Izin Ekspor CPO dari Airlangga Rugikan Negara Rp6,47 T, Pakar Hukum: Kedudukannya di Pemerintah Harus Dilepaskan!

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 24 Juli 2023 16:43 WIB
Jakarta, MI - Pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan bahwa mereka mempunyai alasan khusus untuk memeriksa Ketua Umum (Ketum) Partai Golongan Karya (Golkar) Airlangga Hartarto terkait kasus dugaan korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya, termasuk minyak goreng. Dengan perannya sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Kejagung menyatakan bahwa Airlangga sebagai pejabat yang mengetahui soal prosedur perizinan, kebijakan, serta pelaksanaan kegiatan ekspor dan impor CPO. Adapun, kebijakan izin ekspor CPO itu diduga telah mengakibatkan kerugian negara hingga Rp6,47 triliun yang berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) berkekuatan hukum tetap (Inkracth). Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai kedudukan Airlangga di pemerintahan semestinya dilepaskan, karena jika sudah bersentuhan hukum tidak fokus lagi dalam menjalankan tugasnya. "Kedudukannya sehari-hari di pemerintahan harus dilepaskan, karena tidak mungkin orang sudah bersentuhan dengan hukum untuk secara khusyuk dan sunguh-sungguh memimpin organisasi politik sebesar Golkar. Apalagi perannya sebagai Menko yang mengkoordinasikan seluruh kegiatan perekonomian yang terbagi dalam beberapa Kementerian," ujar Abdul Fickar Hadjar kepada Monitorindonesia.com, Senin (23/7). [caption id="attachment_547899" align="alignnone" width="828"] Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar (Foto: Doc Pribadi)[/caption] Abdul Fickar menambahkan, bahwa ketika seorang tokoh bersentuhan dengan penegakan hukum, maka kemungkinan yang terjadi perubahan statusnya. "Dari saksi menjadi saksi yang paling bertanggung jawab dalam peristiwa pidana, yakni tersangka atau terdakwa. Tapi kesemuanya bergantung pada peristiwa pidananya," tandas Abdul Fickar. Dalam perkara ini, sudah ada tiga perusahaan CPO sebagai tersangka korporasi. Ketiga perusahaan tersebut, yakni Wilmar Grup, Permata Hijau Grup, dan Musim Mas Grup. Pada bulan Januari 2021-Maret 2022 lalu, para terdakwa telah selesai disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan berkekuatan hukum tetap (inkracth) di tingkat kasasi. Lima orang terdakwa telah dijatuhi pidana penjara dalam rentang waktu 5 – 8 tahun. Kelima terpidana itu, yakni mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indra Sari Wisnu Wardhana, anggota Tim Asisten Menko Bidang Perekonomian Lin Chen Wei, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Palulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, dan GM Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togas Sitanggang. (Wan)