Agar Tak Terpengaruhi Politik, Kejaksaan Harus Berada Dibawah MA!

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 28 Agustus 2023 17:10 WIB
Jakarta, MI - Agar tidak terpengaruhi politik dan segala intervensi pihak lain, Kejaksaan mestinya berada di bawah Mahkamah Agung (MA). Hal ini diungkapkan oleh pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar merespons penyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin yang memerintahkan anak buahnya agar menunda proses hukum para peserta Pemilu 2024 selama gelaran pesta demokrasi itu berlangsung, mulai dari calon anggota legislatif, kepala daerah, hingga calon presiden dan wakilnya. Instruksi Jaksa Agung ini sebenarnya bertujuan menjaga independensi dan netralitas penegakan hukum. Jangan sampai Kejaksaan dijadikan alat untuk kepentingan politik tertentu. "Ya seharusnya begitu (Kejaksaan berada dibawah MA), semua aparatur yang nempunyai fungsi yudisial berada pada lingkungan kekuasaan kehakiman ic MA. Tetapi pada praktek ketatanegaraan fungsi lembaga itu diletakkan pada fungsi-fungsi kekuasaan negara," ungkap Abdul Fickar kepada Monitorindonesia.com, Senin (28/8). Abdul Fickar menambahkan bahwa yudikatif itu hanya nempunyai kewenangan yudisial artinya semua langkahnya, langkah yudisial/hukum. Sedangkan fungsi penuntutan yang diawali dengan kewenangan menangkap dan meneriksa pendahuluan sebagai dasar membawa perkara dan membuktikanya di pengadilan. "Karena itu kewenangan penyidik dan menuntut diberikan pada eksekutif ic penyidik (Polisi, PPNS) dan penuntut. Karena itu ketika kewenengan dijalankan bisa diuji keabsahannya melalui praperadilan," kata Abdul Fickar. Menurut Abdul Fickar, jika langkah Jaksa Agung itu dibiarkan, maka para anggota legislatif ataupun kepala daerah yang bermasalah berpotensi mempengaruhi proses hukum dan bahkan menghilangkan barang bukti dengan kekuasaan yang mereka miliki usai terpilih. “Harusnya saat ini dijadikan momentum agar hukum dijadikan saringan utama untuk mengantisipasi calon pejabat publik yang rekam jejaknya buruk khususnya terindikasi korupsi,“ demikian Abdul Fickar Hadjar. Sebelumnya, Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin, mengeluarkan memorandum yang meminta jajarannya, khususnya di bidang tindak pidana khusus dan intelijen, untuk menunda proses pemeriksaan hukum selama rangkaian proses pemilu 2024. Berbeda dari Kejagung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan proses hukum yang melibatkan peserta pemilu tetap akan berlangsung. (Wan)