Tok, Firli Bahuri Divonis Langgar Etik Berat

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 27 Desember 2023 12:42 WIB
Firli Bahuri, tersangka pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo (Foto: MI/An)
Firli Bahuri, tersangka pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo (Foto: MI/An)

Jakarta, MI - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Firli Bahuri divonis melanggar kode etik dan pedoman perilaku terkait pertemuan dengan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang juga tersangka dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan).

Hal ini sebagaimana dalam amar putusan Dewan Pengawas (Dewas) KPK yang dibacakan di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, Jakarta, Rabu (27/12).

"Menjatuhkan sanksi berat kepada terperiksa berupa diminta mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan KPK," kata Ketua Majelis Etik Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean.

Firli dinilai telah melanggar Pasal 4 ayat 2 huruf a atau Pasal 4 ayat 1 huruf j dan Pasal 8 ayat e Peraturan Dewas KPK Nomor 3 Tahun 2021.

Atas vonis tersebut, Dewas KPK merekomendasikan Firli Bahuri mengundurkan diri. Firli Bahuri diketahui telah mengundurkan diri dari KPK sejak 18 Desember. Dewas KPK menyatakan sidang etik Firli akan tetap berlanjut. Lalu Firli kembali mengajukan penguduran dirinya itu setelah direvisi.

Dalam pertimbangannya, Dewas menyatakan Firli terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan hubungan langsung maupun tidak langsung dengan saksi SYL yang pekaranya sedang ditangani oleh KPK.

Dan tidak memberitahukan kepada sesama pimpinan mengenai pertemuan dan dan komunikasi dengan SYL

Diketahui, bahwa pertemuan Firli dengan SYL terjadi tiga kali, masing-masing pada 12 Februari 2021 di rumah sewaan Firli di Jalan Kertanegara, Jaksel. Kemudian pertemuan kedua pada 23 Mei 2021 di rumah Firli di Bekasi. Pertemuan ketiga terjadi di GOR Tangki, Mangga Besar. 

Kemudian fakta persidangan mengungkap komunikasi Firli dengan SYL pada 23 Mei 2021, Juni 2021, Oktober 2021, Desember 2021 dan Juni 2022.

"Terperiksa tidak pernah memberitahukan komunikasi-komunikasi yang dilakukan melalui aplikasi WhatsApp tersebut kepada pimpinan yang lain," demikian tertulis dalam fakta sidang etik Firli Bahuri.

Selain itu, terdapat dua pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku lainnya yakni Firli tidak melaporkan secara benar harta kekayaan di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), termasuk utang serta sewa rumah di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan.

Adapun Firli Bahuri pada hari ini tidak menghadiri sidang putusan tersebut, karena memenuhi panggilan Bareskrim Polri untuk diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap SYL.

Dalam kasus pemerasan itu, Firli dijerat dengan tiga pasal yakni Pasal 12e, atau Pasal 12B, atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 65 KUHP yang terjadi di wilayah hukum Polda Metro Jaya sekitar tahun 2020 sampai dengan tahun 2023.  

Adapun ancaman hukuman dalam Pasal 12e dan Pasal 12B UU Pemberantasan Tipikor, pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Sedangkan, Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor, ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun penjara, serta denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.  (Wan)