KPK "Letoy" Buru Harun Masiku, Hasto PDIP: Dia Korban!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 17 Maret 2024 20:37 WIB
Pengunjuk rasa membawa poster Harun Masiku, di depan gedung KPK, Jakarta, Maret 2023 lalu (Foto: MI Repro/Ist)
Pengunjuk rasa membawa poster Harun Masiku, di depan gedung KPK, Jakarta, Maret 2023 lalu (Foto: MI Repro/Ist)

Jakarta, MI - Harun Masiku, buronan kasus dugaan suap pengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR 2019-2024, sebagai korban, kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto.

"Harun Masiku ini kan sebenarnya dia korban," kata Hasto, Minggu (17/3/2024).

Menurutnya, Harun Masiku memiliki hak konstitusi yang sudah diputuskan oleh Mahkamah Agung (MA).

Hasto menjelaskan MA sudah memutuskan bahwa Harun memiliki hak untuk menjadi anggota PAW DPR RI 2019-2024 karena seharusnya mendapatkan pelimpahan suara dari PDIP berdasarkan kebijakan partai. 

Hal ini berdasarkan situasi adanya caleg PDIP saat itu yang meninggal dunia. "Akan tetapi, dalam proses itu ada tekanan dari oknum Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang meminta imbalan, dan dia tergoda memberikannya, sehingga digolongkan sebagai suap," katanya. 

Lanjut Hasto, proses pengungkapan dugaan kasus suap itu dimaksudkan agar adanya skenario yang mengaitkan dengan dirinya. Ini dijelaskan Hasto lantaran adanya kompleksitas pemilu, sehingga pihak-pihak yang secara hukum memiliki kebenaran, diperas agar dapat dimuluskan untuk menjadi anggota legislatif. 

"Tetapi sebenarnya kasus itu proses untuk mengaitkan dengan saya, padahal sudah ada tiga orang yang menjalani hukuman tindak pidana, tetapi sebenarnya diawali kompleksitas pemilu, sehingga mereka yang memiliki kebenaran secara hukum pun masih bisa diperas agar menjadi anggota legislatif," katanya. 

Saat mendengarkan fakta persidangan, Harun Masiku memberikan dana kepada oknum KPU, dirinya sontak naik pitam, sehingga menegur buronan tersebut. Bak nasi sudah menjadi bubur, kekhawatiran Hasto ternyata terbukti bahwa kader PDIP itu saat ini menjadi terduga dalam kasus penyuapan. 

"Ini terbukti kasus Harun Masiku adalah upaya mencari kelemahan diri saya sebagai Sekjen dan upaya menggunakan instrumen hukum untuk menargetkan saya. Saya sudah menjelaskan di pengadilan dan tidak ditemukan fakta yang berkaitan dengan saya," kata Hasto. 

Hasto mengatakan ketika dirinya mengungkap kecurangan Pemilu 2009, maka muncul intimidasi termasuk kasus Harun Masiku. Kasus Harun menjadi 'musiman' karena dirinya mempersoalkan dugaan kecurangan Pemilu 2024, mengkritik Presiden Jokowi dan gerbong parpol pengusung paslon nomor 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. 

Sebagaimana diketahui, bahwa Harun Masiku adalah mantan kader PDIP yang menjadi buron kasus dugaan suap mantan KPU, Wahyu Setiawan. Saat itu, dia ditetapkan sebagai tersangka atas kasus tersebut sejak 2020 bersama dengan 3 orang lainnya.

Namun, hingga saat ini, dia tak kunjung ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

KPK memasukkan Harun ke dalam daftar buronan pada 29 Januari 2020, kemudian pada 30 Juli 2021, namanya masuk ke dalam daftar buronan dunia dan masuk dalam daftar Red Notice Polisi Internasional (Interpol).

Mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo pernah berkata bahwa informasi yang disampaikan Polri soal keberadaan Harun Masiku membuktikan KPK tidak serius menangkap buronannya. Sepanjang pengalamannya memburu koruptor, banyak cara yang bisa ditempuh untuk mendeteksi keberadaan para buronan.

Namun, Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, belum lama ini memastikan pihaknya serius memburu para buronan untuk selanjutnya melakukan proses penegakan hukum hingga ke persidangan.

"Kami sangat serius menyelesaikan setidaknya tiga perkara atau tersangka yang kini berstatus DPO. Paulus Tannos yang sudah berganti nama, kemudian Kirana Kotama dan Harun Masiku. Kami terus lakukan pengejaran tentu dibantu oleh Hubinter," ucap Ali Fikri di Gedung KPK.

Dia berjanji bakal menindaklanjuti informasi mengenai keberadaan politikus PDIP itu di Indonesia seperti yang diungkap Kadivhubinter Polri, Krishna Murti. "Ini informasi penting yang akan kami dalami. Jadi pertemuan ini tidak berhenti. Ke depan secara teknis akan kami tindaklanjuti melalui Kedeputian Penindakan dan Kedeputian Informasi dan Data," jelasnya.

Sementara itu, Menkopolhukam saat itu, Mahfud Md berkata pihaknya tidak bisa mengintervensi kerja KPK. Kendati demikian Kemenkopolhukam siap membantu KPK terkait dengan pemblokiran aset Harun Masiku jika diminta bantuan.

Dia menambahkan, kementeriannya dengan KPK merupakan mitra kerja. "Harun Masiku itu gini, lembaga pemerintah tuh ada yang bekerja di bidang pemerintahan, di hukum pemerintahan, tapi bukan bawahan presiden, bukan bawahan eksekutif. Seperti KPK, Komnas HAM, KPU, yang menyangkut Harun Masiku, yang bisa menjawab ya KPK, karena beliau buron KPK," kata Mahfud.

Aneka Kasus

Harun Masiku diduga menyogok komisioner KPU Wahyu Setiawan agar bisa duduk di DPR menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal. Sebab, KPU kekeh melantik Riezky Aprilia sebagai pengganti sah Nazaruddin menurut UU Pemilu. 

Selain Wahyu, nama-nama lain juga terseret dalam perkara ini. Mereka adalah Agustinus Tio Fridelina Sitorus, Saeful Bahri, dan Donny Tri Istiqomah anggota staf Hasto Kristiyanto.

Uang suap kepada Wahyu diduga diberikan melalui kader PDIP Saeful Bahri kepada Agustiani Tio Fridelina, salah satu orang dekat Wahyu. Agustiani merupakan calon legislator PDIP dari dapil Jambi pada Pemilu 2019. Tiga politikus PDIP menuturkan, Saeful Bahri adalah orang dekat Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.

Saeful melobi Agustina pada pengujung September 2020 untuk mengabulkan permohonan PDIP agar KPU menetapkan Harun Masiku sebagai pengganti antarwaktu Nazaruddin, bukan Riezky Aprilia. Agustiani lantas menyerahkan surat berisi penetapan caleg dan fatwa MA dari Saeful kepada Wahyu. Surat itu untuk membantu penetapan Harun sebagai calon anggota DPR terpilih.

Wahyu menyanggupi dan meminta dana operasional Rp 900 juta. Dana itu diduga terkumpul rentang 23 hingga 27 Desember 2019. Pada 16 Desember 2019, Saeful diduga melapor kepada Hasto Kristiyanto soal rencana pemberian uang Rp 400 juta kepada Wahyu Setiawan. 

Pada 17 Desember 2019, kepada Agustiani, Saeful menyerahkan Rp 200 juta dalam bentuk dolar Singapura. Agustiani kemudian menyerahkan duit Rp 150 juta dalam bentuk dolar Singapura kepada Wahyu di pusat belanja Pejaten Village, Jakarta Selatan.

Pada 23 Desember 2019, Harun Masiku menyerahkan Rp 850 juta kepada Riri, anggota staf di kantor PDIP, di sebuah rumah di Jalan Sutan Syahrir Nomor 12 A, Jakarta, yang merupakan kantor Hasto Kristiyanto, lalu diteruskan kepada Saeful. 

Pada 26 Desember 2019 Agustiani Tio menerima Rp 450 juta dari Saeful. Lalu pada 27 Desember 2019 Wahyu meminta Agustiani Tio menyimpan dulu uang tersebut.

Pada 7 Januari 2019, Rapat pleno KPU kembali menolak permintaan PDI Perjuangan yang ingin mengganti Riezky dengan Harun. Wahyu menghubungi Donny Tri Istiqomah, staf Hasto Kristiyanto, dan berjanji mengusahakan kembali proses pergantian antarwaktu untuk Harun. 

Pada 8 Januari, Agustina menyerahkan duit Rp 50 juta kepada Wahyu. Namun, sebelum uang ditransfer, Wahyu ditangkap KPK.

Dalam operasi senyap itu, Tim KPK menangkap delapan orang dan menetapkan empat sebagai tersangka. Para tersangka ialah Harun Masiku, Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina, dan Saeful Bahri. 

Harun menghilang sejak KPK melakukan OTT. Saat itu dia diisukan kabur ke luar negeri. Kabarnya, bahwa Harun memang ke Singapura pada Senin, 6 Januari.

Namun Harun Masiku hanya sehari di Negeri Singa itu. Pada Selasa sore, 7 Januari, dia sudah berada di Tanah Air. Dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, tersangka korupsi itu langsung menuju apartemennya, Thamrin Residence. 

Paginya, Rabu, 8 Januari, pegawai hotel melihat Harun keluar dari lift apartemen sambil menggeret satu koper. Artinya, saat OTT oleh KPK, koruptor itu tak di luar negeri.

Belakangan Harun Masiku juga diisukan berada di luar negeri, terakhir dia disebut berada di Kamboja. Namun Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Irjen Krishna Murti membantah isu tersebut. 

Pihaknya mengatakan Harun Masiku masih di dalam perbatasan Indonesia. Krishna mengatakan, data perlintasan menunjukkan buronan KPK itu masih berada di dalam negeri. 

"Setelah dia keluar [negeri], dia balik lagi ke dalam [negeri]. Jadi dia sebenarnya bersembunyi di dalam [negeri], tidak seperti rumor. Sementara Red Notice baru keluar 30 Juni 2021 kata Krishna Murti di KPK, Senin (7/8/2023).

Red Notice adalah permintaan kepada penegak hukum di seluruh dunia untuk mencari dan menangkap sementara orang yang terlibat tindakan hukum, atau sedang menunggu ekstradisi, atau penyerahan.

Krisna mengatakan pada waktu Harun Masiku diketahui pergi ke Singapura, Divhubinter Polri belum mendapat permintaan untuk memohon kepada Interpol agar menerbitkan Red Notice atas nama Harun Masiku.

"Artinya 1,5 tahun setelah itu [Harun ke Singapura], jadi pada saat sebelum itu kami belum mendapatkan informasi," katanya.

Krisna juga mengatakan politikus PDI Perjuangan tersebut belum berganti kewarganegaraan atau identitas setelah menjadi buronan Interpol. Sebelumnya sempat beredar berbagai kabar bahwa Harun Masiku berada di luar negeri.

Ada yang menyebut dia menjadi marbut (pengurus masjid) di Malaysia. Bahkan, bekas calon anggota legislatif dari Dapil Sumatera Selatan I ini dirumorkan bersembunyi di Kamboja.

Krisna Murti mengatakan, Polri tidak akan menghentikan pencarian Harun Masiku meski pria itu sudah 3,5 tahun menjadi buronan. Kata dia, segala informasi mengenai data perlintasan tersangka KPK ini sudah dilaporkan ke pimpinan KPK.

"Jadi rumor-rumor yang beredar seperti itu, ya kami sampaikan. Tapi kami tidak menghentikan pencarian terhadap yang bersangkutan di luar negeri," tandasnya. (wan)