Kejagung Bakal Periksa Anggota BPK Achsanul Diduga Terima Uang Korupsi BTS Rp 40 M

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 24 Oktober 2023 14:41 WIB
Ketut Sumedan, Kapuspenkum Kejagung (Foto: Dok MI)
Ketut Sumedan, Kapuspenkum Kejagung (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) akan memeriksa Anggota III BPK Achsanul Qosasi yang diduga merima aliran dana korupsi pembangunan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung 1, 2, 3, 4 dan 5 BAKTI Kominfo, sebesar Rp 40 miliar dari sosok perantara Sadikin Rusli (Tersangka) selaku pihak swasta.

"Akan kami jadwalkan untuk dilakukan pemeriksaan, kita akan lihat perkembangannya," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana, Selasa (24/10).

Ketut memastikan pihaknya bakal mendalami peran Achsanul dalam dugaan kasus korupsi tersebut. Termasuk soal dugaan adanya upaya penghentian penyidikan. "Peran yang bersangkutan pasti kita akan dalami, termasuk kebenaran yang terungkap di persidangan," katanya.

Sejauh ini, kata Ketut, pihaknya masih mengembangkan alat bukti yang ada mengusut peran AQ dalam perkara mega korupsi mencapai Rp 8,032 triliun itu.  Namun, Ketut enggan membeberkan bukti yang telah dikumpulkan.

"Kita lagi pelajari dan dalami peran yang bersangkutan," tutup Ketut.

Dalam persidangan kemarin, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejagung mengorek dugaan aliran dana korupsi proyek pengadaan Menara BTS 4G Bakti Kementerian Kominfo ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp40 miliar. 

Terkait hal itu, nama anggota III BPK RI Achsanul Qosasi (AQ) pun mencuat dalam persidangan kasus korupsi tersebut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (23/10).

Awalnya, tim jaksa mencecar Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak agar mengungkapkan inisial AQ yang diduga melontarkan ancaman kepada para vendor proyek BTS menyangkut temuan audit yang janggal saat proyek senilai Rp8,032 triliun itu berjalan.

"Saudara tahu yang dimaksud AQ itu siapa? Menghadap AQ," kata jaksa.

Sosok AQ ini masuk dalam sebuah chat grup. Galumbang menyebut identitas lengkapnya yakni Achsanul Qosasi.

"Ya, Pak Achsanul (Qosasi)," ujar Galumbang.

Dia meyakini Achsanul yang dimaksud adalah anggota BPK. Jaksa juga telah memintanya memberikan keterangan jelas dalam persidangan.

"Anggota BPK, Pak Jaksa," ucap Galumbang.

Sebelumnya, Jaksa juga meminta Irwan menjelaskan bukti percakapan dalam grup WhatsApp. Dalam ruang bicara itu, mantan Direktur Utama Bakti Anang Achmad Latif membahas keinginan bertemu salah satu oknum BPK berinisial AQ.

"Pada saat di grup itu saudara Anang mengatakan 'Sepertinya perlu ngadep AQ sama saya'," kata jaksa.

Jaksa tidak memerinci identitas pasti AQ. Anang disebut ingin bertemu dengannya karena adanya ancaman dari BPK karena adanya data terkait pembangunan BTS 4G pada Bakti Kominfo yang tidak diberikan. Namun, Irwan mengaku tidak pernah membahas AQ dalam grup tersebut.

"Saya tidak pernah bicara AQ. Itu mungkin dari Pak Anang ya. Bukan saya," ucap Irwan.

Jaksa pun meyakini sosok AQ ini berkaitan dengan penyerahan uang Rp40 miliar ke BPK melalui perantara bernama Sadikin. Windi Purnama menjadi pihak yang menyerahkan dana panas tersebut.

Para terdakwa dalam kasus ini disangkakan merugikan negara Rp8,03 triliun. Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate juga didakwa dalam kasus yang sama.

Johnny G Plate diduga mendapatkan Rp17.848.308.000. Lalu, Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif mendapatkan Rp5.000.000.000.

Lalu, Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan mendapatkan Rp119.000.000.000. Kemudian, Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020 Yohan Suryanto menerima Rp453.608.400.

Terus, Windi Purnama mendapatkan Rp500.000.000. Kemudian, Direktur Utama PT Basis Utama Prima (BUP), Muhammad Yusrizki menerima Rp50.000.000.000 dan USD2.500.000.

Konsorsium FiberHome PT Telkominfra PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk Paket 1 dan 2 sebesar Rp2.940.870.824.490. Kemudian, Konsorsium Lintasarta Huawei SEI untuk paket 3 sebesar Rp1.584.914.620.955.Kemudian, konsorsium IBS dan ZTE Paket 4 dan 5 sebesar Rp3.504.518.715.600.

Duit itu diterima mulai Januari 2021 sampai dengan Oktober 2022. Para terdakwa diduga meraup keuntungan panas itu dengan memainkan sub kontraktor yang saling terafiliasi. (An)