Firli Bahuri Tak di PTDH, MAKI Ajukan Gugatan PTUN Lawan Presiden Jokowi

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 29 Desember 2023 12:59 WIB
Boyamin Saiman (Foto: Dok MI)
Boyamin Saiman (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) akan mengajukan gugatan PTUN terkait Keppres pemberhentian Firli Bahuri sebagai Ketua KPK, apabila berisi hanya memberhentikan secara biasa atau memberhentikan dengan hormat. 

"Seharusnya Firli diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH). PTDH menjadikan Firli berpotensi dihilangkan hak uang pensiun," tegas Koordinator MAKI, Boyamin Saiman kepada Monitorindonesia.com, Jum'at (29/12).

Alasannya, kata dia, karena persetujuan pemberhentian itu salah satunya putusan Dewan Pengawas (Dewas) KPK yang dibacakan Selasa kemarin, dimana memutus pelanggaran etik berat dan memberikan hukuman sanksi terberat.

"Yang utamanya adalah pelanggaran beratnya, harusnya pak Firli diberi pemberhentian tidak dengan hormat karena keputusan dewas, kemudian menjadikan pak Firli di black list tidak menduduki pejabat publik seumur hidup. Karena pimpinan KPK yang mengundurkan diri aja kena black list 5 tahun berdasarkan undang-undang KPK yang baru nomor 19 tahun 2019 pasal 32," beber Boyamin.

Hal ini menurut Boyamin untuk memberi efek jera supaya pimpinan KPK yang lain di masa jabatan akan datang tidak berani main-main lagi. "Karena kalau anda tidak menjaga amanah atau berkhianat itu dengan sumpahan sendiri untuk memberantas korupsi tapi diduga melakukan korupsi, maka hukumannya berat selain karena pidana juga kena etik," jelas Boyamin.

Selain itu, Boyamin mendorong penyidik Polda Metro Jaya segera menuntaskan perkara ini. "Karena utamanya, efek jera ini supaya KPK kedepan lebih baik. Karena ini habis-habisan sudah dititik nadir KPK kita sekarang, maka kalau ini diberhentikan dengan tidak hormat, kepercayaan kepada KPK dan kepada pemberantasan korupsi masyarakat akan grafiknya naik, meskipun belum bisa pulih 50 persen aja berat," lanjut Boyamin.

Maka dari itu, tambah Boyamin, sangat diperlukan Keppres secara tegas berbunyi "memberhentikan tidak dengan hormat. "Sampai sekarang kita nggak tahu hanya diberhentikan aja gitu. Kalau hanya begitu maka saya akan mengajukan gugatan melawan presiden untuk tidak sahnya Keppres memberhentikan pak Firli. Karena tidak ada kata-kata pembertian tidak dengan hormat," tegas Boyamin.

"Saya minta dibatalkan dan dalam petitum saya juga meminta kepada presiden untuk memberhentikan tidak dengan hormat terhadap Firli Bahuri dari Ketua KPK dan pimpinan KPK," timpal Boyamin.

Kemudia, Boyamin juga meminta kepada Sekretariat Negara segera mempublikasi suratnya. "Kalau itu sudah pemberhentian tidak dengan hormat ya sudah saya cukup, tapi kalau belum baru persiapan mengajukan gugatan PTUN karena maksimal 90 hari harus persiapan segala macam."

"Jadi deliknya adalah MAKI akan mengajukan gugatan PTUN apabila presiden tidak memberhentikan Firli Bahuri secara tidak hormat. Karena alasan tadi, pertama berdasarkan putusan dewas KPK, pelanggaran etik berat dan hukuman terberat. Kedua untuk upaya melakukan black list  atau melarang  pak Firli untuk menduduki jabatan publik selama-lamanya  yang ketiga adalah efek jera," imbuh Boyamin Saiman.

Diberitakan, Presiden Jokowi telah meneken keppres terkait pemberhentian Firli Bahuri sebagai Ketua KPK. Menurut Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana keppres pemberhentian Firli diteken Presiden Jokowi pada tanggal 28 Desember 2023 dan berlaku sesuai tanggal ditetapkan.

"Pada tanggal 28 Desember 2023, Presiden (Jokowi) telah menandatangani Keppres Nomor 129/P Tahun 2023 tentang Pemberhentian Firli Bahuri sebagai Ketua Merangkap Anggota KPK Masa Jabatan 2019-2024. Keppres mulai berlaku pada tanggal ditetapkan," kata Ari, Jum'at (29/12).

Ari menyebutkan ada tiga pertimbangan utama dalam penerbitan keppres tersebut. Pertama, surat pengunduran diri Firli Bahuri tertanggal 22 Desember 2023," katanya.

Kedua, lanjutnya, keputusan Dewan Pengawas (Dewas) KPK Nomor: 03/Dewan Pengawas/ Etik/12/2023 tanggal 27 Desember 2023.

Ketiga adalah Pasal 32 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK bahwa pemberhentian pimpinan KPK ditetapkan melalui keputusan presiden.