12 Jam Duduk di Kursi Penyidik, Airlangga Hartarto Dicecar 46 Pertanyaan Terkait Korupsi Izin Ekspor CPO

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 24 Juli 2023 21:23 WIB
Jakarta, MI - Menko Perekonomian Airlangga Hartarto rampung diperiksa Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai saksi dalam kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya pada periode 2021-2022, pada Senin (24/7). Kurang lebih 12 jam Ketua Umum Partai Gokar itu diperiksa mengenai kebijakannya dalam perdagangan CPO berdasarkan berkas tersangka korporasi dalam kasus tersebut. Ada 46 pertanyaan yang keseluruhannya telah dijawab oleh Airlangga Hartarto. "46 pertanyaan dijawab semua yang bersangkutan. Pemeriksaan berjalan sebagaimana mestinya, pemeriksaan kali ini merupakan pengembangan penanganan perkara tipikor pemberian fasilitas ekspor CPO," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung RI Kuntadi dalam konferensi pers di gedung bundar Jampidsus Kejagung, Senin (24/7) malam. Sementara Airlangga mengaku menjawab 46 pertanyaan dari Kejagung itu. "Saya hari ini hadir untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tadi disampaikan dan saya telah menjawab 46 pertanyaan," kata Airlangga. "Dan mudah-mudahan jawaban sudah dijawab dengan sebaik-baiknya hal-hal lain tentunya nanti penyidik yang akan menyampaikan atau menjelaskan," tambahnya. Kasus ini berlangsung saat krisis minyak goreng pada tahun lalu dan mengakibatkan kerugian negara Rp 6,4 triliun. Tim penyidik Kejagung telah menetapkan tersangka korporasi pada bulan lalu, yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. Sementara para terdakwa perorangan hasil penyidikan jilid 1, telah divonis hukuman berbeda-beda oleh Majelis Hakim. Mereka adalah mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group Stanley MA, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor, General Manager PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang; dan Penasihat Kebijakan Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), Lin Che Wei alias Weibinanto Halimdjati. Pada pengadilan tingkat pertama, Indrasari Wisnu Wardhana dijatuhi hukuman tiga tahun penjara. Kemudian Master Parulian dijatuhi hukuman satu tahun enam bulan penjara. Lalu Lin Che Wei, Stanley MA, dan Pierre divonis satu tahun penjara. Selain itu, Majelis Hakim juga menjatuhkan hukuman berupa denda. Masing-masing dijatuhi hukuman denda Rp 100 juta atau penjara dua bulan. Kemudian dalam putusan banding, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan vonis pada pengadilan tingkat pertama. Sementara dalam tingkat kasasi, Majelis memutuskan untuk memperberat hukuman kelimanya. Majelis Kasasi menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsidair 6 bulan kurungan bagi Indra Sari Wisnu Wardhana. Kemudian Lin Che Wei divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsidair 6 bulan kurungan. Adapun Master Parulian dan Pierre Togar Sitanggang dijatuhi hukuman 6 tahun penjara serta denda Rp 200 juta subsidair 6 bulan kurungan. Sementara Stanley MA menjadi terdakwa yang paling ringan vonis kasasinya, yaitu 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsidair 6 bulan kurungan. (Wan)