Komisi VII Ungkap Problem Hilirisasi di Indonesia

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 8 Maret 2024 14:50 WIB
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Bambang Haryadi (Foto: Ist)
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Bambang Haryadi (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Bambang Haryadi, mengatakan bahwa belum maksimalnya hilirisasi pertambangan di Indonesia karena adanya masalah pada regulasi fiskal yang tak mendukung hilirisasi. 

“Problemnya adalah regulasi fiskal yang sekaligus tidak mendukung hilirisasi itu sendiri," kata Bambang, seperti dikutip dari dpr.go.id Jumat (8/3/2024).

Kata Bambang, barang-barang tambang yang masih mentah seperti Nickel memiliki nilai pajak pendapatan negara (Ppn) yang besar di Indonesia ketimbang produk yang sama dari luar negeri. 

"Yang kita ketahui, barang-barang setengah jadi seperti Nickel Ingot, Nickel Pig Iron (NPI), masih dipungut Ppn 11%. Hal ini justru lebih mahal ketimbang mendapatkan produk dari luar negeri," ungkapnya. 

Untuk itu, kata dia, solusi dari masalah tersebut adalah dengan menghapus nilai besaran Ppn yang ada saat ini. 

"Jadi menurut saya, mungkin saja orang pajak bilang ‘itukan bisa restitusi?’ tapi bagi saya hal itu tidak menarik. Solusinya ya Ppn 11% yang dihapus saja," ucapnya.