Mengapa Perlu Oposisi?

Tim Redaksi
Tim Redaksi
Diperbarui 17 Februari 2024 13:39 WIB
Pendukung calon Presiden dan calon wakil presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD mengenakan kostum banteng pada Hajatan Rakyat di Lapangan Maron Genteng, Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis (8/2/2024)
Pendukung calon Presiden dan calon wakil presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD mengenakan kostum banteng pada Hajatan Rakyat di Lapangan Maron Genteng, Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis (8/2/2024)

Jakarta, MI - Bagi peneliti politik dari Populi Center, Usep Syaiful Akhyar, kekuasaan cenderung disalahgunakan. Oleh karena itu, diperlukan kelompok oposisi dari partai politik apa yang ia sebut sebagai “penyeimbang” dalam roda pemerintahan.

“Seperti saat ini, kritik yang terjadi hanya dilakukan oleh masyarakat sipil saja. Dan hampir semua [partai politik] berkoalisi dengan pemerintahan, sehingga kritik-kritik itu seperti tidak terdengar,” kata Usep merujuk pada polemik putusan Mahkamah Konstitusi yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka, putra dari Presiden Jokowi ke putaran pilpres dikutip pada Sabtu (17/2).

Selain itu, ia juga mengkritik cara “gotong-royong” dalam pemerintahan Jokowi di mana oposisi seperti tak mendapat tempat. “Konflik itu kan suatu tidak selalu, atau berkompetisi itu tidak harus selalu jahat atau tidak selalu buruk."

"Mungkin ada kompetitior ada oposisi justru membuat kelompok yang berkuasa itu tidak terlena dengan kekuasaannya. Ada yang selalu mengingatkan, ada yang selalu memberi persfektif lain,” imbuh Usep.

Diberitakan bahwa, PDI Perjuangan dikabarkan siap menjadi oposisi di luar pemerintahan dan parlemen untuk menjalankan tugas check and balance.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto mengatakan pengalaman partainya menjadi oposisi periode 2004 - 2014 telah banyak diapresiasi karena peran serta meningkatkan kualitas demokrasi. Diketahui, PDIP sendiri telah menjadi opisisi pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selama 10 tahun.

"Bahkan, tugas di luar pemerintahan, suatu tugas yang patriotik bagi pembelaan kepentingan rakyat itu sendiri," kata Hasto Kristiyanto dikutip pada Sabtu (17/2).

Di tengah pengalaman itu, Hasto juga memuji pihaknya yang dapat membentuk hak angket dalam dugaan kecurangan Pemilu 2009, termasuk memperjuangkan pemilih luar negeri yang tak bisa mencoblos karena masalah administrasi.

"Kecurangan dari hulu ke hilir memang benar terjadi. Hanya saja kita berhadapan dengan dua hal. Pertama, pihak yang ingin menjadikan demokrasi ini sebagai kedaulatan rakyat tanpa intervensi manapun."

"Kemudian, pihak yang karena ambisi kekuasaan dan ini diawali dari rekayasa hukum di Mahkamah Konstitusi," ungkap Hasto, ketika menjelaskan alasan partainya memutuskan untuk menjadi oposisi.