Anggota TNI-Polri Kerap Bentrok, DPR Sebut Ada Persoalan Ego Sektoral

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 17 April 2024 13:32 WIB
Gedung DPR RI (Foto: MI/Dhanis)
Gedung DPR RI (Foto: MI/Dhanis)

Jakarta, MI - Anggota Komisi III DPR I Wayan Sudiarta, menilai bentrokan yang terjadi antara anggota Brimob dan TNI AL di pelabuhan Sorong, Papua Barat Daya bukan hanya soal salah paham semata. 

Menurutnya ada ego sektoral yang amat tinggi di kedua institusi tersebut. Pasalnya, bentrokan antar anggota Polri dan TNI sudah terlalu sering terjadi yang akhirnya mencoreng citra dari masing-masing institusi itu. 

"Saya melihat bahwa persoalan ego-sektoral ini menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi negara kita," kata Wayan kepada wartawan, dikutip Rabu (17/4/2024).

Atas dasar itu ia menilai, semestinya TNI-Polri dapat menerapkan revolusi mental dan memperbaiki sumber daya manusia (SDM) di dalam jiwa para anggotanya. 

"Seharusnya (TNI-Polri) dapat menjawab dengan reformasi kultur dan struktur atau revolusi mental dengan mengedepankan perbaikan mutu pendidikan dan pembangunan integritas SDM," ujarnya. 

Selain ego sektoral kata Waya, hal lainnya yang kerap menjadi pemicu konflik antara TNI dan Polri ialah berkaitan dengan kebijakan, pengaturan tugas dan kewenangan yang berbeda.

"Hal ini tentu berdampak pada penyediaan sumber daya yang tentu seperti terjadi sebuah persaingan atau kompetisi. Gesekan kewenangan dan fungsi ini memang menjadi jawaban kekurangan sumber daya di beberapa sektor atau wilayah," ujarnya

"Tetapi menjadi sebuah paradoks karena berdampak pada kebersinggungan keduanya di lapangan dan tak heran berbuntut panjang seperti terjadinya konflik dengan kekerasan," tambah dia.

Lebih jauh menurut Wayan, lemahnya pengawasan dan penegakan aturan dalam menerapkan prinsip reward and punishment atau meritokrasi untuk menimbulkan efek jera yang menyebabkan hal tersebut terus terulang.

Selain itu, terlalu seringnya kedua instansi tersebut menyederhanakan masalah dengan alasan kesalahpahaman. Sebab, siapapun yang terlibat konflik, apalagi jika terdapat korban dari warga sipil, maka harus ditindak tegas dengan pemberatan dan penanganannya mesti transparan.

"Seharusnya penanganan dan hukuman terhadap anggota TNI-Polri yang melakukan kekerasan, apalagi hingga berdampak pada korban sipil, seharusnya mendapat pemberatan. Status mereka seharusnya dipandang sebagai hal-hal yang memberatkan seperti dalam KUHP yang berlaku bagi masyarakat," jelas Wayan.