Karen Agustiawan Vs Dahlan Iskan Soal Korupsi LNG Pertamina Rp 2,1 Triliun

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 21 September 2023 00:58 WIB
Jakarta, MI - Antara mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina, Karen Agustiawan dan mantan Menteri Badan Usaha Negara (BUMN) Dahlan Iskan tahun 2011-2014, sepertinya "saling serang" terkait dengan kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair/Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina tahun 2011-2021. Pasalnya, sebelum Karen ditetapkan sebagai tersangka dan dijebloskan ke rumah tahanan (Rutan), Dahlan Iskan terlebih dahulu diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dahlan Iskan diperiksa pada Kamis (14/9/2023) lalu. Usai diperiksa, Dahlan kepada wartawan menyatakan bahwa dia tidak tahu-menahu mengenai pembelian LNG di Pertamina. Sebab, menurutnya, Kementerian BUMN tidak mengurus persoalan teknis belanja perusahaan. “Tidak lah, saya kan bukan komisaris, bukan direksi. itu teknis sekali di perusahaan," kata Dahlan. Lima hari setelahnya, Karen dipanggil KPK untuk diperiksa. Namun sebelumnya Dahlan Iskan menyatakan bahwa dia sudah tersangka. Usai diperiksa mantan orang nomor satu di PT Pertamina periode 2009-2014 itu menyatakan bahwa Dahlan Iskan mengetahui pengadaan gas alam cair/Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina tahun 2011-2021. "Pak Dahlan tahu karena Pak Dahlan penanggung jawab di dalam Inpres (Instruksi Presiden)," kata Karen sebelum masuk mobil tahanan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/9). Tak hanya itu saja, Karen bahkan mengatakan bahwa Dahlan Iskan sempat menandatangani aksi korporasi pengadaan gas alam cair di perusahaan pelat merah tersebut. "Itu jelas banget (ada disposisi tanda tangan Dahlan Iskan), tolong nanti yang UKP4 (Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan) tolong ditanyakan ke Pertamina, di situ ada jelas bahwa ada targetnya," beber Karen. Lebih lanjut, Karen mengklaim bahwa pengadaan gas alam cair saat itu telah disetujui oleh seluruh direksi secara kolektif kolegial. Persetujuan ini diberikan untuk melanjutkan Proyek Strategis Nasional (PSN). Ia pun menyatakan bahwa ada tiga konsultan yang terlibat dalam proses pengadaan gas alam cair itu, salah satunya McKinsey. Dengan begitu, menurut Karen, pengadaan LNG sudah sesuai dengan ketentuan dan sudah diuji tuntas (due diligence). "Due diligence, ada tiga konsultan yang terlibat (salah satunya) McKinsey. Jadi sudah ada tiga, jadi itu sudah konsultan sudah melakukan pendalaman," katanya. Karen dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Duduk Perkara Perkara ini diduga telah terjadi sekitar tahun 2012, PT Pertamina (Persero) memiliki rencana untuk mengadakan LNG sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia. Perkiraan defisit gas akan terjadi di Indonesia dikurun waktu tahun 2009 sampai dengan 2040 sehingga diperlukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN Persero, Industri Pupuk dan Industri Petrokimia lainnya di Indonesia. Karen yang diangkat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Persero periode 2009-2014 kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menialin keriasama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri. Diantaranya: CL (Corpus Christi Liquefaction) LC Amerika Serikat. Saat pengambilan kebijakan dan keputusan tersebut, Karen secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina. Selain itu pelaporan untuk menjadi bahasan dilingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam hal in Pemerintah tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan GKK alias KA tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari Pemerintah saat itu. Dalam perjalanannya, seluruh kargo LNG milik PT Pertamina Persero yang dibeli dari perusahaan CL LC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik yang berakibat kargo LNG menjadi oversupply dan tidak pernah mask ke wilayah Indonesia. Atas kondisi oversupply tersebut, berdampak nyata harus dijual dengan kondisi mergi di pasar internasional ole PT Pertamina Persero. Perbuatan GK alias KA bertentangan dengan ketentuan, diantaranya, sebagai berikut: Akta Pernyataan Keputusan RUPS tanggal 1Agustus 2012 tentang Anggaran Dasar PT Pertamina Persero. Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 tanggal 3September2008. Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-01/MB/2011 tanggal 1Agustus 2011. Permeneg BUMN Nomor PER-03/MBU/08/2017 tentang Pedoman Kerjasama BUMN. Dari Kejagung ke KPK Saat itu dua institusi penegak hukum yakni Kejagung dan KPK ternyata sama-sama tengah mengusut dugaan korupsi pembelian gas alam cair atau LNG di Pertamina ini. Namun Kejagung 'rela' mempersilakan KPK menangani perkara itu. Awalnya pada Senin, 4 Oktober 2021, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak menyampaikan bahwa Korps Adhyaksa sudah menyelidiki perkara itu sejak 22 Maret 2021. Dugaan perkara yang diusut terkait indikasi korupsi dan penyalahgunaan kewenangan dalam kebijakan pengelolaan LNG Portofolio di Pertamina. Penyelidikan itu disebut Leonard sudah tuntas dan segera dinaikkan ke tahap penyidikan. Namun, pada saat yang sama, lanjut Leonard, Kejagung mengetahui KPK tengah melakukan hal yang sama. "Oleh karena itu, untuk tidak terjadinya tumpang-tindih penanganan perkara, Kejaksaan Agung RI mempersilakan dan tidak keberatan untuk selanjutnya KPK dapat melakukan penyidikan terhadap perkara dugaan tindak pidana korupsi dimaksud," kata Leonard. Menanggapi hal itu, Ketua KPK Firli Bahuri membenarkannya. Firli menyebutkan KPK dan Kejagung berkoordinasi untuk penanganan kasus itu. "KPK sudah melakukan penyelidikan atas dugaan korupsi di pengadaan LNG Pertamina tapi Kejaksaan RI juga telah melakukan hal sama, sesuai dengan UU Nomor 19 Tahun 2019, KPK diberi tugas pokok melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi," kata Firli kepada wartawan, Selasa (5/10/2021) lalu. "Maka KPK dan kejaksaan melakukan koordinasi terkait penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi," tambahnya. Firli pun menyambut baik niat Kejagung yang menyerahkan pengusutan perkara ke KPK. Firli memerintahkan Deputi Penindakan KPK untuk menindaklanjutinya. "KPK menyambut baik kebijakan Jaksa Agung RI bahwa perkara tersebut ditangani KPK. Selanjutnya Plt Deputi Korsup dan Deputi Penindakan KPK-lah yang menindaklanjuti. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK telah berkomunikasi dengan Jampidsus," pungkasnya. (An)