IPW Endus Kecurigaan Komisi VII dan Bahlil Bermain Mata Soal IUP dan HGU

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 14 Maret 2024 13:56 WIB
Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia (Foto: MI/Dhanis)
Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia (Foto: MI/Dhanis)

Jakarta, MI - Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, menyoroti Komisi VII DPR RI yang tak kunjung membentuk Panitia khusus (pansus) dugaan penyalahgunaan wewenang pencabutan dan pengaktifan izin usaha pertambangan (IUP) dan hak guna usaha (HGU) oleh Menteri Investasi Bahlil Lahadalia. 

Padahal kata dia, Komisi VII DPR sebelumnya telah membuka ruang pembentukan pansus tersebut, namun kasus ini sekarang seperti layu sebelum berkembang, sehingga patut dicurigai ada kesepakatan politik di dalamnya. 

"Kalau pansus layu sebelum berkembang, artinya ini putusan politik berlatar belakang kepentingan tertentu. Bisa saja sudah ada deal-deal yang disepakati," Sugeng kepada wartawan, dikutip Kamis (14/3/2024).

Sugeng juga tak memungkiri, bahwa pansus memang sarat dengan kepentingan politik. Sama halnya dengan hak angket dan interpelasi yang dinilai sarat kepentingan politik untuk bagi-bagi kekuasaan. 

"Pansus, angket, dan interpelasi adalah proses politik yang dinamis dan selalu sarat kepentingan pembagian kue kekuasaan," ujarnya.

Seharusnya kata Sugeng, Komisi VII sebagai mitra kerja Kementerian Investasi harus bersikap tegas merespons dorongan pembentukan pansus. Sebab, Bahlil juga diduga meminta fee sebesar Rp25 miliar kepada pengusaha tambang yang ingin mengaktifkan perizinannya.

Sehingga dengan adanya pansus, diharapkan dapat membongkar kasus tersebut. Melalui pansus pula, DPR bisa melakukan penyelidikan lebih mendalam.

"Ini berbeda dengan aksi hukum. Kalau ada bukti, laporkan ke APH (Aparat Penegak Hukum) untuk diselidiki sebagai dugaan tindak pidana," terangnya.

Lebih lanjut, Sugeng juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar menyelidiki dugaan kasus upeti yang dilakukan Bahlil. Sebab, dalam kasus itu ada indikasi penyalahgunaan wewenang.

"Saya malah sarankan kalau ada bukti dugaan korupsi dalam jabatan, laporkan ke penegak hukum, yaitu ke KPK atau Kejaksaan Agung dan Polri," tuturnya.