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Sangat wajar kalau banyak masyarakat menolak klausul gubernur Daerah Khusus Jakarta yang diatur dalam RUU DKJ karena dalam rancangan gubernur dipilih oleh Presiden, kata pengamat politik Fernando Emas.

Maka demikian, Fernando Emas begitu disapa Monitorindonesia.com, Senin (11/12) menegaskan bahwa tidak ada alasan yang mendasar bagi DPR dan pemerintah merubah pemilihan gubernur Jakarta dari pemilihan langsung menjadi dipilih oleh Presiden.

"Saya juga tidak setuju kalau gubernur langsung ditunjuk oleh presiden karena alasan biaya tinggi untuk pelaksanaan pilkada tidak cukup kuat dan mendasar menjadikan gubernur Jakarta ditunjuk oleh Presiden," kata Fernando.

Kalau DPR dan pemerintah tetap memaksakan dalam UU DKJ mengatur bahwa Gubernur Jakarta dipilih oleh Presiden, menurut Fernando, sangat berpotensi akan dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Baca Juga: RUU DKJ Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden Mengebiri Hak Demokrasi

"Kalau hanya karena alasan biaya pilkada mahal karena calon gubernur dan wakil gubernur harus meraih suara 50% plus satu, sebaiknya ketentuan tersebut dirubah sehingga cukup hanya meraih minimal 30% persen sudah bisa memenangkan pilkada," katanya.

Fernando pun menegaskan bahwa mahalnya biaya pemilihan kepala daerah (pilkada) Jakarta tidak bisa dijadikan alasan untuk mengatur penunjukan langsung gubernur dan wakil gubernur oleh Presiden. 

Daftar pemilih tetap di Jakarta saat ini sekitar 8 juta orang. Menurut dia, jumlah ini terbilang lebih sedikit daripada provinsi lain di Indonesia yang memiliki puluhan juta pemilih.

"Alasan yang sangat dibuat-buat atau akal-akalan saja kalau hanya karena alasan biaya besar. DPR jangan menghilangkan hak rakyat untuk menentukan siapa pemimpinnya dengan memberikan pada presiden," tandas Fernando.

Sebagai informasi, dalam pasal 10 Ayat (2) dikatakan bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD. Dengan demikian, pemilihan gubernur nantinya tidak dipilih langsung oleh masyarakat melainkan presiden.

Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Achmad Baidowi (Awiek) menegaskan bahwa penetapan langsung ini tidak menghilangkan proses demokrasi. Menurutnya proses demokrasi terjadi dalam menentukan nama-nama calon gubernur di DPRD sebelum diberikan kepada Presiden.

Perlu digaribawahi juga, bahwa RUU DKJ sebenarnya digodok sebagai respons atas UU Nomor 3 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) yang menetapkan ibu kota Indonesia baru di Kalimantan.

Baca Juga: Basa-basi Tolak RUU DKJ Usai Disetujui hingga Eks Gubernur DKI Bilang "Jika Tak Ada Pemilihan Langsung Tidak Mungkin Pak Jokowi.....

Pasal 41 UU tersebut mengamanatkan pemerintah dan DPR melakukan perubahan terhadap UU Nomor 29 tahun 2007 tentang Pemprov DKI sebagai Ibu Kota NKRI.

Secara keseluruhan, RUU DKJ sejatinya mengatur tata kelola, bentuk, serta susunan pemerintahan Jakarta setelah status ibu kota negara berpindah ke IKN.

Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 RUU itu, Jakarta nantinya tak lagi disebut sebagai Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, melainkan Daerah Khusus Jakarta (DKJ).

Jakarta kemudian akan menjadi daerah otonomi khusus dengan ibu kota provinsi yang nantinya ditetapkan melalui peraturan pemerintah.

Setelah melepas status sebagai ibu kota negara, Jakarta akan dijadikan daerah khusus yang menjadi pusat perekonomian nasional, kota global, dan kawasan aglomerasi.

Baca Juga: RUU DKJ Gubernur dan Wagub Ditunjuk Presiden, Akal Bulus Siapa?

Dalam Pasal 3 ayat (2), dijabarkan bahwa fungsi DKJ nantinya sebagai pusat perdagangan, pusat kegiatan layanan jasa dan layanan jasa keuangan, serta kegiatan bisnis nasional, regional, dan global.

Dari keseluruhan ketentuan dalam RUU DKJ, satu pasal memicu kontroversi, yaitu Pasal 10 ayat (2) yang berbunyi, “Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD.”

Gubernur dan wakil gubernur DKJ akan menjabat selama lima tahun. Setelah itu, mereka bisa diangkat lagi untuk satu periode yang juga berdurasi lima tahun. (Wan)