Indonesian Ekatalog Watch (INDECH) Desak KPK Lekas Ungkap Dugaan Korupsi PT Askrida Rp 4,4 Triliun

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 19 Juli 2024 6 jam yang lalu
PT Asuransi Bangun Askrida (ABA) (Foto: Dok MI/Aswan)
PT Asuransi Bangun Askrida (ABA) (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Indonesian Ekatalog Watch (INDECH) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar lekas mengungkap dugaan korupsi oleh PT Asuransi Bangun Askrida (ABA) Rp 4,4 triliun yang tersendat.

KPK belum banyak bicara soal kasus ini, hanya saja semua laporan yang dilayangkan tetap akan ditelaah. Jika ditemukan alat bukti yang cukup maka akan ditingkatkan ke tahap penyidikan hingga penetapan tersangka.

Praktik dugaan korupsi ini diduga terjadi pada 2018-2022, bahwa uang korupsi Askrida mengalir ke sejumlah kepala daerah pemilik saham Askrida, termasuk gubernur Sumatera Barat, Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah.

"Saya kira KPK dapat memeriksa para gubernur itu dan bekerja sama dengan PPATK menelusuri transaksinya sebagaimana laporan dari IAW. Yakni Gubernur Sumatera Barat periode 2018-2022 hingga Gubernur DKI Jakarta 2018-2022," kata Hikmat Siregar, Manajer Investigasi INDECH kepada Monitorindonesia.com, Jum'at (19/7/2024).

Hikmat pun turut berharap, KPK dapat menindaklanjuti dan mengusut laporan tersebut. Hal itu, kata Hikmat, untuk membuktikan keseriusan KPK dalam memberantas korupsi di daerah. 

"Tindak lanjut laporan kepada KPK diharapkan juga diharapkan dapat menimbulkan efek jera, sekaligus mencegah korupsi di masa mendatang. Apa lagi saat ini jelang pilkada. Mereka mantan gubernur tidak menutup kemungkinan baka calon lagi," imbuhnya.

Adapun KPK dikabarkan telah mengekspose kasus ini atau telah menaikkan ke tahap penyelidikan. Hanya saja, Jubir KPK, Tessa Mahardika Sugiarto saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com pada beberapa waktu lalu enggan menjelaskan perkembangan kasus ini.

"Pada prinsipnya bila dokumen yang diajukan sebagai lampiran laporan lengkap, akan diproses dan ditindaklanjuti. Bila tidak, akan dimintakan untuk dilengkapi terlebih dahulu oleh pelapor," kata Tessa.

Secuil latar belakang, pengaduan dari Indonesian Audit Watch (IAW) kepada KPK tanggal 17 Maret 2023 lalu, terkait kasus dugaan korupsi PT ABA yang libatkan para Gubernur saat terbitkan SK penyertaan modal PT ABA, dan atau penarikan uang cash untuk biaya komisi dari tahun 2018 sampai 2022 setara Rp 4,4 Triliun dilakukan secara serampangan.

Sekretaris IAW Iskandar Sitorus pun meminta KPK untuk melanjutkan pemeriksaan terhadap lima Gubernur Indonesia yang diduga tersangkut kasus aliran dana melalui sistem keuangan PT ABA itu yang akhirnya mengalir kepada para Gubernur periode 2018 sampai 2023.

Menurut Iskandar, saat ini KPK tidak memiliki alasan apa pun untuk tidak segera memproses, dan memeriksa kelima Gubernur periode 2018-2023 karena kontestasi pilpres telah usai digelar. “Yang kami adukan adalah minimal lima Gubernur,” katanya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (22/4/2024).

Iskandar menegaskan, sudah lebih satu tahun semenjak pelaporannya, KPK masih belum juga memeriksa lima Gubernur periode 2018-2023 tersebut, yakni Gubernur Sumatra Barat (Sumbar), Jawa Timur (Jatim), Jawa Tengah (Jateng), Jawa Barat (Jabar) dan DKI Jakarta.

Meski tidak disebut namanya secara langsung, tetapi jika melihat Gubernur periode yang dimaksud ialah Gubernur Sumbar Mahyeldi, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Gubernur Jabar Ridwan Kamil, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan.

“Kami sebut nama langsung, karena laporannya sudah satu tahun. Kita (harap) KPK mau menjelaskan proses penyelidikannya atas aduan masyarakat yang sudah kami berikan,” jelasnya.

“Mohon segera diselidiki ini terkait dengan uang sejumlah Rp4,4 Triliun yang dikonsolidasikan dari modal uang Pemda di PT Asuransi Askrida, dan ini sangat berbahaya karena membuat dan memberikan laporan yang dipoles sedemikian rupa,” tambahnya.

Iskandar menilai KPK lambat dalam menangani aduan masyarakat, yang bahkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sendiri telah mendeteksi data aliran dana tersebut.

“KPK cari cara untuk membuktikan, OJK sudah mendeteksi data ini, dan ada uang pinjaman Rp2,3 Triliun bermasalah di bank BUMN Indonesia. Ini kayaknya Pak Menteri BUMN juga konyol, pura-pura bodoh begitu,” jelasnya.

Selain kelima Gubernur, dugaan aliran dana ini pun, konon mengalir pada banyak selebritis hingga grup band indonesia, yang telah terlibat endorsement.

“Inisialnya P, perempuan, sexy, usia muda, melakukan kegiatan endorse di periode 2018 hingga 2019 atas satu unit skincare yang megah di wilayah Jakarta Selatan, seputar Kasablanka. Ada juga grup band, itu melakukan kegiatan pada tahun 2022 pada saat perusahaan tersebut berulang tahun,” tandasnya.

Berikut adalah jumlah biaya fee (komisi) yang dibayarkan oleh PT. ABA untuk beberapa gubernur di Indonesia dibandingkan dengan keuntungan PT. ABA dalam 5 tahun sesuai data IAW.

Komisi 2018 Rp. 849.726.000.000 (laba Rp 162.185.000.000) 
Komisi 2019 Rp. 819.751.000.000 (Laba Rp 79.913.000.000) 
Komisi 2020 Rp. 718.281.000.000 (Laba Rp 75.949.000.000) 
Komisi 2021 Rp. 941.590.000.000 (Laba Rp 74.899.000.000) 
Komisi 2022 Rp 1.075.714.000.000 (Keuntungan Rp 93.846.000.000) 

Dalam laporannya yang diberikan kepada bagian pengaduan masyarakat di gedung KPK, IAW menyertakan beberapa bukti penguat. Bukti seperti transaksi bisnis yang berkaitan dengan laporan keuangan, surat dari Bank Mandiri berupa PT. ABA akan membayar biaya kompensasi. Serta surat tanggapan dari PT. ABA untuk Bank Mandiri yang isinya strategi manajemen risiko bisnis. (fn)