Bak Ditelan Bumi, Nyali KPK Usut Korupsi Bansos DKI Jakarta Rp 3,65 Triliun Dipertanyakan

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 5 November 2023 03:47 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (Foto: MI/Aswan)
Komisi Pemberantasan Korupsi (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Nyali Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut kasus dugaan korupsi bantuan sosial periode tahun 2020 Rp 3,65 triliun yang sempat heboh pada awal tahun 2023 dipertanyakan.

Modus dan pola item kegiatan yang dikorupsi hampir sama sama dengan bantuan yang diberikan oleh Kementerian Sosial (Kemnsos) dari sudut pelaksanaan di lapangan. 

Perbedaanya hanya penyalurannya. Bahkan di DKI Jakarta sebenarnya lebih gampang ditelusuri dan dibuktikan dikarenakan pelaksana dan bahan bansos semuanya di wilayah Jakarta.

KPK saat itu menyatakan bahwa akan menyampaikan persoalan kasus tersebut ketika sudah naik ke tahap penyidikan. Namun mendekati pergantian tahun "bak ditelan bumi" kasus itu atau belum ada titik terang. Padahal, laporan atas dugaan korupsi Bansos 2020 telah ada di tangan lembaga antirasuah itu.

“Ketika proses penyidikan dan penuntutan pasti kami akan sampaikan nanti,” kata Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri saat ditemui awak media di gedung Merah Putih KPK, Kamis (16/2/2023) lalu.

Saat itu Ali enggan menjawab apakah KPK sedang menyelidiki kasus tersebut atau masih mencari informasi permulaan.

Dia hanya mengatakan, pihaknya akan menyampaikan perkembangan informasi kasus tersebut sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas kerja-kerja KPK. “Itu juga sepanjang terhadap informasi yang bisa disampaikan kepada masyarakat,” ujarnya.

Menurut Ali, informasi yang menjadi bagian strategi penyidikan dan penuntutan tidak bisa disampaikan ke publik karena termasuk dalam kategori yang dikecualikan. Hal tersebut dilakukan agar proses penyidikan dan penuntutan tidak terganggu.

“Itu saja yang bisa saya sampaikan, saya kira teman-teman sudah bisa menyimpulkan apa yang kemudian kami sampaikan,” tutur Ali.

Dinsos DKI Buka Suara

Kepala Dinas Sosial (Dinsos) DKI Jakarta, Premi Lasari telah buka suara terhadap isu liar korupsi dana bantuan sosial (bansos) tahun 2020 oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang dibeberkan akun twitter @kurawa. Dalam dugaan kasus korupsi itu, 

Dinsos DKI Jakarta disebut menunjuk tiga rekanan untuk menyalurkan paket sembako senilai Rp 3,65 triliun. Salah satu rekanan itu adalah Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pasar Jaya. 

BUMD DKI Jakarta itu mendapat kontrak tertinggi untuk menyalurkan bansos daripada dua rekanan lain yang ditunjuk. Premi mengaku Dinsos DKI memang pernah bekerja sama dengan Pasar Jaya pada 2020. Menurut dia, kontrak dengan Pasar Jaya berakhir pada 31 Desember 2020

"Intinya memang kalau kami sih memang pernah berkontrak dengan Perumda Pasar Jaya. Saya pastikan, kami berkontrak habis 31 Desember 2020," ungkapnya di Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jum'at (13/1/2023) lalu.

Saat disinggung soal timbunan beras bansos di tempat penyimpanan di Pulogadung, Premi mengaku tak tahu. Ia juga mengaku tak mengetahui apakah beras bansos itu disalurkan oleh Perumda Pasar Jaya atau tidak. Sebagai informasi, timbunan beras di tempat penyimpanan itu diseret ke dugaan korupsi bansos.

"Kita tunggu saja ya itu barang (timbunan beras) siapa," kata Premi.

Di satu sisi, Premi menyebut penyaluran bansos tahun 2020 itu telah diawasi sejumlah pihak seperti Inspektorat DKI Jakarta, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Dalam kesempatan itu, Premi menyinggung bahwa dia telah memberi keterangan kepada KPK. 

Namun, Premi tak merinci kapan dia memberi keterangan kepada KPK atau apa keterangan yang diberikan. "Kan saya juga sudah pernah menjelaskannya di KPK," kata dia.

Dibantu Calo

Sumber Monitorindonesia.com di Pemprov DKI Jakarta mengungkap awal mula Gubernur Anies Baswedan menggelar rapat untuk mengatur teknis pelaksanaan Bansos.

Dari hasil rapat ditunjuk tiga perusahaan (vendor) penyedia dan Dinas Sosial DKI di tugaskan sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK).

“Rapat tersebut juga disaksikan oleh Inspektorat,” ungkapnya pada beberapa waktu lalu.

Pada rapat berikutnya untuk menfinalkan teknis pemberian Bansos senilai Rp 3,65 triliun tersebut, Pemda DKI mengundang bebrapa pihak eksternal salah satunya dari Kejaksaan Tinggi DKI sebagai suvervisi (pengawasan).

Dalam perjalanan pelaksanaanya ternyata ketiga perusahaan tersebut tidak mampu melaksanakan kegiatan itu terpaksa mereka memperdagangkan lagi atau men subkon ke pihak lain. 

Dengan dibantu oleh para calo dan makelar seperti dari berbagai pihak diantaranya ada orang partai, titipan pejabat dan orang dekat mereka.

“Titipan dari Dinas sosial DKI Jakarta juga ada yang disodorkan untuk subkontramtor pelaksana di lapangan, bahkan pada waktu itu fee yang setorkan pelaksana kegiatan bervariasi kisaran 15% sampai 20,” ungkapnya.

Sehingga sangat wajar bila kasus dugaan korupsi Bansos DKI 2020 tidak mungkin lagi bisa ditangani Kejati DKI Jakarta. “Ada oknum penegak hukum udah ikut juga didalamnya,” katanya.

KPK diharapkan segera melakukan telaah, menindaklanjuti dan mengambil tindakan hukum tentang adanya dugaan korupsi pengadaan bansos covid-19 Pemprov DKI Jakarta tahun 2020.

Selain itu melakukan pemeriksaan terhadap Pejabat yang berkompeten yaitu PA dan PPK, melakukan pemeriksaan terhadap perusahaan pelaksana kegiatan dan melakukan koordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tentang aliran dana pelaksanaan dana bansos tersebut.

Sementara itu, berdasarkan sumber Monitorindonesia.com juga menyatakan bahwa pihak Dinsos DKI Jakarta sempat diperiksa oleh KPK terkait kasus ini.

Diberitakan bahwa pada 9 Januari, di media sosial Twitter (X) berhembus kabar dugaan korupsi program bansos Pemprov DKI Jakarta. Rudi Valinka, melalui utas di akunnya @kurawa menyebut, pada 2020 Pemprov DKI Jakarta sedang menanggulangi pandemi Covid-19.

Pemprov DKI Jakarta kemudian mengucurkan bantuan Rp 3,65 triliun dalam bentuk sembako. Melalui program itu, Dinas Sosial DKI Jakarta menunjuk tiga rekanan sebagai penyalur paket sembako.

Mereka adalah Perumda Pasar Jaya, PT Food Station, dan PT Trimedia Imaji Rekso Abadi. "Di mana porsi terbesar diberikan kepada Perumda Pasar Jaya senilai Rp 2,85 triliun, mengapa?" tulis akun @kurawa. (Wan)