Jual Beli WTP BPK Sulit Dihilangkan, CBA: Karena Diisi Politikus Buangan Partai

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 24 Mei 2024 15:50 WIB
Uchok Sky Khadafi Direktur CBA (Foto: Dok MI/Ant)
Uchok Sky Khadafi Direktur CBA (Foto: Dok MI/Ant)

Jakarta, MI - Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uhcok Sky Khadafi menyatakan, praktik jual beli opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sulit dihilangkan. Karena didalamnya banyak diisi politikus buangan partai.

"Pengelolaan keuangan negara, sebetulnya jelek, dan banyak korupsinya. Untuk menutupi ini semua, aparat negara kita mengakal-akalinya dengan membeli WTP BPK agar kelihatan bagus di mata publik. Dan karena Komisioner BPK RI banyak berasal dari politisi buangan partai," kata Uchok kepada Monitorindonesia.com, Jum'at (24/5/2024).

"Jadi caleg tidak jadi karena ditolak rakyat, makanya orang-orang seperti ini yang mimpin BPK. Jadi ketemulah orang orang partai di BPK dengan pegawai pengelolaan di lembaga negara, jual beli, dan tawar-menawar WTP biar bagus lembaga mereka di mata publik," tandas Uchok.

Menurut Uchok, kondisi ini membuat banyak kementerian/lembaga mendapatkan opini wajar yang sebenarnya tak wajar. Pasalnya, BPK tak mau mempersoalkan permasalahan dalam laporan keuangan yang ditemukan. 

Misalnya, Syahrul Yasin Limpo selama jadi Menteri Pertanian, ditutupi semua permasalahannya. Dengan cara oknum auiditor BPK meminta uang pelicin.

Dengan demikian, BPK harus diisi oleh orang-orang dari kalangan profesional. "Orang-orang dari partai politik itu dibuang semua itu," tutupnya.

Adapun BPK kemabli tersorot usai Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Sesditjen PSP) Kementerian Pertanian (Kementan), Hermanto mengungkapkan, adanya setoran demi kementeriannya mendapatkan opini WTP.

Bahkan, Hermanto menyebutkan bahwa oknum auditor BPK meminta uang Rp 12 miliar. Tetapi, hanya diberikan Rp 5 miliar. 

Belakangan, sejumlah pejabat BPK dari tingkat pusat sampai daerah memang kerap tersangkut kasus dugaan korupsi. Anggota III BPK, Achsanul Qosasi, misalnya. 

Dia didakwa menerima uang sebesar 2,6 juta dollar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 40 miliar. 

'Liciknya', dia menyimpan uang tersebut di rumah khusus di Kawasan Kemang, Jakarta Selatan (Jaksel).

Uang itu disebut untuk mengkondisikan temuan BPK dalam proyek penyediaan infrastruktur base transceiver station (BTS) 4G yang dikelola oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).

Lalu, di kasus korupsi proyek Tol Japek II atau MBZ. Bahwa Direktur Operasional Waskita Beton Precast Sugiharto mengakui, dirinya pernah menyiapkan uang sebesar Rp 10 miliar untuk memenuhi permintaan dari BPK.

Selain itu, ada juga ada aliran uang sebesar Rp 1,1 miliar yang berasal dari dugaan korupsi tunjangan kinerja (Tukin) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ke Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Robertus Kresnawan dan kasus lainnya.

Topik:

CBA WTP BPK