Pertamina dan PLN Berebut Pengelolaan Bahan Bakar Hidrogen, ESDM: Izin Masih Dikaji

Zefry Andalas
Zefry Andalas
Diperbarui 19 Januari 2024 10:54 WIB
Ilustrasi - Rapat ESDM (Foto: ANTARA)
Ilustrasi - Rapat ESDM (Foto: ANTARA)

Jakarta, MI - Plt Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Jisman Parada Hutajulu mengungkapkan penjualan bahan bakar hidrogen merupakan 'barang baru' di Indonesia. Dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun masih mengkaji izin penjualan bahan bakar hydrogen tersebut.

"Hidrogen ini kan baru PLN, sekarang hidrogren ini kan eksesnya dari pendinginan di PLN. Mereka mau menjual. Nah, ini tentu masih kita kaji tentang perizinan, terutama terkait safety. Ketika itu nanti kepada masyarakat, itu kan hidrogen barang yang mudah meledak, H2," ucap Jisman dalam Konferensi Pers ESDM di Ditjen Ketenagalistrikan, Jakarta Selatan, Kamis (18/1)

Jisman melanjutkan, Ini harus diteliti betul, dikaji betul. Itu transportasi (pengangkutan hidrogen) melalui apa, baik itu pipa, kendaraan seperti tangki-tangki itu. Itu kan harus safe. Kita lagi siapkan perizinannya karena ini baru mulai.

Pertamina pekan ini melakukan peletakan batu pertama (groundbreaking) Stasiun Pengisian Bahan Bakar Hidrogen (SPBH) atau hydrogen refueling station (HRS) pertama di Indonesia pada Rabu (17/1), di Jelambar, Jakarta Barat dan diperkirakan rampung dalam 6 bulan ke depan.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menegaskan mereka yang paling siap dalam menggarap ekosistem hidrogen di tanah air.

Menurutnya, menciptakan ekosistem mobil hidrogen di Indonesia juga menjadi opsi untuk mempercepat pencapaian target nol emisi karbon (NZE) di 2060.

Di sisi lain, PLN Juga, melalui subholding PLN Indonesia Power, mereka akan segera hadirkan HRS pertama milik perusahaan listrik tersebut yang berlokasi di Senayan, Jakarta. Dan menurut perusahaan progres pembangunan SPBH itu sudah mencapai 98 persen dan ditargetkan selesai pada Februari 2024.