Alibi KPK Belum Tahan Tersangka Korupsi Rujab DPR

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 18 Juli 2024 2 jam yang lalu
Asep Guntur Rahayu dalam salah satu konferensi pers (baju putih) (Foto: Dok MI/Aswan)
Asep Guntur Rahayu dalam salah satu konferensi pers (baju putih) (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap alasan lembaga antirasuah masih belum melakukan penahanan terhadap kasus dugaan korupsi proyek pengadaan di rumah jabatan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

“Sampai saat ini [penahanan] belum dilakukan itu karena memang pasal yang dipersangkakan atau pasal yang digunakan itu pasal 2, pasal 3 perkara itu ya terkait penggunaan” kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu di Kantor Merah Putih KPK, Kamis (18/7/2024).

Selanjutnya, kata Asep, KPK masih melakukan koordinasi dengan pihak yang melakukan penghitungan kerugian negara yang diakibatkan oleh kasus tersebut.

“Sampai saat ini juga kami masih berkoordinasi dengan pihak yang melakukan penghitungan karena itu menjadi salah satu unsur pasal yang harus kita penuhi," kata dia.

Asep juga mengatakan sampai saat ini KPK belum menerima intervensi dari pihak DPR sendiri, yang diperkirakan menjadi alasan sampai saat ini belum melakukan penahanan terhadap tersangka tersebut.

“Intervensi tidak ada” kata Asep.

Sebelumnya, KPK telah melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat (Sekjen DPR), Indra Iskandar terkait dengan kasus tersebut pada tanggal 16 Mei dan 14 Maret 2024 lalu.

Pada pemeriksaan tersebut, Juru Bicara KPK saat itu, Ali Fikri mengatakan penyidik melontarkan pertanyaan yang berkaitan dengan jabatan dan tugas Indra sebagai Sekjen DPR dalam proyek pada 2020 tersebut.

“Termasuk dikonfirmasi pula dugaan adanya pihak vendor yang mendapatkan keuntungan secara melawan hukum dalam pengadaan barang dan jasa di DPR” kata Ali Fikri.

KPK juga sebelumnya telah melakukan pencegahan perjalanan ke luar negeri terhadap Sekjen DPR dan enam orang lainnya terhitung sejak 5 Maret 2024 lalu, dengan tujuan agar lebih mudah dalam melakukan penyelidikan terkait dengan kasus tersebut.

“KPK mengajukan cegah agar tetap berada di wilayah NKRI pada pihak Ditjen Imigrasi Kemenkumham RI terhadap tujuh orang dengan status penyelenggara negara dan swasta” kata Ali Fikri.