PWI Bekasi Raya Adakan Forum Diskusi soal Carut Marut PPDB Online

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 21 Juli 2024 17:26 WIB
PWI Bekasi Raya Mengadakan Forum Diskusi Tentang Carut Marut PPDB Online Tahun Ajaran 2024-2025
PWI Bekasi Raya Mengadakan Forum Diskusi Tentang Carut Marut PPDB Online Tahun Ajaran 2024-2025

Kota Bekasi, MI - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bekasi Raya mengadakan forum diskusi bertema" “Menyikapi Pengelolaan Sistem Pendidikan di Kota Bekasi”. Penyelenggara memilih Aula Gedung Biru PWI Bekasi Raya yang berlokasi di Marga Jaya, Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Jumat pekan lalu menjadi tempat diskusi. 

Diskusi ini menurut Ketua PWI Bekasi Raya (Kabupaten/Kota Bekasi) bertujuan agar setiap wartawan yang tergabung dapat saling mengisi dan saling memberi masukan sehingga memahami hiruk pikuk dunia pendidikan, khususnya saat PPDB.

Dengan pemahaman yang matang tentang carut marutnya PPDB kata Ade Muksin, pemberitaan dapat tersaji secara akurat setelah terlebih dahulu cek & ricek, sehingga pemberitaan betul-betul menjadi kritik sekaligus masukan kepada pemerintah khususnys stakeholder Pendidikan secara berjenjang.

Menurut Ade Muksin, dalam kegiatan ini PWI Bekasi Raya mengundang sejumlah narasumber yang kompeten di bidang pendidikan, baik pakar hukum dan pemerhati pendidikan. Namun sangat disayangkan kata Ade, Pj. Wali Kota atau Kepala Dinas Pendidikan tidak berkenan hadir.

Kata Ade, Pj. Wali Kota Bekasi, Raden Gani Muhammad sengaja diundang sebagai narasumber tentang apa yang terjadi dalam PPDB 2024-2025 ini.

Kendati Pj tidak hadir lanjut Ade Muksin, kehadiran narasumber, Dr. Anggreany Haryani Putri selaku Akademisi/Dosen di Universitas Bhayangkara, dan Jeffry Ruby Tampubolon (Praktisi Hukum) serta Pengamat Pendidikan Teungku Imam Kobul dari LSM Sapulidi, diskusi cukup mengedukasi dan menberi solusi jika dilakukan. 

Dr. Anggreany dalam paparannya mengatakan, akan terjadi down grade pendidikan khususnya sekolah-sekolah unggulan negeri ketika sistem zonasi dilaksanakan. Namun sistem NEM (Nilai Ebtanas Murni) yang pernah dilakukan pemerintah juga harus mengikuti perkembangan jaman.

Sistem sekarang harus disempurnakan kata Anggreany. Yang bertujuan, agar PPDB tidak menjadi momok, dan supaya kualitas sekolah unggulan semakin naik gradenya jika sistem zonasi tetap dilaksanakan. Persyaratanharus disempurnakan dengan menambah kriteria-kriteria lain seperti ketrampilan atau juga diterapkan nilai standarisasi. 

“Jadi gak juga ujug-ujug, karena dekat sekolah jadi langsung diterima. Padahal sekolah unggulan," kata doktor Anggreany yang saat ini sebagai dosen di Universitas Swasta.

Dari perspektif hukum kata Jeffry Ruby Tampubolon, pemicu kisruh tahunan PPDB Online Kota Bekasi dikarenakan banyak oknum yang mencari keuntungan pribadi, kelompok dari sistem yang belum sempurna tersebut. 

“Dugaan ini karena seringnya ada aduan masyarakat, terkait polemik PPDB tidak transparan dan waktu sosialisasi yang sempit. Sehingga warga masyarakat terpaksa menerima keterangan sepihak dari sekolah tujuan,” kata Jeffry.

Ketika PPDB online, khususnya di Kota/Kabupaten Bekasi kata Jeffry, praktik calo masih kerap berseliberan dengan memasang tarif secara berfariasi untuk masuk ke SMPN dan SMAN. 

“Saya pernah mensomasi beberapa sekolah negeri karena bertindak tidak sesuai kaidah yang ditentukan UU yang berlaku di Dunia Pendidikan. Sekarang, saya siap mengadvokasi bila memang ada aduan yang dilengkapi data berikut data pembanding," kata Jeffry.

Jeffry mengatakan, setiap siswa memang memiliki data, sehingga dibutuhkan data pembanding untuk membuktikan adanya kecurangan. Jika keduanya ada, Jeffry mengaku siap mensomasi pihak sekolah kalau perlu membawa keranah hukum. 

Pemerhati dunia pendidikan, Tengku Imam Kobul mengatakan, memperhatikan kelulusan setingkat SD untuk masuk ke SMP Negeri dan setingkat SMP untuk masuk ke SMA Negeri/SMK Negeri, daya tampung masih jauh dari harapan.

Untuk itu kata Tengku, pemerintah harus serius untuk penambahan unit sekolah baru. Bila perlu jumlah SMPN dimasing-masing Kelurahan harus disesuaikan. Begitu juga untuk SMAN/SMK Negeri, pemerintah harus memetakan lokasi-lokasi dibangunnya Unit Dekolah Baru (USB). 

Menurut Tengku, jumlah Unit Sekolah Negri saat ini tidak simetris dengan jumlah peserta didik baru. Kalau menurut data yang dia punya, diperlukan USB hampir dua kali lipat dari jumlah yang ada sekarang. 

Solusinya lanjut Tengku adalah, sekolah-sekolah unggulan swasta juga supaya ikut membantu menerima siswa berprestasi untuk bea siswa, terutama kepada anak-anak yang tidak mampu disertai dukungan pemerintah yangvteknisnya bisa dibahas dengan pihak sekolah swasta.

“Alokasi APBD 20% ditujukan untuk pendidikan, juga bisa membantu anak-anak kurang mampu tersebut bersekolah di sekolah-sekolah swasta,” kata Tengku.

Acara diskusi interaktif yang berdurasi hampir dua jam tersebut, dipandu oleh Dicky M Siregar dan diakhiri dengan acara tanya-jawab antara audiens yang ditutup dengan closing statement dari para nara sumber. (M.Aritonang)