Mengapa Kejagung Tak Kunjung Tahan Bos Sriwijaya Air Hendry Lie Tersangka Korupsi Timah Rp 300 Triliun?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 10 Juli 2024 06:50 WIB
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar (Foto: Dok MI)
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Penyidik Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) tak kunjung menahan tersangka kasus dugaan korupsi komoditas timah Hendry Lie  Bos Sriwijaya Air itu.

"Sepanjang dia memenui dua syarat, syarat objektif dan syarat subjektif, aparat penegak hukum, apakah dia penyidik, penuntut umum, hakim, bisa menggunakan kewenangan ini (tidak menahan)," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar kepada wartawan Selasa (9/7/2024).

Harli mengatakan kewenangan penahanan berada di tangan penyidik, penuntut umum, dan hakim. Ini dijamin dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Menurut dia, Hendry Lie tak ditahan karena salah satunya memenuhi syarat subjektivitas dari aparat penegak hukum.

Penyidik merasa belum perlu menahan tersangka. Meski Hendry Lie sudah menyandang status tersangka sejak 27 April 2024.

"Mungkin dengan berbagai alasan yang bisa dipertanggungjawabkan. Termasuk tadi, karena alasan sakit," ungkap Harli.

 Meski tak ditahan, penyidikian kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk Tahun 2015-2022 yang menjerat Hendry Lie dipastikan akan terus diproses. Penyidik juga dipastikan akan menyita aset seperti para tersangka korupsi timah lainnya.

Kejagung pun telah mengantongi nilai kerugian keuangan negara berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 

Nilai kerugian keuangan negara dalam kasus ini mencapai Rp300,003 triliun.

Rinciannya, kelebihan bayar harga sewa smelter oleh PT Timah sebesar Rp2,85 triliun, pembayaran biji timah ilegal oleh PT Timah kepada mitra dengan sebesar Rp26,649 triliun dan nilai kerusakan ekologis sebesar Rp271,6 triliun.