Hadapi Perlawanan Karen Agustiawan, KPK Bawa Ratusan Bukti Dugaan Korupsi LNG

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 30 Oktober 2023 17:18 WIB
Karen Agustiawan (Foto: Ist)
Karen Agustiawan (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membawa ratusan bukti dalam sidang praperadilan yang diajukan mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina, Karen Agustiawan (KA) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (30/10).

Sidang praperadilan tersebut terkait gugatan Karen atas penetapan tersangka dirinya dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) atau gas alam cair.

"KPK menghadirkan bukti sebanyak 121 termasuk bukti elektronik," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri.

Pada kesempatan yang sama, Ali menyampaikan bahwa proses penyidikan dan penetapan terhadap Karen Agustiawan terhadap KA sudah sesuai prosedur yang berlaku.

"Kami yakin seluruh proses penyidikan perkara ini telah sesuai dengan mekanisme hukum sehingga sudah seharusnya permohonan praperadilan dimaksud di tolak," jelasnya.

Karen Agustiawan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan rasuah pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina (Persero) 2011-2021 pada Selasa (19/9) lalu.

Penetapan status hukum ini berdasarkan kecukupan alat bukti yang dikantongi KPK. "Diperkuat lagi dengan bukti permulaan yang cukup sehingga naik pada tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan tersangka, GKK alias KA (Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan), Direktur Utama PT Pertamina (Persero) tahun 2009 sampai dengan 2014," kata Ketua KPK, Firli Bahuri.

Kasus ini bermula ketika PT Pertamina berencana mengadakan LNG sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia sekitar 2012. Sebab, perkiraan defisit gas akan terjadi di Indonesia kurum waktu 2009-2040. "Sehingga diperlukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN Persero, Industri Pupuk dan Industri Petrokimia lainnya di Indonesia," ungkap Firli.

Diketahui, Karen yang diangkat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Persero periode 2009-2014 kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan pemasok LNG yang ada di luar negeri. Di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat.

Saat pengambilan kebijakan dan keputusan tersebut, Karen diduga secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero. 

"Selain itu pelaporan untuk menjadi bahasan dilingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam hal ini Pemerintah tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan GKK alias KA tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu," demikian Firli. (An)