Duduk Perkara Korupsi Seret Alex Denni, Bekas Anak Buah Erick Thohir yang Karirnya Tamat Dipenjara

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 24 Juli 2024 17:00 WIB
Alex Denni saat menjabat Deputi Bidang SDM Aparatur (Foto: Istimewa)
Alex Denni saat menjabat Deputi Bidang SDM Aparatur (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Buronan yang satu ini beda dengan yang lainnya. Licin! selama 11 tahun alias sejak 2013 menjadi buronan Kejaksaan masih sempat mengembang jabatan di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang kini dinahkodai Menteri BUMN Erick Thohir hingga di beberapa perusahaan BUMN pula. Tak hanya di BUMN, Alex Denni juga sebagai sempat menjabat Deputi SDM Aparatur Kementerian PANRB.

Alex Denni memulai kariernya dengan jabatan tinggi di berbagai perusahaan dan instansi pemerintah. Pada tahun 2003, ia menjabat sebagai Direktur Utama PT Parardhya Mitra Karti, sebuah perusahaan yang ditunjuk oleh PT Telkom Tbk untuk menjadi konsultan analisa jabatan. 

Namun, proyek yang dianggarkan sebesar Rp 5,7 miliar ini ternyata menjadi ajang korupsi yang merugikan negara hingga Rp 2,7 miliar.

Pengadilan Negeri pada 29 Oktober 2007 menjatuhkan vonis satu tahun penjara dan denda Rp 50 juta kepada Alex serta rekan-rekannya, Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah. Meski demikian, Alex berhasil menghindari eksekusi hingga akhirnya tertangkap pada tahun 2024.

Meskipun menjadi terpidana, karier Alex tidak meredup. Ia pernah menjabat sebagai Senior Vice President di Bank Mandiri, Senior Executive President di PT BNI, serta Direktur SDM dan Umum di PT Jasa Marga. Di Kementerian BUMN, ia dipercaya menjadi Deputi Sumber Daya Manusia, Teknologi, dan Informasi oleh Menteri Erick Thohir. Jabatan terakhirnya di pemerintahan adalah sebagai Deputi SDM Aparatur di Kementerian PANRB.

Kekayaan Alex pun terus bertambah seiring dengan posisinya yang strategis. Pada tahun 2013, ia melaporkan harta kekayaannya sebesar Rp 3,4 miliar. Jumlah ini melonjak drastis menjadi Rp 25 miliar pada tahun 2022 ketika ia menjabat sebagai Komisaris PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero).

Alex Denni adalah contoh nyata bagaimana sistem hukum yang lemah dapat dimanfaatkan oleh pelaku korupsi untuk terus melenggang bebas. Meski akhirnya ia harus menjalani hukuman, perjalanan karier dan penangkapannya mencerminkan betapa masih banyak yang perlu dibenahi dalam penegakan hukum di Indonesia.

Duduk perkara
Alex Denni adalah terpidana kasus korupsi proyek pengadaan jasa konsultan analisa jabatan atau distinct job manual (DJM) PT Telkom tahun anggaran 2003 silam.

Status terpidana yang menjerat Alex Denni bermula dari sidang kasus korupsi proyek tersebut di PN Bandung pada 2006 silam. Saat itu, Alex Denni bersama Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah selaku Direktur SDM & Niskung serta Asisten Kebijakan SDM pada Direktorat SDM Niskung PT Telkom Tbk., dinyatakan bersalah dalam perkara tersebut.

"Alex Denni sebagai Direktur Utama PT Parardhya Mitra Karti, baik sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut melakukan bersama-sama dengan saksi Agus Utoyo selaku Direktur SDM & NISKUNG dan saksi Tengku Hedi Safinah selaku selaku Asisten Kebijakan SDM (ASJAK SDM) pada  Direktorat SDM NISKUNG PT Telkom Tbk. (yang disidangkan dalam berkas tersendiri), pada waktu-waktu antara tanggal 20 Oktober 2003 sampai dengan  tanggal 31 Agustus 2004 atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalam tahun 2003 dan tahun 2004 bertempat di Kantor PT. Telekomunikasi Indonesia  Tbk jalan Japati No. 02 Bandung atau setidak-tidaknya di tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri kelas I-A Bandung atau yang berwenang mangadilinya berdasarkan ketentuan Pasal 84 ayat (2) KUHAP, secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri  atau orang lain atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara; yang mana perbuatan tersebut ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut," tulis putusan nomor: 163K/Pid.sus/2013 seperti dikutip Monitorindonesia.com, Rabu (24/7/2024).

Dalam salinan putusan yang diterbitkan di Jakarta pada tanggal 14 November 2013 oleh Ketua Mahkamah Agung (MA) RI Matta Ali tersebut dijelaskan bahwa pada tahun 2003 pada Direktorat SDM Niskung PT Telkom Tbk., terdapat proyek pengadaan Jasa Konsultan Analisa Jabatan atau Proyek DJM (Distinct Job Manual).

Untuk pelaksanaan proyek tersebut pada bulan Agustus 2003, Tengku atas perintah dan persetujuan dari saksi Agus Utoyo membuat justifikasi usulan kebutuhan pengadaan jasa konsultan dan pembuatan daftar uraian pekerjaan kegiatan pengadaan jasa konsultan analisa jabatan atau Term of Reference (TOR) yang ditanda tangani oleh Tengku selaku ASJAK SDM dan disetujui serta ditandatangani oleh Agus Utoyo selaku Direktur SDM Niskung PT Telkom Tbk.

Dalam justifikasi usulan kebutuhan Pengadaan jasa Konsultan disebutkan bahwa anggaran yang tersedia atas beban mata anggaran konsultan 
manajemen (M.A.51508003) sebesar Rp. 112 juta dan dana tambahan (ABT) yang masih dalam proses sebesar Rp 1,791 miliar.

Selain itu dalam Justifikasi dan TOR, Agus Utoyo dan Tengku telah menentukan cara pengadaan dengan Penunjukan Langsung  yang menunjuk perusahaan Alex Denni itu sebagai konsultan pelaksana proyek DJM  tersebut, padahal sesuai ketentuan Keputusan Direksi PT. TELKOM Tbk. Nomor : KD.82 / LG.000/PEM.10/1995 tanggal 12 Desember 1995 tentang  Pedoman Pelaksanaan Manajemen Logistik di PT. Telkom, Pasal 6 ayat (3).

Dalam pasal itu menentukan bahwa kewenangan pengadaan barang dan atau jasa termasuk jasa Konsultansi untuk keperluan Kantor Perusahaan dilaksanakan oleh  SEKPER (Sekretaris Perusahaan), sedangkan Unit Pemakai menurut ketentuan pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) hanya membuat usulan yang dituangkan dalam format Justifikasi. 

"Selain itu sejak bulan September tahun 2002 telah dibentuk Organisasi Pusat Pelayanan Jasa Konsultansi Manajemen yang disingkat TELKOM MCC sebagai unit bisnis pelayanan jasa Konsultansi manajemen, dimana berdasarkan Nota  Dinas Direktur Utama PT. TELKOM Tbk. No : C. TEL. 31 / PS.160/MCC-01/2002 tanggal 18 Desember 2002 pada angka 3 menyatakan semua Kegiatan Konsultansi Manajemen di lingkungan TELKOM dapat dilaksanakan oleh atau melalui TELKOM MCC, sehubungan dengan itu untuk selanjutnya program-program konsultansi manajemen yang telah disetujui 
oleh Direksi agar pelaksanaannya dikoordinasikan kepada TELKOM MCC.

Tetapi instruksi Dirut PT. TELKOM Tbk. tersebut tidak diindahkan oleh Agus Utoyo maupun Tengku Hedi Safinah dan justru menunjuk PT. PMK dengan Direktur Utama  Alex Denni sebagai pelaksana proyek tanpa dikoordinasikan lebih dahulu dengan TELKOM MCC.

Selanjutnya Tengku membuat surat nomor : C.TEL.207/PS.560/SDM.20/2003 tanggal 29 Agustus 2003 perihal Pengadaan Jasa Konsultan yang ditujukan kepada KABAG SEK Sekretariat Perusahaan, yaitu Abang Anwar Darmansyah selaku penanggung jawab unit Logistik Kantor Perusahaan PT. 
TELKOM Tbk, yang berisi permintaan untuk memproses pengadaan jasa konsultan dimaksud dalam bulan September 2003 dengan melampirkan 
dokumen justifikasi usulan kebutuhan Pengadaan Jasa Konsultan dan TOR yang telah ditandatangani Tengku dan Agus Utoyo.

Kemudian Abang Anwar yang juga merupakan Kepala Unit Logistik pada Sekretariat Perusahaan (Setper) PT Telkom Tbk membuat Nota Dinas Nomor: C. TEL.624/LG.000/SEK-01/2003 tanggal 5 September 2003, yang ditujukan kepada ASJAK SDM yang isinya menanyakan alamat PT. PMK dan meminta penegasan jumlah anggaran untuk kegiatan analisa jabatan tahun 2003, yang dijawab dengan surat nomor C. TEL. 221 / PS. 560 / SDM – 20 / 2003 tanggal 09 September 2003 yang menginformasikan alamat dan kontak person PT. PMK serta penjelasan mengenai anggaran yang tersedia sebesar Rp 1, 9 miliar.

"Setelah itu unit Logistik SETPER mulai memproses pengadaan jasa konsultan tersebut dengan mengeluarkan surat undangan nomor C. TEL . 816/PR.240/SEK-01/2003 tanggal 12 September 2003 yang ditujukan kepada PT. PARARDHYA MITRA KARTI (PT.PMK) dengan Direktur Utama terdakwa Ir. Alex Denni untuk mengambil Rencana Kerja dan syarat-syarat (RKS) pada tanggal 15 September 2003 dan setelah dilakukan rapat penjelasan pengadaan jasa konsultan analisa jabatan 2003, kemudian pada tanggal 25 September 2003 KABAG SEK SETPER menerima proposal teknis dari terdakwa Ir. Alex Denni selaku Dirut PT. PMK sesuai surat nomor : 376/PMK/CORP/IX/03 tanggal 25 September 2003 yang disertai persyaratan administrasi," tulis putusan tersebut.

Sebagai tindak lanjut pelaksanaan proyek DJM tersebut, maka Agus Utoyo mengeluarkan Surat Keputusan DIR SDM & NISKUNG Nomor : 2358/PS.150/SDM-20/03 tanggal 29 September 2003 tentang Tim Penyusunan Distinct Job Manual (DJM), dimana Agus Utoyo sebagai penanggung jawab, sedangkan Tengku sebagai Project Leader (Pimpinan Proyek).

Bahwa setelah dilakukan evaluasi proposal teknis dan administrasi serta dilakukan klarifikasi dengan Alex Denni selaku Dirut PT. PMK, PT. 
Telkom Tbk menerima proposal penawaran harga dari PT. PMK sesuai surat nomor : 386/PMK/CORPORETE/X/03 tanggal 10 Oktober 2003 yang ditanda tangani oleh Alex Denni dengan nilai sebesar Rp. 8, 6 miliar termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terdiri dari: Honorarium sebesar Rp. 5.431.085.000, Biaya operasional sebesar Rp. 2.818.057.000 dan Biaya Pelatihan (Training) sebesar Rp. 385.000.000.

Selengkapnya klik putusan kasasi di SINI

Pada tanggal 19 Desember 2003 setelah menerima hasil negosiasi harga yang telah dilakukan pada tanggal 17 Desember 2003, selanjutnya 
Agus Utoyo membuat Nota Dinas Nomor : C.TEL.441/LG.000/SDM-20/2003 tgl. 19 Desember 2003 ditujukan kepada Sekper yang isinya antara lain, bahwa hasil negosiasi yang dilakukan oleh Asjak SDM sebagai hasil final dan memerintahkan untuk melanjutkan proses pengadaan untuk direalisasikan dalam bentuk Perjanjian Kerja sama, serta melampirkan Pernyataan Jabatan Hasil Negosiasi Pengadaan Jasa  Analisa Jabatan yang ditandatangani Tengku selaku Asjak SDM yang diketahui dan disetujui oleh Agus Utoyo selaku Direktur SDM. 

Kemudian menindaklanjuti Nota Dinas saksi Agus Utoyo Nomor : C.TEL.441/LG.000/SDM-20/2003 tanggal 19 Desember 2003 tersebut, pada 
tanggal 24 Desember 2003 dengan Surat Nomor : TEL. 1215/LG.270/SEK01/2003, Sekretaris Perusahaan menetapkan PT. PMK sebagai pelaksana 
pengadaan jasa analisa jabatan tahun 2003 senilai Rp 5.779.818.000, yang terdiri dari :

Biaya Honorarium sebesar Rp. 3.300.000.000
Biaya OPE sebesar Rp. 1.604.380.000
Biaya Training sebesar Rp. 350.000.000
Subtotal Rp. 5.254.380.000
PPn 10 % Rp. 525.438.000

Total seluruhnya sebesar Rp. 5.779.818.000 (Rp 5,7 miliar)

"Selanjutnya pengikatan kontrak pengadaan jasa konsultan analisa jabatan tahun 2003 antara PT. TELKOM Tbk dengan PT. PARARDHYA MITRA KARTI (PT.PMK), tertuang dalam Kontrak Nomor : K. TEL.272/HK.810/SEK-50/2003 tanggal 31 Desember 2003 yang ditandatangani oleh saksi WOERYANTO SOERADJI selaku Sekretaris Perusahaan mewakili PT. TELKOM Tbk dan terdakwa ALEX DENNI selaku Direktur Utama PT. PMK, dengan nilai kontrak sebesar Rp. 5.779.818.000,- (lima milyard tujuh ratus tujuh puluh sembilan juta delapan ratus delapan belas ribu rupiah), dengan jangka waktu pelaksanaan," jelas putusan tersebut.

Putusan selengkapnya klik di SINI

Berdasarkan putusan tersebut, maka proyek PT Telkom pada tahun tersebut sepakat dianggarkan senilai Rp 5,7 miliar. PT Telkom melalui Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah menunjuk perusahaan Alex Denni, Parardhya Mitra Karti sebagai konsultan analisa jabatan atau distinct job manual (DJM) tersebut.

Pihak kejaksaan mengendus adanya kongkalikong dalam proyek itu. Bahkan dari hasil penghitungan, proyek ini telah membuat kerugian negara mencapai Rp 2,7 miliar.

Pada 29 Oktober 2007 lalu, pengadilan akhirnya memvonis Agus Utoyo, Tengku Hedi Safinah dan Alex Denni dengan hukuman 1 tahun kurungan penjara dan denda Rp 50 juta subsidair 3 bulan kurungan. 

Alex Denni
Alex Denni

Alex Denni saat itu dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Alex Denni juga dihukum untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 789 juta. Jika uang pengganti itu tidak sanggup dibayar, maka akan diganti dengan hukuman penjara 6 bulan kurungan.

Alex Denni lalu melawan putusan tersebut dengan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Bandung. Pada 20 Juni 2008, putusan banding yang diajukan Alex Denni akhirnya keluar. Hasilnya, banding Alex Denni kandas setelah Hakim PT Bandung memutuskan untuk menguatkan putusan PN Bandung.

Tak sampai di situ, Alex Denni kembali melawan melalui upaya kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Tepat pada 26 Juni 2013, MA kemudian memutus perkara tersebut dengan menyatakan menolak permohonan kasasi yang diajukan Alex Deni.

Setelah putusan kasasi, perkara ini bak ditelan bumi. Alex Denni masih bebas dan tak pernah dieksekusi ke penjara, bahkan bisa menempati sejumlah jabatan mentereng dalam karir hidupnya.

Setelah itu, Alex tercatat pernah menjabat sebagai Direktur SDM dan Umum di PT Jasa Marga (Persero), Tbk. Alex kemudian naik jabatan di PT Jasa Marga sebagai Direktur Human Capital dan Transformasi.

Kariernya semakin moncer ketika ia menjadi anak buah Menteri BUMN Erick Thohir. Di Kementerian BUMN, Alex menjabat Deputi Sumber Daya Manusia, Teknologi, dan Informasi.

Dari Kementerian BUMN, Alex kemudian digeser ke Kementerian PANRB. Pelantikan jabatan baru Alex saat itu dihadiri Erick Thohir dan MenPANRB saat itu, almarhum Tjahjo Kumolo.

Di Kementerian PANRB, Alex menjabat sebagai Deputi SDM Aparatur. Setelah tidak lagi bekerja di Kementerian PANRB, Alex tercatat sebagai Komisaris PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero).

Alex Denni termasuk pejabat negara yang rutin melaporkan kekayaannya. Pada 2013, saat ia menjabat sebagai senior VP Human Capital Strategy and Policy Group PT Bank Mandiri, ia punya Rp 3,4 miliar harta. 

Empat tahun berselang, kekayaannya naik jadi Rp 14,6 miliar, saat menjabat sebagai Senior Executive President PT BNI. Harta Alex sempat turun jadi Rp 11,2 miliar pada 2018 saat ia jadi Direktur SDM dan Umum PT Jasa Marga. 

Pada 2019, Alex menjabat sebagai Direktur Human Capital dan Transportasi PT Jasa Marga. Hartanya naik lagi ke Rp 13,8 miliar. Kekayaannya bertambah pada 16 Februari 2021, saat ia menduduki posisi sebagai Deputi Bidang SDM, Teknologi dan Informasi di Kementerian BUMN. 

Ia tercatat punya harga sebesar Rp 16,7 miliar. Ia lapor lagi pada 31 Desember 2021, saat menjabat sebagai Deputi Bidang SDM Aparatur KemenPANRB. Harta yang ia laporkan Rp 20 miliar. Terakhir kali Alex melaporkan hartanya adalah pada 31 Desember 2022, yakni sebesar Rp 25 miliar. 

Saat itu ia menjabat Komisaris PT Taspen. Terakhir kali Alex melaporkan hartanya adalah pada 31 Desember 2022, yakni sebesar Rp 25 miliar. Saat itu ia menjabat Komisaris PT Taspen. (wan)