Menguji Yang Mulia Hakim MK

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 23 Maret 2024 21:59 WIB
Mahkamah Konstitusi (MK) (Foto: MI/Aswan)
Mahkamah Konstitusi (MK) (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Dalam konteks Pemilihan Umum atau Pemilu 2024, khususnya Pilpres, Mahkamah Konsyitusi (MK) menjadi sorotan terutama semenjak putusan lembaga yudikatif itu tentang gugatan syarat umur minimal capres-cawapres pada Oktober tahun lalu atau yang sering dijuluki putusan 90 atau perkara 90.

Ketua Mahkamah Konstitusi saat itu, Anwar Usman, memimpin sidang putusan gugatan syarat umur minimal capres-cawapres. Dia pun disorot karena dugaan konflik kepentingan yang mengacu statusnya sebagai adik ipar Presiden Joko Widodo, ayah dari Gibran Rakabuming Raka.

Perkara yang diputuskan oleh Anwar Usman ini mengenai syarat capres-cawapres di bawah usia 40 tahun selama bakal calon berpengalaman sebagai kepala daerah. 

Putusan MK kala itu melanggengkan jalan Gibran menjadi cawapres. Anwar sendiri kemudian diberhentikan dari posisinya sebagai Ketua MK dan posisinya digantikan Suhartoyo.

Kini pemilihan presiden usai, hasil rekapitulasinya pun telah diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Rabu (20/3/2024). Hasilnya, paslon  nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenangnya. 

Prabowo-Gibran meraih perolehan suara terbanyak dengan 96.214.691 alias 58,58% dari total 164.270.475 suara sah.

Namun beberapa jam setelah penatapan pemenang Pilpres 2024, pada Kamis (21/3/2024) pagi, Tim Hukum Nasional (THN) Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar resmi mendaftarkan gugatan terkait dugaan kecurangan Pilpres 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

https://monitorindonesia.com/storage/news/image/7bb1f920-6868-4c8b-9089-4214ec304d72.jpg
Tim Hukum Anies-Cak Imin membawa berkas berisi bukti dugaan kecurangan Pemilu 2024 ke MK (Foto: MI Rerpo AFP)

Disusul Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud Md pada hari ini, Sabtu (23/3/2024) sore. 

Dalam pendaftaran PHPU ini, TPN membawa sejumlah boks yang berisi dokumen-dokumen gugatan. Pengajuan itu tertuang dalam Nomor 02-03/AP3-Pres/PAN.MK/03/2024.

Pada gugatan itu dilakukan oleh Ketua TPN Ganjar-Mahfud Arsjad Rasjid dan Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis. Sedangkan, Sekretaris TPN Ganjar-Mahfud, Hasto Kristiyanto sudah beradab terlebih dahulu di MK. 

Selain itu, politikus PDIP yang mengawal proses pendaftaran tersebut, yaitu Masinton Pasaribu, Adian Napitupulu, Djarot Saiful Hidayat, Deddy Sitorus, Henry Yosodiningrat, Ronny Talapesy, dan Sekjen Perindo Ahmad Rofiq. 

Deputi hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis mengatakan, terima kasih kepada MK yang telah menerima pendaftaran. Mereka juga akan segera melengkapi bukti dan lampiran.

"Memang masih ada barang bukti yang belum kita serahkan. InsyaAllah malam ini kami akan lengkapi dan kita akan siap untuk bersidang, pada jadwal yang ditentukan oleh MK," ujar Todung setelah menyerahkan berkas gugatan.

Todung menyebut, permohonan yang diajukan oleh TPN Ganjar-Mahfud mencapai 150 halaman. Namun, itu belum termasuk bukti-bukti dan lampiran yang lain. "151 halaman itu belum termasuk bukti dan lampiran yang lain," katanya. 

https://img.antaranews.com/cache/1200x800/2024/03/23/20240323_193845_0000.jpg.webp
Deputi Bidang Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis (kiri) menerima bukti pendaftaran gugatan PHPU Pilpres 2024 di Gedung MK, Jakarta, Sabtu (23/03/2024).

Lebih lanjut, Todung meminta MK untuk mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut 02 Prabowo-Gibran, yang menurut TPN pendaftaran cawapres 02 Gibran Rakabuming Raka pada Pemilu 2024 melanggar hukum dan etika.

Selain itu, ia juga meminta agar MK membatalkan penetapan hasil Pemilu 2024 oleh KPU RI pada Rabu (20/3/2024) malam. 

"Kita juga memohon agar pengulangan pemungutan suara di seluruh TPS di Indonesia, serta kami meminta agar MK membatalkan penetapan KPU beberapa waktu sebelumnya," tandasnya.

Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra sebelumnya pernah menegaskan bahwa pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 tidak melanggar norma etik hukum. Menurutnya, ada perbedaan mendasar antara pelanggaran norma etik dengan pelanggaran norma tentang perilaku atau code of conduct.

Namun menurut Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti Prabowo-Gibran bisa didiskualifikasi dari kemenangannya di Pilpres 2024. Hal itu bisa terjadi jika dugaan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) selama proses Pemilu 2024 terbukti.

Dia mengatakan baik Paslon 01 dan 03 satu suara terkait diskualifikasi Prabowo-Gibran. Sebab, dugaan kecurangan Pemilu 2024 mengarah kepada paslon tersebut.

“Kalau di MK (Mahkamah Konstitusi) kita mesti tunggu ya hasilnya seperti apa. Tapi yang jelas, yang diminta nantinya adalah adanya permintaan diskualifikasi Paslon 02, utamanya karena masalah putusan MK 90 yang meloloskan Gibran sebagai cawapres,” kata Bivitri dikutip pada Sabtu (23/3/2024).

Jika hal itu terbukti, menurut Bivitri pemungutan suara ulang bisa saja terjadi tanpa adanya Prabowo-Gibran. Bahkan, seandainya MK tidak mengabulkan tuntutan yang dimasukan, maka akan sangat berpengaruh terhadap kondisi perpolitikan Indonesia ke depannya.

“Kalau itu yang dikabulkan oleh MK, maka harus ada pemungutan suara ulang tanpa 02. Legitimasinya tentu saja akan sangat berpengaruh, kalau seandainya MK tidak memutuskan seperti yang diminta oleh 01 dan 03 tetap saja ada pengaruh secara politik,” ucapnya.

Kemenangan Prabowo-Gibran nantinya akan menjadi hasil demokrasi terburuk sepanjang sejarah. Masyarakat akan melihat Prabowo-Gibran sebagai pemimpin yang dihasilkan melalui proses demokrasi yang buruk. “Meskipun secara hukum MK tidak mengabulkan, ya udah hasilnya tetap paslon 02 menang seperti hari ini. Tapi itu tetap saja dinamika di MK akan memengaruhi secara politik persepsi terhadap kemenangan dari Paslon 02,” pungkasnya.

Kans Para Penggunggat

Soal kans para penggugat, Bivitri menyebut tantangan terbesar adalah menghadirkan saksi kunci untuk membongkar kecurangan yang sifatnya terstruktur, sistematis dan masif di pengadilan MK.

Bivitri mencontohkan pada tahun 2019, kubu Prabowo saat itu melalui tim kuasa hukum sempat meminta hakim untuk mengeluarkan surat supaya saksi punya kekuatan hukum dan dilindungi.

“Tapi 2019, itu hakim menolak. Jadi, si tim Prabowo tidak bisa menghadirkan [saksi]. Nah, jadi itu tantangan dalam pembuktian [untuk gugatan Pilpres 2024],” ujarnya.

Sementara dari sisi pembuktian, pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari mengatakan bukti untuk membongkar kecurangan pemilu tidak akan pernah cukup karena itu adalah operasi dari kekuasaan.

Namun, bukti yang ada tetap patut dipertimbangkan apabila betul-betul menjelaskan bahwa penyelenggara tidak independen dan alat kekuasaan negara terlibat sehingga membuat proses penyelenggaran tidak jujur dan adil.

Di lain pihak, mantan Ketua MK, Hamdan Zoelva, yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pakar Tim Nasional Pemenangan (TPN) Anies-Muhaimin mengatakan tidak ada jalan lain untuk mengajukan gugatan pilpres, karena MK yang memiliki kewenangan.

Di sisi lain, dia percaya bahwa ada hakim MK yang memiliki kredibilitas yang cukup bagus. “[Hakim-hakim MK] itu kan jumlahnya sembilan orang toh dan satu orang tidak boleh menyidangkan pilpres yaitu Pak Anwar Usman. Jadi delapan orang itu saya yakin banyak memiliki kredibilitas. Jadi, saya tidak khawatir mengenai hal itu,” jelasnya.

Hamdan menyebut sudah menjadi pandangan umum bahwa pemilu kali ini bobrok dan itu bisa dijadikan pertimbangan MK. “Kita tinggal mengajukan bukti-bukti yang mendukung itu. Di mana sisi bobroknya? Di mana sisi-sisi masalah dalam pemilu ini? Dan itulah yang menjadi sorotan dari permohonan dari [Paslon 01],” jelasnya.

Menurut Hamdan, kecurangan pertama dimulai dengan diloloskannya Paslon 02 tanpa prosedur merujuk pada perubahan aturan batas umur. Menurutnya, jikapun putusan MK itu sah dan konstitusional, seharusnya tidak langsung dipakai karena aturan KPU tentang batas umur 40 tahun masih eksis.

“KPU menerabas itu. Dan ternyata diperiksa di DKPP, itu adalah sebuah tindakan yang salah. Dan seluruh anggota KPU dikenai sanksi oleh DKPP,” ujarnya.

Hamdan Zoelda saat menjabat sebagai Ketua MK pada tahun 2014. Kala itu, dia memimpin sidang gugatan Prabowo Subianto yang kala itu kalah di pilpres melawan Joko Widodo.

Hamdan menyebut hal ini berdampak pada rangkaian selanjutnya karena melibatkan anak Presiden Jokowi, Gibran karena pemihakan presiden menjadi sangat jelas dalam memenangkan salah satu pasangan calon.

“Dan itu haram dilakukan oleh pejabat pemerintah, oleh Presiden, apabila membuat kebijakan-kebijakan yang memihak satu pasangan yang merugikan pasangan lain,” jelas Hamdan.

“Kalau keadaan ini tidak dikoreksi, maka demokrasi Indonesia tidak pernah akan baik, proses pemilu kemarin pasti akan digunakan juga pada masa-masa yang akan datang dengan cara yang sama dan bisa jadi oleh orang yang sama. Mahkamah Konstitusi harus berani memutus rantai persoalan ini,” tandasnya.

Tujuan akhir dari gugatan ini, menurut Hamdan, adalah pilpres ulang tanpa Paslon 02 atau setidaknya Gibran digantikan dengan cawapres baru yang memenuhi syarat.

Citra MK

Juru bicara MK, Fajar Laksono, mengakui dalam beberapa bulan terakhir MK mengalami ketidakpercayaan publik yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

Menurut dia, putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang melarang pihak yang berkepentingan untuk menyidangkan kasus tertentu memperlihatkan bahwa lembaga peradilan itu ingin kembali ke rel yang seharusnya.

Selain Anwar Usman, hakim Konstitusi yang baru terpilih, Arsul Sani, sebelumnya menjabat di Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang untuk pertama kalinya tidak lolos ambang batas parlemen 4% pada Pemilu 2024 ini.

Bivitri Susanti berharap Arsul berinisiatif mundur untuk sengketa pemilu legislatif untuk menghindari konflik kepentingan. Sementara menurut Fajar, Arsul sudah menyampaikan kepada media-media bahwa tidak mengambil perkara-perkara yang melibatkan PPP.

“Tetapi itu harus diputuskan oleh 9 hakim konstitusi MK,” katanya.

https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1560323971/puhqeyrsxpnzdwxgwmq9.jpg
Barikade kawat berduri di depan gedung MK pada sidang sengketa Pemilu 2019

Di sisi lain, Fajar menekankan bahwa MK sangat membutuhkan kepercayaan publik. “Public trust [kepercayaan publik] itu yang dibutuhkan MK. Karena bagi MK mustahil eksistensi sebuah lembaga peradilan tanpa public trust. Ini menjadi momentum bagi MK untuk memulihkan kembali public trust itu dengan independensi dan imparsialitas," ungkapnya.

Dalam konteks sengketa pilpres, Fajar menyebut lembaga yudikatif itu akan berupaya menunjukkan ke publik kinerja mereka bukan hanya dari persidangan, melainkan dari proses sebelumnya dengan mementingkan aspek transparansi dan aksesibilitas publik.

“Nah, persoalan nanti putusannya nanti seperti apa itu kan otoritas atau kewenangan hakim yang kita tidak bisa masuk ke sana. Jadi jangan hanya diukur dari apa putusannya. Kalau putusan kan orang bisa berdebat adil atau tidak adil. Kita melihat itu sebagai proses yang utuh dari proses sampai hasil," katanya.

Soal apakah MK rentan menjadi sarang konflik kepentingan, Bivitri Susanti menyebut citra MK tidak bisa sekadar dipoles. Dia berpendapat MK mesti mengubah sistemnya antara lain membuat kriteria perekrutan hakim lebih operasional. Selain itu, metode antara hakim yang diajukan DPR, Presiden, dan Mahkamah Agung sekarang pun berbeda-beda.

Bivitri juga menyoroti sistem pengawasan MK yang sekarang dengan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) jauh dari ideal.

“Walaupun sekarang sudah lumayan [karena] ada Pak [I Dewa Gede] Palguna. Kebetulan saja Pak Palguna bagus. Tapi secara sistem seharusnya pengawasan hakim ada di lembaga yang independen. Makanya dulu tuh Komisi Yudisial bisa mengawasi MK itu bagus,” tutur Bivitri.

Perlu digarisbawahi, bahwa Komisi Yudisial sebelumnya berwenang mengawasi Mahkamah Konstitusi hingga tahun 2006 saat MK memutus KY tidak bisa mengawasi hakim MK.

Sementara THN AMIN berharap putusan MK bisa menyelamatkan konstitusi dan demokrasi. Direktur Eksekutif THN AMIN, Zuhad Aji Firmantoro, optimistis gugatan mereka akan dikabulkan jika formasi hakim MK sesuai dengan Putusan 90.

Meskipun komposisi hakim pada perkara 90 adalah 5-4, jika dilihat lebih detail, 2 dari 5 hakim, yakni Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic, memiliki pendapat berbeda (concurring opinion). Keduanya mengubah syarat usia capres/cawapres dengan klausul berpengalaman sebagai gubernur, bukan wali kota.

Nantinya, dalam gugatan sengketa Pilpres, Anwar Usman yang termasuk dalam komposisi 5 hakim tak diperkenankan bersidang imbas putusan MKMK. Dan hakim MK pengganti Wahiduddin Adams yang ketika itu menolak putusan 90 ialah Arsul Sani yang sebelumnya menjabat anggota DPR dari Fraksi PPP.

“Kalau logika berpikirnya para hakim MK konsisten, maka suara untuk tidak mengikutsertakan cawapres 02 yang berlatar belakang wali kota, ya bisa menang. Lalu karena satu hakim pensiun digantikan Arsul Sani, secara hitungan PPP sebagai representasi paslon 03, ya [menguntungkan],” jelas Zuhad.

Harapan pun dilambungkan mantan hakim MK Maruarar Siahaan. Ia yakin pada beberapa hakim yang memiliki integritas tinggi, yang dissenting opinion waktu itu (putusan 90), ditambah 2 hakim pengganti yang baru.

“Kalaupun misalnya nanti 8 hakim memutus dan masing-masing kubu ada 4 hakim, tetapi Ketua MK (Suhartoyo) saya harap berada di kubu yang membela konstitusi, itu memiliki nilai tambah. Bobot suaranya satu plus,” kata Maruarar. (wan)