Anggota KPU Dituding Main Wanita, Ini Deretan Dugaan Pelanggaran Etik Sempat Menyeret Hasyim Asy'ari, Ada Wanita Emas!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 20 Mei 2024 11:06 WIB
Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari (Foto: Dok MI/Dhanis)
Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari (Foto: Dok MI/Dhanis)

Jakarta, MI - Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR RI dari Fraksi Golkar, Riswan Tony yang menyoroti gaya hidup anggota Komisi Pemilihan Umum atau KPU, mulai dari menyewa private jet hingga dugem. 

Tony menyebut para anggota KPU tersebut berlagak seperti tokoh fiksi penakluk wanita Don Juan karena kaget mendapat anggaran triliunan rupiah.

Hal itu disampaikan Riswan dalam rapat kerja KPU dengan Komisi II, di gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2024).

"Punya uang Rp56 triliun itu kaget. Akibatnya, ya sudah, ada yang kayak Don Juan. Nyewa private jet, belum lagi dugemnya". 

"Bukan kita enggak dengar, itu pasti DKPP tahu, enggak mungkin enggak tahu. Belum lagi wanitanya. Pak Heddy nih cengar-cengir saja nih," kata Tony.

Namun demikian, dari sederet tudingan yang dilontarkan oleh Tony, Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari hanya memberikan klarifikasi soal penyewaan jet pribadi. Soal tuduhan senang dugem dan main perempuan tak ia respons.

“Kalau pesawat kan pesawat sewaan untuk monitoring logistik. Pengadaan logistik yang bertanggung jawab KPU. Kalau logistik gagal, 14 Februari gagal, siapa yang dimintai tanggung jawab?" kata Hasyim di Jakarta, dikutip Senin (20/5/2024).

Penting diingat kembali, bahwa Hasyim Asy’ari ini seolah tak sepi dari kabar kontroversi. 

Berikut ini dugaan pelangaraan Ketua KPU Hasyim Asy’ari dirangkum Monitorindonesia.com:

Kuota Caleg Wanita

Hasyim Asyari pernah dijatuhi peringatan keras pada oleh DKPP pada 25 Oktober 2023 lalu. 

Sanksi tersebut dijatuhkan lantaran Hasyim melanggar kode etik dan pedoman penyelenggara pemilu dalam penyusunan regulasi yang mengatur cara menghitung kuota bakal calon anggota legislatif perempuan minimal 30 persen. 

Sanksi ini terkait dengan Pasal 8 ayat (2) Peraturan KPU 10/2023 mengenai pembulatan ke bawah dari 30% pencalonan perempuan dalam Pemilu DPR/DPRD. Enam anggota KPU lain mendapat sanksi peringatan oleh DKPP.

“Menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada teradu satu, Hasyim Asy’ari selaku ketua merangkap anggota KPU terhitung sejak putusan ini dibacakan,” ujar Ratna Dewi Pettalolo, Anggota DKPP saat membacakan putusan Perkara Nomor 110-PKE-DKPP/IX/2023 di Ruang Sidang DKPP, Jakarta (25/10/2023).

Perkara Nomor 110-PKE-DKPP/IX/2023 merupakan perkara tentang kesalahan KPU dalam menghitung kuota minimal 30% perempuan calon anggota DPR/DPRD dalam Pasal 8 Ayat (2) PKPU 10/2023. Sebelumnya, melalui Putusan Mahkamah Agung (MA) ketentuan ini telah terbukti melanggar Undang-Undang 7/2017 tentang Pemilu.

DKPP berpendapat, para teradu yang merupakan ketua dan anggota KPU yang memiliki kewenangan untuk mengusulkan dan membentuk PKPU seharusnya memiliki pengetahuan dan pengalaman yang mumpuni di bidang kepemiluan.

DKPP berpendapat tidak dapat dibenarkan menurut hukum dan etika penyelenggara pemilu keliru dalam mengakomodasi masukan DPR.

DKPP menilai para teradu terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu atas tindakan KPU yang tidak cermat dan tidak profesional dalam mengakomodasi masukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Sikap para anggota KPU ini menyebabkan ketidakpastian hukum yang berdampak bagi peserta pemilu.

Hasyim dan teradu lainnya dinyatakan terbukti melanggar sejumlah pasal dalam peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu. Di antaranya, Pasal 6 ayat (3) huruf a dan f; Pasal 11 huruf a, c dan d; Pasal 15 huruf a, e, dan g.

Muhammad Tio Aliansyah, Anggota DKPP menyampaikan, memberikan sanksi yang lebih berat kepada Hasyim atas tanggungjawab jabatan yang diemban, karena terbukti tidak mampu menunjukan sikap kepemimpinan yang profesional dalam mengawal pembentukan PKPU Nomor 10 Tahun 2023.

“Teradu satu, selaku ketua KPU dituntut dapat bersikap tegas, tidak ambigu dan menyakinkan, khususnya DPR, berkenan dengan metode penghitungan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen dalam daftar bakal calon,” terang Tio.

Dugaan pelecehan anggota PPLN

Hasyim Asy’ari sempat dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena dugaan perilaku asusila terhadap seorang wanita yang bertugas sebagai Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN).

Menurut Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) dan LBH APIK yang mewakili korban, tindakan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Hasyim Asy’ari mencakup pendekatan, rayuan bahkan tindakan asusila.

Lembaga itu menyatakan jika tindakan asusila tersebut diduga terjadi mulai September 2023 hingga Maret 2024. Hasyim dan terduga korban disebut bertemu beberapa kali selama kunjungan dinas Hasyim Asy’ari ke Eropa dan saat korban melakukan kunjungan ke Indonesia.

Wanita Emas

DKPP RI menjatuhkan sanksi "peringatan keras terakhir" kepada Hasyim Asy'ari karena terbukti pergi ziarah bersama Ketua Umum Partai Republik Satu, Hasnaeni Moein alias Wanita Emas yang saat ini merupakan terpidana korupsi penyelewengan dana PT Waskita Beton Precast Tbk pada 2016-2020.

Dalam sidang putusan di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Senin (3/4/2023) siang, DKPP memutuskan Hasyim terbukti melanggar kode etik karena melakukan pertemuan dan perjalanan pribadi ke Yogyakarta bersama Hasnaeni. Namun, dugaan soal dugaan Hasyim melecehkan Hasnaeni tidak terbukti. 

Atas pelanggaran kode etik tersebut, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim. "Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada teradu Hasyim Asya'ri selaku ketua merangkap anggota KPU RI, terhitung sejak putusan ini dibacakan," kata Ketua DKPP Heddy Lugito. 

Dalam pertimbangan putusannya, DKPP menyatakan Hasyim mengakui telah melakukan perjalanan pribadi bersama Hasnaeni dari Jakarta menuju Yogyakarta pada 18 Agustus 2022. Setiba di Yogyakarta, keduanya langsung mengunjungi sejumlah pantai dan goa untuk melakukan ziarah. 

"Teradu (Hasyim) dan pengadu II (Hasnaeni) melakukan ziarah hingga tanggal 19 Agustus 2022 pukul 05.00 WIB. Selanjutnya, teradu diantar ke Hotel Ambarukmo," kata Anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi. 

DKPP menilai, pertemuan Hasyim dan Hasnaeni yang terjadi di luar agenda kedinasan itu merupakan tindakan yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Sebab, Hasnaeni merupakan ketua umum partai politik calon peserta pemilu. Terlebih lagi, 'ziarah' itu dilakukan saat sedang berlangsung tahapan verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu 2024. 

"DKPP menilai teradu terbukti telah melanggar prinsip mandiri, proporsional, dan profesional," kata Raka. Hasyim dinilai melanggar sejumlah pasal dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu. 

Terkait dugaan Hasyim melecehkan Hasnaeni, DKPP menyimpulkan tudingan itu tidak terbukti. Sebab, pihak Hasnaeni tidak bisa menghadirkan bukti-bukti yang bisa meyakinkan DKPP. 

Namun demikian, DKPP menemukan fakta lain selama proses pemeriksaan dugaan pelecehan itu. Ternyata, Hasyim dan Hasnaeni aktif berkomunikasi melalui percakapan WhatsApp tentang topik pribadi. Salah satu pesan yang dikirimkan Hasyim kepada Hasnaeni yakni, "Nanti malam, dirimu keluar bawa mobil sendiri. Jemput aku, kita jalan berdua, ziarah keliling Jakarta".

Pencawapresan Gibran Rakabuming Raka

DKPP RI menjatuhkan sanksi "peringatan keras terakhir" lagi kepada Hasyim Asy'ari. Kali ini dia tidak sendirian, namun bersama anggota KPU lainnya. Alasannya, karena melanggar kode etik terkait proses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.

Putusan itu disampaikan ketuanya, Heddy Lugito dalam sidang putusan DKPP di Jakarta, Senin (5/2). Putusan ini diambil setelah DKPP sebelumnya menerima aduan dari tiga orang tentang putusan KPU tersebut.

"Memutuskan, mengabulkan pengaduan para pengadu untuk sebagian.Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari," tegas Heddy Lugito, seperti disaksikan Monitorindonesia.com dalam siaran langsung di YouTube DKPP RI.

Enam orang komisioner KPU itu adalah August Mellaz, Betty Epsilo Idroos, Mochamad Afifuddin, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, serta Idham Holik. Hasyim dinilai melanggar kode etik, karena memproses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres, tanpa mengubah syarat usia minimum capres-cawapres dalam aturan yang ada.

Aturan itu adalah Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Pertimbangan DKPP 

Dalam pertimbangannya, DKPP mengatakan, KPU seharusnya segera melakukan konsultasi dengan DPR dan pemerintah setelah Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 pada 16 Oktober 2023.

Hal itu diperlukan, demikian putusan DKPP, agar Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 - selaku aturan teknis pilpres - dapat segera direvisi akibat dampak putusan MK. "Para teradu baru mengajukan konsultasi kepada DPR pada 23 Oktober 2023, atau 7 hari setelah putusan MK diucapkan," kata anggota DKPP, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, saat membacakan putusan.

Menurut Wiarsa, dalam persidangan para teradu berdalih baru mengirimkan surat pada 23 Oktober 2023, karena DPR tengah dalam masa reses.

Namun demikian, ujar Wiarsa, alasan dari KPU terkait keterlambatan permohonan konsultasi dengan DPR dan pemerintah setelah putusan MK. "tidak tepat. DKPP berpendapat dalih para teradu terbantahkan karena dalam masa reses dapat dilakukan rapat dengar pendapat, sebagaimana diatur dalam Pasal 254 Ayat 4 dan Ayat 7 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib," jelasnya.

Selain itu, kata Wiarsa, DKPP juga menganggap tindakan para komisioner KPU yang terlebih dulu menyurati pimpinan partai politik, sebagai tindakan yang "tidak tepat" dan "menyimpang dari Peraturan KPU".

"Para teradu seharusnya responsif terhadap kebutuhan pengaturan tahapan pencalonan presiden dan wakil presiden 2024 pasca-putusan Mahkamah Konstitusi a quo karena telah terjadi perubahan terhadap syarat capres-cawapres untuk tahun 2024," kata Wiarsa.

Atas putusan ini, DKPP memerintahkan KPU menjalankan putusan ini. Mereka juga meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengawasi putusan tersebut.

Seperti diberitakan bahwa ada empat aduan terhadap komisioner KPU terkait perkara etik pencalonan Gibran sebagai cawapres. Empat perkara itu diadukan oleh Demas Brian Wicaksono, Iman Munandar B, P.H. Hariyanto, serta Rumondang Damanik.

Pada 25 Oktober 2023, KPU telah menerima menerima berkas pendaftaran pencalonan Gibran. Padahal, berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023, yang ketika itu belum direvisi, Gibran tidak memenuhi syarat karena belum berusia 40 tahun.

Disebutkan, KPU berdalih bahwa Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat usia capres-cawapres sudah cukup untuk dijadikan dasar memproses pencalonan Wali Kota Solo berusia 36 tahun itu.

Walau demikian, pada akhirnya, KPU kemudian mengubah persyaratan capres-cawapres, dengan merevisi PKPU Nomor 19 Tahun 2023. Namun demikian, revisi itu baru ditandatangani pada 3 November 2023.

Apa Kata Hasyim Asy'ari?

Hasyim Asy'ari mengatakan dirinya tidak dalam posisi mengomentari putusan DKPP tersebut. "Saya tidak akan mengomentari putusan DKPP. Karena semua komentar, catatan argumentasi sudah kami sampaikan pada saat persidangankatanya usai rapat dengan Komisi II DPR, Senin (5/2/2024).

KPU, kata dia, sebagai teradu selama ini selalu mengikuti proses persidangan di DKPP. Mereka juga mengaku telah memberikan keterangan dan bukti kepada DKPP. "Ketika ada sidang diberikan kesempatan untuk memberikan jawaban, keterangan, alat bukti, argumentasi sudah kami sampaikan," ungkapnya.

Sama dengan kasus soal Wanita Emas, Hasyim Asy'ari juga enggan menanggapi putusan DKPP RI itu. "Aku enggak komentar," kata Hasyim kepada wartawan ketika dimintai tanggapannya atas putusan tersebut, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (3/4/2023) lalu.

Kendati demikian, para awak media terus melontarkan pertanyaan terkait putusan tersebut kepada Hasyim. Namun, dia tetap enggan berkomentar sembari menempelkan satu telunjuk di bibirnya. Wartawan kembali melontarkan pertanyaan serupa kepada Hasyim di Kantor KPU RI, Jakarta, Senin malam. Namun, ia tetap tidak mau berkomentar. 

"Kalau soal itu (sanksi peringatan keras terakhir), saya tidak komentar. Kalau yang lain, saya mau," ujar Hasyim. 

Tetap saja Hasyim Asy'ari tidak mau berkomentar karena sudah cukup memberikan penjelasan dalam sidang pemeriksaan di DKPP. 

Apa Kata Bawaslu?

Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja enggan memberikan banyak komentar. Menurutnya, putusan dari DKPP ini menjadi pengingat bagi KPU dan penyelenggara Pemilu agar lebih hati-hati dalam bekerja.

"Tapi ini merupakan koreksi juga pengingat bagi penyelenggara Pemilu agar berhati-hati dalam menyelenggarakan tugas dan wewenang," kata Bagja di DPR RI, Senayan, Senin (5/2/2024).

Hanya saja, Bagja mengatakan putusan DKPP itu berkaitan dengan pribadi dari penyelenggara Pemilu. Di satu sisi, putusan ini tidak akan mempengaruhi putusan lembaga.

"Proses yang telah dilakukan itu yang disalahkan penyelenggara atau KPU, jadi silakan diterjemahkan sendiri, tapi bagi kami proses telah berjalan, ada permasalahan mengenai itu yang kemudian dicermati dan juga dilaporkan ke DKPP, ya itu ranah dari DKPP," ucap Bagja.

"Jadi kami agak sulit kemudian memberikan komentar, karena putusan DKPP harus dilaksanakan dan tidak ada kemudian DKPP merekomendasikan terhadap hal ini kan terhadap proses-proses yang telah dilalui," tambah dia.

Menurut Bagja, Bawaslu juga sudah pernah disanksi oleh DKPP. Bawaslu juga diperingatkan mengenai keterwakilan perempuan dalam jajaran komisioner.

"Kami juga pernah di DKPP dan diputus bersalah, tapi prosesnya sudah berjalan dan kemudian misalnya kami mendapat peringatan soal komisioner perempuan ya di penyelenggara Pemilu di provinsi Sumatra Utara, kami kena peringatan dan itu tapi kan tidak mengubah komisionernya itu balik lagi seleksiknya tidak demikian cara kerjanya," demikian Bagja.