DPR Cium Indikasi Korupsi dalam Pengalihan Kuota Haji Reguler ke Haji Khusus

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 11 Juli 2024 02:01 WIB
Kemenag (Foto: Dok MI)
Kemenag (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Panitia khusus (pansus) pengawasan Haji menemukan terdapat berbagai pelanggaran, termasuk indikasi korupsi yang turut menyebabkan kurang maksimalnya fasilitas bagi jemaah.

Anggota Pansus Angket Haji, Luluk Nur Hamidah mengatakan, potensi korupsi tersebut berkaitan dengan pengalihan kuota haji reguler ke khusus yang mencapai 50%. Padahal, berdasarkan UU Nomor 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umroh, kuota ditetapkan hanya 8%.

"Bukan hanya ada indikasi pelanggaran terhadap UU, tapi kami juga mencium adanya indikasi korupsi dalam pengalihan kuota haji reguler ke haji khusus,” kata Luluk, Rabu (10/7/2024).

Berdasarkan informasi yang diterimanya, Luluk mengklaim bahwa pengalihan kuota haji tersebut termasuk dalam tindakan korupsi.

"Kami akan dalami dan selidiki apakah benar informasi yang kami terima itu. Kami akan panggil para pihak terkait dengan hal ini nanti,” ujar dia.

Sebelumnya, DPR resmi membentuk susunan keanggotaan Pansus Haji pada Rapat Paripurna, Selasa kemarin. Pembentukan itu difokuskan soal adanya  pengalihan kuota haji reguler ke khusus.

"Paling fatal, tidak sepenuhnya diberikan kepada yang ngantre tahunan, tapi diberikan kepada haji khusus dengan biaya yang mahal," ujar Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar atau Cak Imin. Selasa (9/7/2024).

Anggota Pansus terdiri dari anggota-anggota Fraksi DPR lintas Komisi, yang artinya bukan hanya dari Komisi VIII DPR sebagai mitra dari Kementerian Agama (Kemenag).

Selain menyoroti pengalihan kuota haji, Pansus tersebut juga  menyoroti tentang layanan Armurzna yang masih belum ada perubahan karena kesepakatan yang tidak sempurna yaitu over capacity baik tenda maupun toilet. 

"Kita ingin membangun ekosistem Haji yang jauh lebih baik, transparan, komprehensif hulu hilir, ramah lansia dan perempuan serta memperkuat dimensi lain yang seharusnya juga diperkuat," tutur Luluk.

Sebelumnya, Menag Yaqut mengklaim tak ada penyelewengan soal alokasi yang dilakukan pemerintah terhadap tambahan kuota haji dari Arab Saudi sebanyak 20 ribu orang. 

“Tidak ada penyalahgunaan kuota tambahan. Itu prinsipnya,” tegas Menag di Madinah, Jumat (21/6/2024).

Seperti diketahui, kuota haji Indonesia tahun ini berjumlah 221.000 jemaah. Jumlah ini terdiri atas 203.320 jemaah haji reguler dan 17.680 jemaah haji khusus. Selain itu, Indonesia juga mendapat 20.000 kuota tambahan yang kemudian dibagi masing-masing 10.000 untuk jemaah haji reguler dan 10.000 untuk jemaah haji khusus.

“Kami tidak menyalahgunakan dan insya Allah kami jalankan amanah ini sebaik-baiknya,” ujar Yaqut.